Manuskripta

Journal Information
ISSN / EISSN: 22525343 / 23557605
Total articles ≅ 73

Latest articles in this journal

Widodo Widodo, Titik Pudjiastuti, Priscila Fitriasih Limbong, Sudibyo Sudibyo
Published: 28 December 2022
Journal: Manuskripta
Manuskripta, Volume 12, pp 281-304; https://doi.org/10.33656/manuskripta.v12i2.214

Abstract:
This article discusses historical construction of Baron Sakendher manuscripts in the collection of Yogayakarta Sonobudoyo Museum. Serat Baron Sakendher (SBS) was written in the main frame of Babad Tanah Jawi. Various stories frame SBS distinctively based on each manuscript. This study proposes to explain the position of SBS in the Javanese authority domain under the Colonial—which was increasingly entrenched. The study used historical philological research methods, namely by selecting manuscripts and tracing their historical backgrounds to discuss the contents. The results point out that there are six manuscripts containing SBS stories. Four are included in the big frame of Babad Tanah Jawi, one is in Babad Selahardi, and one is in Pakem Ringgit. None of the six was written as a single stand; they were always integrated with the monumental Javanese genealogical story and believed by the Javanese people. As a means of cultural arrangement, stories in SBS are incorporated in the midst of Javanese legendary figures or rulers with different secondary stories. Conquest and cultural approach through genealogy pedigree are crucial in babad (chronicle stories). --- Artikel ini membahas konstruksi historis naskah-naskah Baron Sakendher koleksi Museum Sonobudoyo Yogyakarta. Naskah SBS ditulis dalam bingkai utama yakni naskah Babad Tanah Jawi. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan posisi naskah SBS dalam lingkaran kekuasaan Jawa di bawah bayang-bayang Kolonial yang semakin kuat mengakar. Untuk mencapai tujuan tersebut, penelitian dilakukan dengan metode penelitian filologi historis, yaitu pemilihan naskah, kemudian penelusuran latar belakang sejarah naskah untuk membahas isi teks. Hasil penelitian menunjukkan terdapat enam naskah yang memuat cerita SBS. Empat naskah masuk dalam bingkai besar Babad Tanah Jawi satu naskah Babad Selahardi dan satu naskah masuk dalam bingkai Pakem Ringgit. Kelima naskah tidak ada yang ditulis berdiri tunggal tetapi, selalu menyatu dengan cerita genealogi Jawa yang monumental dan dipercaya kebenarannya oleh masyarakat Jawa. Sebagai sarana penataan kultural, cerita SBS dimasukan dalam lingkaran tokoh legenda penguasa Jawa dengan cerita penyerta yang berbeda-beda. Penaklukan dan pendekatan kultural melalui silsilah genealogi menjadi penting dalam cerita babad.
Mohamad Wahyu Hidayat
Published: 28 December 2022
Journal: Manuskripta
Manuskripta, Volume 12, pp 167-196; https://doi.org/10.33656/manuskripta.v12i2.199

