Refine Search

New Search

Results in Journal DIEGESIS: Jurnal Teologi Kharismatika: 33

(searched for: journal_id:(7020027))
Page of 1
Articles per Page
by
Show export options
  Select all
Hendra Syahputra
Diegesis: Jurnal Teologi Kharismatika, Volume 5; https://doi.org/10.53547/diegesis.v5i1.88

Abstract:
Penelitian dilakukan untuk mengetahui dampak kepemimpinan Gereja Pentakosta Pusat Surabaya (GPPS) Filadelfia Batam dalam membangun Jemaat berdasarkan Keluaran 18:13-26. Penelitian dilakukan secara kualitatif melalui observasi, kepustakaan dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan kepemimpinan gereja GPPS Batam telah sesuai dengan Keluaran 18:13-26 namun perlu diperbaiki agar gereja GPPS Batam dapat bertumbuh dengan baik.
Herman Herman, Ceria Ceria, Fredy Simanjuntak
Diegesis: Jurnal Teologi Kharismatika, Volume 5; https://doi.org/10.53547/diegesis.v5i1.180

Abstract:
John Calvin merupakan salah satu teolog terkemuka dari kalangan teolog-teolog reformasi. Karya-karyanya memberikan kontribusi besar dalam sejarah perkembangan Protestan hingga saat kini. Namun dalam perjalanan perkembangan teologi Protestan telah menghasilkan dua pandangan mengenai keberlangsungan karunia-karunia Roh. Salah satunya melihat bahwa karunia-karunia Roh Kudus tidak lagi berlangsung setelah pengkanonan Alkitab (cessasionism), pandangan ini didominasi oleh sebagian besar teolog Calvinis dan akhirnya menimbulkan stigma bahwa teologi Calvin tidak menekankan Roh Kudus dalam doktrin-doktrinnya. Padahal pada zamannya Calvin diberi julukan “Teolog Roh Kudus”. Kenyataan ini menimbulkan kontradiksi dengan stigma yang terbangun. Untuk menjawab pertanyaan ini maka penulis menggunakan metode penelitian deskriptif – kualitatif dengan meninjau kembali teologi Roh Kudus Calvin yang tertulis dalam maha karyanya yaitu Intitutes of The Christian dan konteks pada masa itu. Pada akhirnya penelitian ini menemukan pokok-pokok teologi Roh Kudus Calvin yang tidak terindikasi kepada stigma yang terbangun mengenai teologi Roh Kudus Calvin adalah dasar cessasionist atau rasionalis tetapi justru sebaliknya seperti julukan yang diberikan kepadanya sebagai teolog Roh Kudus yang mengintegrasi teologi Roh Kudus dalam semua doktrin dan pelayanannya dengan dasar Alkitab.
Joni Manumpak Parulian Gultom
Diegesis: Jurnal Teologi Kharismatika, Volume 5; https://doi.org/10.53547/diegesis.v5i1.189

Abstract:
Pekerja migran Indonesia di Malaysia menjadi sumber utama pemasukan devisa negara yang sangat besar. Dalam gereja, jumlah mereka sendiri terbilang relative besar yang tersebar di semenanjung. Gereja Tuhan melayani mereka sebagai jiwa yang perlu kekuatan dan pemuridan dalam iman. Kepemimpinan gereja menjadi penting dalam mengarahkan kehidupan iman dan juga management kehidupan masa depan. Selain menjadikan mereka umat yang taat dari keteladanan pemimpin yang melayani, gereja juga bertanggung jawab untuk membawa mereka dapat mengasihi sesama manusia dengan keuangan mereka dalam hal memberi. Pertanyaan nya dalah pertama, bagaiamana metode mengajarkan teologi memberi yang benar buat para pekerja migran? Dan strategi kepemimpinan pelayan seperti apa yang di harapkan? Metode penelitian dengan dekripsi kualitatif. Tujuan penelitian untuk menggambarkan kepemimpinan di gereja sangat berpengaruh memberikan andil dalam mendorong umat untuk memberi.
Yakub Hendrawan Perangin Angin, Tri Astuti Yeniretnowati
Diegesis: Jurnal Teologi Kharismatika, Volume 5, pp 19-33; https://doi.org/10.53547/diegesis.v5i1.179

