Abstract
Kehidupan masyarakat adat di Indonesia dengan berbagai agama dan budayanya yang beranekaragam, tidak menutup kemungkinan terjadi perkawinan silang diantara mereka, seperti misalnya banyak terjadi perkawinan antar orang-orang yang berbeda keyakinan. Perkawinan antara orang-orang berbeda agama ini, di masyarakat tidak jarang menimbulkan permasalahan dalam keluarga bersangkutan bahkan sampai berujung perceraian. Adapun rumusan masalah dalam tulisan ini adalah bagaimanakah status hukum perkawinan beda agama menurut Undang-Undang Nomor. 1 Tahun 1974 serta bagaimanakah hak waris terhadap anak yang lahir dari perkawinan berbeda agama menurut hukum adat Bali. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan mengkaji peraturan perundang-undangan dan menggunakan studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan perkawinan beda agama dalam Undang-Undang Perkawinan di Indonesia tidak diatur secara tegas dalam Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan juncto Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Undang-Undang Perkawinan menghendaki pasangan yang berbeda agama jika ingin melangsungkan perkawinan mestinya menundukkan diri pada agama salah satu pihak. Adapun hak waris anak yang terlahir dari perkawinan pasangan yang berbeda agama menurut hukum adat Bali, jika anak mengikuti agama ayahnya maka akan diberikan hak untuk mewaris. Akan tetapi apabila si anak mengikuti agama ibunya maka, tidak akan mendapatkan hak untuk mewaris. Hal ini didasarkan atas bahwa hukum waris adat Bali menganut asas kapurusa (garis ayah) serta harta warisan tidak saja berupa hak akan tetapi juga selalu melekat kewajiban-kewajiban tertentu yang hanya bisa dilaksanakan oleh ahli waris seagama dengan pewaris.