Abstract:
Sĕrat Wirid Riwayat Jati manuscript is now preserved in the Reksa Pustaka library, Pura Mangkunegaran Palace, Surakarta. It is a didactical prose genre written in Javanese script. This text describes the mystical teachings of Javanese Islam. From the contents of this manuscript, it opens a gap to trace the intertextual relationship with the texts that are thought to be the references or hypograms. The texts that are suspected to be hypograms from Sĕrat Wirid Riwayat Jati are Sĕrat Wirid Hidayat Jati from Surakarta, and three texts from Yogyakarta such as Wirid Para Wali, Sĕrat Panatagama, and Suluk Malang Sumirang. This study uses an intertextuality approach to examine the interrelationships pattern between texts in the manuscripts. The intertextual study in this research uses the transformation patterns analysis of the hypogram in Sĕrat Wirid Riwayat Jati such as the form of expansion, modification, excerption, and conversion. In addition, the purpose of using intertextual theory is also to reveal The Sĕrat Wirid Riwayat Jati’s position in the mystical literature which is based on the author’s ideology. --- Naskah Sĕrat Wirid Riwayat Jati tersimpan di perpustakaan Reksa Pustaka, Pura Mangkunegaran, Surakarta yang berjenis piwulang, beraksara Jawa dan berbentuk gancaran atau prosa. Teks ini memaparkan ajaran mistik Islam kejawen. Naskah ini membuka celah untuk melacak hubungan interteks dengan teks-teks yang diperkirakan menjadi acuannya atau hipogram. Teks-teks yang diduga menjadi hipogram dari naskah Sĕrat Wirid Riwayat Jati, antara lain Sĕrat Wirid Hidayat Jati dari Surakarta, dan tiga teks dari Yogyakarta yakni, Wirid Para Wali, Sĕrat Panatagama dan Suluk Malang Sumirang. Kajian dalam naskah ini menggunakan pendekatan intertekstualitas untuk menelaah pola keterkaitan antarteks dalam naskah. Studi interteks pada penelitian ini memakai analisis pola transformasi teks-teks hipogram pada naskah Sĕrat Wirid Riwayat Jati seperti bentuk ekspansi, modifikasi, ekserp, dan konversi. Selain itu, tujuan penggunaan teori intertekstual juga untuk mengungkap posisi naskah Sĕrat Wirid Riwayat Jati dalam kepustakaan naskah mistik yang didasarkan pada ideologi penulis naskah.
Hafiful Hadi Sunliensyar
Published: 28 December 2022
Journal: Manuskripta
Manuskripta, Volume 12, pp 251-280; https://doi.org/10.33656/manuskripta.v12i2.218

Abstract:
Pantun is one of the ancient poetry that is the cultural heritage of the society in the archipelago. At first, the Pantun tradition is an oral tradition that functioned for various purposes. However, Pantuns are also transformed into written form after. The text entity of the Pantun is inserted in various Hikayat Melayu and in local literary manuscripts, such as the Ulu manuscript and the Incung Kerinci manuscript. This study aims to identify Pantuns in the Incung manuscripts that have been translated. The result of this research shows that 14 Incung manuscripts containing the texts of Pantun. Its texts are categorized as “pantun biasa” dan “talibun” with distinctive characteristics. Its specific character is the existence of an interjection or a sentence containing interjection between the “sampiran” and “isi”. The availability of pantuns is only found in the Incung manuscript containing the prose of lamentations. The function of pantuns is as a "sweetener" element and adds poetic value in the Incung prose. the content of pantun always has a correlation with the mood expressed by the manuscript writer. -- Pantun merupakan salah satu karya sastra lama yang menjadi warisan budaya masyarakat di Kepulauan Nusantara. Tradisi pantun pada dasarnya adalah tradisi lisan yang difungsikan untuk berbagai tujuan. Namun demikian, pantun juga ditransformasikan dalam bentuk tulisan. Wujud teks pantun disisipkan dalam berbagai hikayat Melayu dan di dalam manuskrip kesusastraan lokal seperti dalam manuskrip Ulu dan manuskrip Incung Kerinci. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi teks-teks pantun dalam manuskrip Incung yang telah dialihaksarakan. Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat 14 manuskrip Incung yang memuat teks pantun. Teks pantun tersebut adalah pantun biasa dan talibun dengan karakteristik yang khas. Kekhasan tersebut adalah adanya interjeksi atau kalimat mengandung interjeksi di antara sampiran dan isi. Keberadaan pantun hanya terdapat pada manuskrip Incung yang berisi prosa ratap-tangis. Fungsi pantun adalah sebagai unsur “pemanis” dan penguat nilai puitis dalam sastra Incung. Isinya selalu berelasi dengan suasana hati yang diungkapkan oleh penulis manuskrip.
Rahmatia Ayu
Published: 28 December 2022
Journal: Manuskripta
Manuskripta, Volume 12, pp 197-218; https://doi.org/10.33656/manuskripta.v12i2.206