Abstract:
The Good Corporate Governance in this study was borrowed as Good Church Governance because the principles of GCG are in line with the principles contained in Total Quality Management based on the ISO 9000 series of quality management standards. Good church governance practices have become not only an obligation but a necessity for current and future churches to implement good quality management. The ISO standard is recommended to be applied as a model of good church governance because the criteria contained in it can lead the church to achieve good, healthy, and effective church governance by complying with the rules and Bible truth. This research was conducted under the library research method. The results of this study indicate the implications for the church leaders, namely: First, Be actively involved in empowering yourself in the church. Second, understand the concept of good organizational governance. Third, is the commitment to implement the ISO 9000 series of quality management governance models, whose approach is easy and simple because it is based on the PDCA pattern, namely plan-do-check-act. AbstrakIstilah Good Corporate Governance pada penelitian ini dipinjam menjadi Good Church Governance, karena prinsip-prinsip dari GCG senada dengan prinsip yang terkandung dalam Total Quality Management berbasis standar manajemen mutu seri ISO 9000. Praktik tata kelola gereja yang baik sudah menjadi bukan hanya kewajiban tetapi keharusan bagi gereja saat ini dan masa mendatang untuk menerapkan manajemen mutu yang baik. Standar ISO disarankan untuk diterapkan sebagai model tata kelola gereja yang baik karena kriteria yang terkandung di dalamnya dapat mengantarkan gereja mencapai tata kelola gereja yang baik, sehat dan efektif dengan mematuhi aturan peraturan dan kebenaran Alkitab. Penelitian ini dilakukan dengan metode riset pustaka. Hasil dari penelitian ini menunjukkan implikasi bagi pemimpin gereja, yaitu: Pertama, Terlibat aktif memberdayakan diri dalam gereja. Kedua, Memahami konsep tata kelola organisasi yang baik. Ketiga, Komitmen menerapkan model tata kelola manajemen mutu seri ISO 9000, yang pendekatannya mudah dan sederhana karena berbasiskan pola PDCA, yaitu plan-do-check-act.
Andrias Pujiono, Carolina Etnasari Anjaya, Yonatan Alex Arifianto
Diegesis: Jurnal Teologi Kharismatika, Volume 5, pp 9-18; https://doi.org/10.53547/diegesis.v5i1.143

Abstract:
Industrial era 4.0 contains challenges and opportunities. But behind this condition, there are believers, including Christian Religious Education (PAK) teachers and pastors who are stuttering about technology. Instead of studying or catching up, many scholars hide behind their age, limited facilities, and other factors. But in fact, it is mostly caused by a reluctance to learn. In fact, in order to meet the needs of this era, superior humans are needed. These advantages include skills or optimal conditions in faith, knowledge, and devotion. The qualitative descriptive method is the approach used in this article. This article aims to describe the meaning of the superior generation in the industrial era 4.0 and how to achieve it. In the conclusion, it is explained that a superior person will develop faith, and knowledge and try to make a greater contribution to the Christian faith community and society at large. Being such a person in the era of the industrial revolution 4.0 is increasingly easy to achieve through the use of technology and a new basic mindset, namely: a growth mindset. Reluctance to grow to become a superior person is unfair behavior. Individuals who stagnate will sink into laziness or a reluctance to learn and change. Personal excellence never stops the process, and it will have a significant impact on the world. AbstrakEra industri 4.0 memuat tantangan dan kesempatan. Namun, balik kondisi itu terdapat umat percaya, termasuk guru Pendidikan Agama Kristen (PAK) dan pendeta yang gagap terhadap teknologi. Alih-alih belajar atau mengejar ketertinggalan, banyak sarjana yang bersembunyi dibalik faktor umur, terbatasnya fasilitas dan faktor lainnya. Namun, hal itu lebih banyak disebabkan oleh keengganan untuk belajar. Padahal agar dapat memenuhi kebutuhan era ini, dibutuhkan manusia unggul. Keunggulan tersebut meliputi kecakapan atau kondisi optimal dalam iman, ilmu dan pengabdian. Metode deskriptif kualitatif merupakan pendekatan yang dipergunakan dalam artikel ini. Artikel ini bertujuan mendeskripsikan makna generasi unggul di era industri 4.0 dan bagaimana cara mencapainya. Dalam kesimpulan dipaparkan bahwa pribadi unggul akan mengembangkan iman, ilmu dan berusaha memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap komunitas iman Kristen dan masyarakat luas. Menjadi pribadi yang demikian di era revolusi industri 4.0 semakin mudah tergapai melalui pemanfaatan teknologi dan sebuah dasar pola pikir baru yaitu: mindset tumbuh. Sikap enggan bertumbuh untuk menjadi pribadi yang unggul adalah tindakan tidak adil; sebaliknya, yang malas dan enggan belajar akan menjadi mandek atau mengalami kemandekan. Pribadi yang unggul tidak pernah berhenti berproses dan hal itu akan memberi dampak signifikan bagi dunia.
Lidia Jenrin Filtje Sondakh
Diegesis: Jurnal Teologi Kharismatika, Volume 2, pp 39-52; https://doi.org/10.53547/diegesis.v2i1.51