Abstract:
The Kutika Manuscripts in the Bugis language found in the Kalimantan Islands are a track record of the knowledge and existence of the Buginese in the area. This text can be associated with the culture of massompe' or migrating among the people of South Sulawesi. This study opens a space for discussion about the concept of maritime culture of the Bugis tribe based on the Kutika script. This article uses philological studies for textual analysis on the manuscript of Kutika Ugi 'Sakke Rupa (KUSR) which comes from the collection of the Mulawarman Museum in East Kalimantan. This study analyzes how the environmental awareness of the Bugis community is based on a small aspect in the process before sailing which is called misengi élo'na lopié as the etiquette of communicating with boats. The results of this study reveal that the boat is associated with a soul and will. This finding is related to the Merleau-Ponty concept of body ontology regarding body intentionality. Overall, this research contributes to the scientific realm by not only introducing local knowledge found in ancient texts, but also elaborating philosophical values related to the way Bugis people read nature and the sea. --- Naskah Kutika berbahasa Bugis yang terdapat di Kepulauan Kalimantan merupakan rekam jejak pengetahuan dan keberadaan orang Bugis di daerah tersebut. Naskah ini dapat dikaitkan dengan budaya massompe’ atau merantau di kalangan masyarakat Sulawesi Selatan. Kajian ini membuka ruang diskusi tentang konsep budaya bahari suku Bugis berdasarkan naskah Kutika. Artikel ini menggunakan kajian filologi untuk analisis tekstual pada naskah Kutika Ugi 'Sakke Rupa (KUSR) yang berasal dari koleksi Museum Mulawarman di Kalimantan Timur. Penelitian ini menganalisis bagaimana kesadaran lingkungan masyarakat Bugis berdasarkan satu aspek kecil dalam proses sebelum berlayar yang disebut misengi élo'na lopié sebagai etika berkomunikasi dengan perahu. Hasil dari penelitian ini mengungkapkan bahwa perahu diasosiasikan memiliki jiwa dan kehendak. Temuan ini dikaitkan dengan konsep ontologi tubuh Merleau-Ponty mengenai intensionalitas tubuh. Secara keseluruhan, penelitian ini berkontribusi dalam ranah ilmiah yang tidak sekadar memperkenalkan pengetahuan lokal yang terdapat di dalam naskah kuno, melainkan juga menguraikan nilai-nilai filosofis yang berhubungan dengan cara manusia Bugis membaca alam dan laut.
Dedi Supriadi
Published: 28 December 2022
Journal: Manuskripta
Manuskripta, Volume 12, pp 305-328; https://doi.org/10.33656/manuskripta.v12i2.216

Abstract:
This article discusses the problems of internalizing moral values ​​in the Malay literary work entitled Hikayat Nakhoda Asyik. As an old literary work, the text written in the Jawi script using the Betawi Malay language and became a guide for the development of character in the past, became the uniqueness and novelty of this literary work. The aim of this research is to portray the internalization of cultural values ​​and moral values in Hikayat Nakhoda Asyik. This study employed a perspective-based philological discourse analysis approach to obtaining a complete description of the texts written in Jawi script using Betawi Malay. The findings show that Hikayat Nakhoda Asyik contains moral values ​which are categorized into three parts, namely characters towards God who is the creator of the universe; second, manners to human beings; and third, manners to the environment. Hence, the duty of human being as a khalīfah fī al-ard (leader on earth) becomes harmonious and mercy to the universe. -- Artikel ini membahas masalah internalisasi nilai-nilai budi pekerti dalam karya sastra melayu Hikayat Nakhoda Asyik. Sebagai karya sastra lama, teks manuskrip ini yang ditulis dengan aksara jawi dengan pemakaian bahasa Melayu Betawi ini menjadi pedoman pengembangan budi pekerti di masa lampau, ini kemudian yang menjadi keunikan tersendiri terhadap karya sastra ini. Adapun tujuan penelitian ini yaitu, mendeskripsikan internalisasi nilai budaya dalam Hikayat Nakhoda Asyik dan mendeskripsikan internalisasi nilai-nilai budi pekerti dalam teks. Penelitian ini menggunakan pendekatan analisis teks menggunakan perspektif filologi untuk mendapatkan gambaran secara utuh terhadap isi teks yang ditulis dengan aksara jawi dengan pemakaian bahasa Melayu Betawi. Hasil analisis menunjukkan bahwasanya Hikayat Nakhoda Asyik mengandung nilai-nilai budi pekerti yang dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu budi pekerti kepada Tuhan yang maha pencipta sekalian alam; kedua, budi pekerti kepada sesama manusia; dan ketiga, budi pekerti kepada alam sekitar. Dengan demikian trias panca kehidupan manusia sebagai khalīfah fī al-ard (pemipin di muka bumi) menjadi harmonis dan menjadi rahmat bagi semesta.
Hadiana Trendi Azami, Achmad Yafik Mursyid, Muhammad Bagus Febriyanto
Published: 28 December 2022
Journal: Manuskripta
Manuskripta, Volume 12, pp 219-250; https://doi.org/10.33656/manuskripta.v12i2.213

Abstract:
The article explains the Quranic manuscript and Javanese translation K.H Bakri collection Great Mosque of Pakualaman and its relevance to Clifford Geertz’s discourse on the typology of Javanese Muslim society. This study uses literature review and documentation method to analyze the characteristics of Quranic manuskrip and Javanese translation K.H. Bakri. This study uses the auxiliary science of Philology which is oriented towards disclosing the physical aspects of texts (codicology) and texts (textology). Descriptive-analytical method was used to describe and analyze the data. The research results show that (1) The acculturation of Islam and local culture in the manuscripts of the Qur’an KHB can be seen from the influence of Javanese literature on the writing of ruku’, surah heads with twisted decorative patterns, and translation techniques using Arabic-Jawi script; (2) The characteristics of the KHB Qur’an have similarities with the science that developed in santri; (3) Geertz's typology of abangan for Islam in the interior of Java cannot be generalized. --- Artikel ini menjelaskan tentang manuskrip Al-Qur’an dan terjemahan Jawa K.H. Bakri koleksi Masjid Besar Pakualaman dan merelevansikannya dengan wacana distingsi Clifford Geertz tentang tipologi masyarakat muslim Jawa. Pengumpulan data menggunakan studi pustaka dan dokumentasi. Penelitian ini menggunakan ilmu bantu Filologi yang berorientasi kepada pengungkapan aspek fisik naskah (kodikologi) dan pernaskahan (tekstologi). Metode deskriptif-analitis digunakan untuk mendeskripsikan dan menganalisis data. Hasil penelitian menunjukan bahwa (1) Akulturasi Islam dan budaya lokal dalam manuskrip Al-Qur’an KHB dapat terlihat dari keterpengaruhan sastra Jawa dalam penulisan tanda ruku’, kepala surah dengan pola hiasan dipilin-pilin, dan teknik penerjemahan dengan aksara Arab-Jawi (2) karakteristik manuskrip Al-Qur’an KHB memiliki kesamaan dengan keilmuan yang berkembang di kalangan santri mulai dari penggunaan rasm, qirā’āt, teknik dan bentuk terjemahan; (3) Tipologi Geertz tentang abangan untuk Islam wilayah pedalaman Jawa tidak dapat di generalisasi; meskipun Kadipaten Pakualaman secara stratifikasi sosial termasuk ke dalam priayi, dan abangan secara geografis, akan tetapi karakteristik Al-Qur’an KHB menunjukkan kesamaan keilmuan dengan kalangan santri.
Fathurrochman Karyadi
Published: 7 July 2022
Journal: Manuskripta
Manuskripta, Volume 12, pp 147-165; https://doi.org/10.33656/manuskripta.v12i1.204