Abstract:
Cremation is the practice of removing human corpses after death by burning a corpse, usually carried out in a crematorium. With the development of technology, cremation is no longer synonymous with traditional ceremonies that use firewood so it requires a long time. The purpose of this study was to determine the perceptions of pastors at the Pentecostal Church in Indonesia regarding cremation practices. After carrying out theological studies with a literary approach, it is considered that if God wants a special way of handling the body, He will state, either in the Old Testament or the New Testament. This study uses a qualitative approach, with an interview instrument. The result of this research is that some shepherds cannot accept cremation, assuming that cremation is contrary to the teachings of the Bible, but there are those who think that cremation is not in conflict with God's Word.Abstrak Kremasi adalah Praktik penghilangan jenazah manusia setelah meninggal, dengan cara mem-bakar mayat, biasanya dilakukan di krematorium. Dengan perkembangan teknologi, kremasi tidak lagi identik dengan upacara tradisional yang memakai kayu bakar sehingga memerlukan waktu yang penjang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi gembala-gembala sidang Gereja Pantekosta di Indonesia tentang praktik kremasi. Setelah melakukan kajian teologis dengan pendekatan literatur, maka dipertimbangkan bahwa jika Tuhan menghendaki suatu cara yang khusus dalam menangani jenazah, Ia akan menyatakan, entah dalam Perjanjian Lama atau Perjanjian Baru. Penelitian ini mengunakan metode pendekatan kualitatif, dengan instrumen wawancara. Hasil dari penelitian adalah, ada beberapa gembala tidak dapat menerima kremasi, bersasumsi bahwa kremasi bertentangan dengan ajaran Alkitab, namun ada juga yang beranggapan bahwa kremasi tidak betentangan dengan Firman Allah.
Bambang Sriyanto, Roberto Ganda
Diegesis: Jurnal Teologi Kharismatika, Volume 2, pp 76-90; https://doi.org/10.53547/diegesis.v2i2.57