Abstract:
Burning dupa (incense) is a Javanese tradition that has existed for a long time. When Islam came, it turned out that this tradition was still carried out by some people, including santri in Pesantren (the students in Islamic boarding schools). This is evidenced by the discovery of a Javanese manuscript in the Pegon script written by Ḥaḍrat al-Shaykh Muhammad Hasyim Asy'ari (1871-1947), founder of Nahdlatul Ulama (NU) and Pesantren Tebuireng. He did not even forbid the tradition of burning dupa. In fact, the traditional ulama leader of his time condemned it as sunnah. As is known, the sunnah is the perpetrator will be rewarded and the one who does not be punished. This paper will discuss of burning dupa in the perspective of philology, history, and also Islamic law or fiqh which is based on a text written in 1353 H (1934). --- Membakar dupa merupakan tradisi masyarakat Jawa yang ada sejak lama. Ketika Islam datang, ternyata tradisi ini masih dijalankan oleh sebagian orang, termasuk para santri di pondok pesantren. Hal ini terbukti dengan ditemukannya naskah berbahasa Jawa aksara pegon yang ditulis oleh Ḥaḍrat al-Shaykh Muhammad Hasyim Asy’ari (1871-1947), pendiri Nahdlatul Ulama (NU) dan Pesantren Tebuireng. Bahkan ia tidak mengharamkan tradisi membakar dupa itu. Justru, pemimpin ulama tradisional pada zamannya itu menghukuminya sunnah. Sebagaimana diketahui, sunnah adalah jika dikerjakan mendapat pahala dan jika ditinggalkan tidak apa-apa. Makalah ini akan membahas membakar dupa dalam perspektif filologi, sejarah, dan juga hukum Islam atau fiqh yang bersumber pada naskah yang ditulis pada 1353 H (1934).
Khopipah Indah Lestari, Dewaki Kramadibrata
Published: 6 July 2022
Journal: Manuskripta
Manuskripta, Volume 12, pp 37-69; https://doi.org/10.33656/manuskripta.v12i1.188

Abstract:
Bali adalah salah satu dari beberapa wilayah di Nusantara yang belum dapat dikuasai pemerintah kolonial Belanda hingga akhir abad ke-19. Faktor internal berupa perebutan kekuasaan antarkerajaan menjadikan wilayah Bali cukup sibuk dengan peperangan dari waktu ke waktu. Tidak terkecuali dengan Kerajaan Badung. Semakin majunya kegiatan perekonomian di Badung membuat pemerintah kolonial Belanda merasa khawatir akan posisinya yang dapat diambil alih kekuatan Eropa lainnya. Berbagai pendekatan berupa perjanjian-perjanjian terus dilakukan untuk dapat menempatkan Kerajaan Badung di bawah kuasa pemerintah kolonial Belanda seutuhnya. Penelitian ini membahas salah satu perjanjian tersebut, yaitu perjanjian yang tercantum dalam naskah Surat Perjanjian ML. 487. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan hubungan Kerajaan Badung dengan pemerintah kolonial Belanda dan upaya penghapusan hak tawan karang di Kerajaan Badung oleh pemerintah kolonial Belanda. Untuk mencapai tujuan tersebut, penelitian dilakukan dengan metode penelitian filologi, yaitu pemilihan naskah, transliterasi, kemudian penelusuran latar belakang sejarah untuk membahas isi teks naskah. Hasil penelitian menunjukkan bentuk-bentuk pengaturan yang diberlakukan oleh pemerintah kolonial Belanda terhadap Kerajaan Badung, yaitu pembatasan hubungan dengan bangsa Eropa lainnya, pembongkaran benteng, pengiriman bantuan perang, dan pengembalian orang jahat kepada pemerintah kolonial Belanda. Upaya pengapusan hak tawan karang kemudian menjadi senjata utama pemerintah kolonial Belanda dalam menaklukkan Kerajaan Badung seutuhnya.
Ruhaliah Ruhaliah
Published: 6 July 2022
Journal: Manuskripta
Manuskripta, Volume 12, pp 71-94; https://doi.org/10.33656/manuskripta.v12i1.202