Abstract:
The purpose of this paper is to find out the extent of the perception of the pastor about the role of evangelists, pastors, and teachers in ecclesiastical services in GPdI throughout Bondowoso District. The research method used in this research is descriptive qualitative research. Research data obtained directly in the field using a research instrument in the form of a questionnaire. The results show that most pastors understand the role of the evangelist who proclaims Jesus is God; understand the pastor's role as an elder, someone who is skilled in ministry and people who are gifted to serve the church (75%); understand the role of teachers having the gift of teaching, opening the secrets of God's Word and teaching through exemplary living (66.67%). In conclusion, the perception of the pastor about the role of evangelists, pastors, and teachers in ecclesiastical ministers in GPdI in Bondowoso Regency, has very high understanding.
Abstrak Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui sejauh mana persepsi gembala sidang tentang peran penginjil, gembala dan guru Injil dalam pelayanan gerejawi di GPdI se-Kabupaten Bondowoso. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah penelitian kualitatif deskriptif. Data-data penelitian diperoleh langsung di lapangan dengan menggunakan instrumen penelitian berupa angket. Hasil penelitian menunjuk-kan bahwa sebagian besar gembala sidang memahami atas peran penginjil yang memproklamirkan Yesus adalah Tuhan; memahami atas peran gembala sebagai penatua, orang yang terampil dalam pelayanan dn orang yang diberi karunia untuk melayani jemaat (75%); memahami atas peran guru memiliki karunia mengajar, membuka rahasia Firman Allah dan mengajar melalui keteladanan hidup (66,67%). Kesimpulannya, persepsi gembala sidang tentang peran penginjil, gembala dan guru dalam pelayan gerejawi di GPdI se-Kabupaten Bondowoso, telah memiliki pemahaman yang sangat tinggi.
Irfan Feriando Simanjuntak, Ramses Simanjuntak, Agiana Her Visnhu Ditakristi
Diegesis: Jurnal Teologi Kharismatika, Volume 3, pp 13-25; https://doi.org/10.53547/diegesis.v3i1.63

Abstract:
Covid-19 pandemic has caused churches to change their worship patterns from those implemented in church buildings to virtual worship at home. This decision relates to the government's call for social distancing and physical distancing in order to break the chain of transmission of the virus which is very easy to move especially through interactions between people in the crowd. In connection with this new worship phenomenon, this research aims to analyze and explore the theological principles of Christian worship, especially with regard to the question of the relevance of worship together in church buildings after the Covid-19 pandemic ends. The method used is descriptive qualitative through research on various literatures to produce a theologically based writing. Based on this study, it is concluded that joint worship in the church building remains relevant because it has an accountable basis. This is certainly important in the education and maturity of the people so that they continue to view worship in the church building is something that is important to carry out even after the phenomenon of the Covid-19 pandemic passed. Abstrak Pandemi Covid-19 telah menyebabkan gereja-gereja harus mengubah pola ibadahnya dari yang dilaksanakan di gedung gereja kepada pola ibadah virtual di rumah. Hal ini berkaitan dengan imbauan pemerintah untuk melakukan social distancing dan physical distancing demi memutus mata rantai penularan virus tersebut yang sangat mudah berpindah terutama melalui interaksi antar manusia di dalam kerumunan. Berkaitan dengan fenomena ibadah yang baru ini, penelitian ini bertujuan untuk menganalisa dan menggali prinsip teologis ibadah Kristiani, khususnya berkaitan dengan pertanyaan masih relevankah beribadah bersama di gedung gereja setelah pandemi Covid-19 berakhir. Metode yang digunakan bersifat kualitatif deskriptif melalui penelitian terhadap berbagai literatur sehingga diharapkan menghasilkan tulisan yang bersifat teologis. Berdasarkan penelitian ini, disimpulkan ibadah bersama di gereja tetap relevan dilaksanakan karena memiliki landasan yang dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini tentunya penting dalam pendidikan dan pendewasaan umat sehingga tetap memandang beribadah di gereja adalah sesuatu hal yang penting dilaksanakan bahkan setelah fenomena pandemi Covid-19 berlalu.
Elliya Dece
Diegesis: Jurnal Teologi Kharismatika, Volume 2, pp 25-34; https://doi.org/10.53547/diegesis.v2i1.45

Abstract:
Pastors and church leaders work as partner with the people of church in order to build God’s kingdom on earth. In reality, not all members of church are willing to participate in this service voluntarily. Paying attention to the strategic role of people in the church's development efforts, the attention of the leader in empowering church members needs to be done seriously so that church members can carry out their roles optimally in the life and work of the church. The hypothesis proposed in this study is that there is a significant influence between the pastor's leadership and the service motivation among the church members. The samples of this study are the GMI Baithani and GMI Efrata members, taken by random sampling technique. Data processing was assisted with SPSS 18 for Windows. The result of regression analysis of pastor’s leadership has significant effect to the service motivation of church members equal to 57% while 43% influenced by other factor.
Candra Gunawan Marisi, Didimus Sutanto, Ardianto Lahagu
Diegesis: Jurnal Teologi Kharismatika, Volume 3, pp 120-132; https://doi.org/10.53547/diegesis.v3i2.80