Abstract:
This article is written as a result of the study of meaning of Sundanese manuscript of a folklore titled Wawacan Ogin Amar Sakti. The study was conducted based on story’s settings and structural approach. The purpose of this study was to reveal the contribution of story’s meanings towards humanity’s environmental quality. This study utilized descriptive comparative methods, while the data collection used documentation study. The findings are in the form of interpretations concluded based on the results of data analysis results found in the text as well as its comparison with data found in other relevant sources. Based on the data analysis results, it can be concluded that the story setting elements found in Ogin Amar Sakti script is environmental/ecosystem transmission or inheritance vehicles; those are (1) to not to cut down, pollute, or turn dense forests as covert for evil deeds, (2) to look after and maintenance mountains and forests as they embody various resources, (3) to not turn forests into hunting ground for animals, and (4) to arrange settlements as delightful and pleasing place. These messages are in line with other texts and symbols such as folklore and gunungan, as well as become concrete foundation for environmental preservation and food security strategy. --- Tulisan ini merupakan hasil kajian makna atas cerita naskah berbahasa Sunda “Ogin Amar Sakti.” Kajian dilakukan atas unsur latar cerita (setting), dengan menggunakan pendekatan struktural. Pengkajian dilakukan dengan tujuan untuk mengungkap kontribusi makna cerita bagi kualitas lingkungan hidup manusia. Metode yang digunakan ialah metode deskriptif komparatif. Teknik pengumpulan datanya ialah teknik studi dokumentasi. Temuan-temuan berupa tafsiran disimpulkan berdasarkan hasil analisis data yang terdapat dalam teks serta melalui perbandingannya dengan data yang terdapat dalam sumber lain yang relevan. Berdasarkan hasil analisis data bisa disimpulkan bahwa unsur latar cerita naskah Ogin Amar Sakti merupakan wahana transmisi atau pewarisan lingkungan hidup (ekosistem), yaitu (1) hutan lebat jangan ditebangi, dikotori, dijadikan tempat menyembunyikan perbuatan jahat, (2) awasi dan pelihara gunung-gunung dan hutan karena mengandung aneka kekayaan, (3) hutan jangan dijadikan lahan perburuan satwa, dan (4) lakukan penataan pemukiman menjadi tempat yang menyenangkan dan membahagiakan. Amanat mengenai pelestarian hutan tersebut sejalan dengan teks dan simbol lain, di antaranya cerita rakyat dan gunungan, serta menjadi landasan konkret bagi peletarian lingkungan hidup dan strategi ketahanan pangan.
Salfia Rahmawati
Published: 6 July 2022
Journal: Manuskripta
Manuskripta, Volume 12, pp 1-35; https://doi.org/10.33656/manuskripta.v12i1.196

Abstract:
Data collection on the variety of street performing arts is important as a marker of the diversity of cultural arts as well as showing the diversity of the people who interacted at that time. This paper shows a record of data written and illustrated in the manuscript of the National Library's collection coded KBG 940. The data represents at least two periods, namely the period before the manuscript was written in 1929 (although some of it might not anymore existed) and the time when the manuscript was written (although some of it might not anymore existed when the manuscript is read and studied currently). Based on the list, descriptions, and illustrations depicted, the data reflects the plurality of the socio-cultural life of the community moving dynamically as a representation of the cultural intersection of the community. Javanese, Chinese, Indian, Arabic, and Betawi in Yogyakarta. --- Pendataan mengenai ragam seni pertunjukan jalanan menjadi hal yang penting sebagai penanda keberagaman seni budaya sekaligus menunjukkan kemajemukan masyarakat yang berinteraksi pada masa tersebut. Tulisan ini menunjukkan sebuah catatan dan pendataan seni pertunjukan yang terekam dalam naskah koleksi Perpustakaan Nasional berkode KBG 940. Variasi seni pertunjukan yang berhasil didata setidaknya merepresentasikan dua masa, yaitu masa sebelum naskah ditulis tahun 1929 (meskipun sebagian telah hilang saat naskah ditulis) dan masa saat naskah ditulis (meskipun bisa jadi sebagian telah hilang saat naskah dibaca dan dikaji di masa sekarang). Dilihat dari daftar, keterangan, serta ilustrasi yang digambarkan, data yang ditampilkan menjadi cerminan kemajemukan kehidupan sosial budaya masyarakat bergerak dengan dinamis sebagai representasi persinggungan budaya dari komunitas Jawa, Cina, India, Arab, dan Betawi yang ada di Yogyakarta.
Back to Top Top