Abstract:
Pastoral Theology has its own challenges facing this postmodern era. Postmodern phenomena that prioritize rationality, pragmatism, and relativism make truths subjective in nature based on context. The reluctance to place the absolute truth of the Bible even more so makes pastoral theology at a point that continues to erode. Where its role continues to be sued and replaced by other disciplines. Now the pastoral theology is questioned for its relevance to be able to provide answers to current pastoral problems. This study aims to answer the relevance of pastoral theology to the challenges of Christian leadership in this postmodern era. The method used is descriptive qualitative method with a literature study approach. Analyze journal data, books, and also do a theological review by exegeting Isaiah 40:11 to get data on information about pastoral theology to answer the challenges of Christian leadership today. This research has produced a formulation of pastoral theology that is still relevant to address the challenges of the times including this postmodern era. Pastoral theology must be based on the absolute truth of the Bible, where study through textual exegesis of Isaiah 40:11 produces a shepherd triplet which is a unit that must be worked on together. The shepherding triplets are Shepherd, Leader, Managerial. Abstrak Teologi Penggembalaan memiliki tantangan tersendiri menghadapi era postmodern ini. Gejala postmodern yang mengedepankan rasionalitas, pragmatisme dan relativisme menjadikan kebe-naran bersifat subyektif yang didasarkan pada konteks semata. Keengganan menempatkan kebenaran absolut Alkitab, justru semakin membuat teologi pastoral berada pada titik yang terus terkikis habis. Di mana perannya terus digugat dan digantikan oleh disiplin ilmu yang lain. Kini teologi pastoral dipertanyakan relevansinya untuk dapat memberi jawab akan permasalahan-permasalahan penggembalaan masa kini. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab relevansi teologi pastoral terhadap tantangan kepemimpinan kristen di era postmodern ini. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif deskriptif dengan pendekatan studi kepustakaan. Mengana-lisis data jurnal, buku-buku dan juga melakukan tinjauan teologis dengan mengeksegesis Yesaya 40:11 untuk mendapatkan suatu data mengenai informasi-informasi tentang teologi pas-toral guna menjawab tantangan kepemimpinan Kristen masa kini. Penelitian ini telah meng-hasilkan suatu rumusan mengenai teologi pastoral yang masih relevan menjawab tantangan zaman termasuk era postmodern ini. Teologi pastoral harus di dasarkan pada kebenaran absolut Alkitab, di mana telaah melalui eksegesis tekstual Yesaya 40:11 menghasilkan triperan peng-gembalaan yang merupakan satu kesatuan yang harus dikerjakan bersama-sama; Gembala, Pemimpin, dan Manejerial.
Phanny Tandy Kakauhe, Fransiskus Irwan Widjaja
Diegesis: Jurnal Teologi Kharismatika, Volume 3, pp 82-90; https://doi.org/10.53547/diegesis.v3i2.81

Abstract:
Pentecostal-Charismatic Leadership has often drawn criticism from controversy, and many have negative nuances. However, this leadership has dynamic strength which its character, and it must be realized by many parties. The purpose of the discussion in this article is to show the characteristics of Pentecostal-Charismatic leadership through the modeling shown by Daniel. With a qualitative approach and using a descriptive interpretive analysis method in the passage of Daniel 6: 4, the result is that Daniel's charismatic leadership is indicated by the phrase "extraordinary spirit". In conclusion, Pentecostal-Charismatic leadership must be characterized by the work or manifestation of the Holy Spirit within the leader, so as to make the leader have an extraordinary spirit, as the quality or value of his leadership. Abstrak Kepemimpinan Pentakosta-Karismatik seringkali menuai kritik kontroversi, dan tidak sedikit yang bernuansa negatif. Namun demikian kepemimpinan ini memiliki kekuatan yang dinamis yang menjadi karakteristiknya, dan harus disadari oleh banyak pihak. Tujuan pembahasan da-lam artikel ini adalah untuk menunjukkan karakteristik kepemimpinan Pentakosta-Karismatik yang melalui permodelan yang ditunjukkan oleh Daniel. Dengan pendekatan kualitatif dan menggunakan metode deskriptif analisis interpretatif pada nas Daniel 6:4, maka diperoleh hasil bahwa kepemimpinan karismatik Daniel ditunjukkan oleh frasa “roh yang luar biasa”. Kesim-pulannya, kepemimpinan Pentakostal-Karismatik haruslah dikarakterisasi oleh pekerjaan atau manifestasi Roh Kudus dalam diri pemimpinnya, sehingga membuat pemimpin tersebut memili-ki roh yang luar biasa, sebagai kualitas atau nilai kepemimpinannya.
Hasiholan Sihaloho, Martina Novalina
Diegesis: Jurnal Teologi Kharismatika, Volume 3, pp 71-81; https://doi.org/10.53547/diegesis.v3i2.79

Abstract:
The world is currently faced with a serious problem that determines the survival of humankind and the universe, namely the environmental crisis. The crisis can be caused by two factors: environmental factors or human factors. Various perspectives are used to be able to find the root of the problem, including religion in it. In Christianity, issues related to this are discussed in eco-theology. This article intends to examine eco-theology based on the creation story. The method used is qualitative research, where the description of the phenomena found is used as a background to the problem, which will then be discussed in depth through biblical literature studies from books, journals, and other sources related to the topic of discussion. The result is that chaos is a reality rejected by Allah. The presence of Christians must bring order to the natural surroundings. This will show the authenticity of the Christian faith. Obedience to the mandate of creation is a form of human responsibility at the end of time. Those who are obedient will enjoy God's Kingdom, both now and in the future. Abstrak Dunia saat ini sedang diperhadapkan pada satu persoalan serius yang menentukan keberlangsungan hidup umat manusia dan alam semesta, yakni krisis lingkungan. Krisis tersebut dapat disebabkan oleh dua faktor: faktor lingkungan atau faktor manusia. Berbagai perspektif digunakan untuk bisa mencari akar permasalahannya, termasuk agama di dalamnya. Dalam kekristenan, permasalahan yang berkaitan dengan hal ini dibahas dalam eco-theology. Artikel ini hendak meneliti tentang eco-theology berdasarkan kisah penciptaan. Metode yang digunakan adalah penelitian kualitatif, dimana pemaparan akan fenomena yang ditemukan dijadikan sebagai latar belakang masalah, yang kemudian akan dibahas secara mendalam melalui kajian literatur secara biblika dari buku-buku, jurnal, maupun sumber-sumber lain yang berkaitan dengan topik bahasan. Hasil yang didapat adalah bahwa kekacau balauan adalah realitas yang ditolak oleh Allah. Kehadiran orang Kristen harus menimbulkan keteraturan pada alam sekitarnya. Hal inilah yang akan menunjukkan kesejatian iman Kristen. Ketaatan akan mandat penciptaan merupakan wujud pertanggungan jawab manusia di akhir zaman nanti. Mereka yang taat akan menikmati Kerajaan Allah, baik sekarang maupun yang akan datang.
Katrina So’Langi’, Fibry Jati Nugoho, Yusup Rogo Yuono, Chlaodhius Budhianto, Daryanto Daryanto
Diegesis: Jurnal Teologi Kharismatika, Volume 4, pp 40-51; https://doi.org/10.53547/diegesis.v4i1.54

Abstract:
This research discusses Lesbian Gay Bisexual Transgender and pastoral services carried out by the church in helping people to know God's Love. In this study, the author examines pastoral care to deal with lesbian gay bisexual transgender in the Jemaat Kristen Indonesia Oikos Pelangi Kasih church. With descriptive qualitative research method using literature review and field data. Perform well the function guiding, supporting function, healing function, restoring function and maintenance function will really help the lesbian gay bisexual transgender people to experience recovery and know the truth of God’s word.  Abstrak Penelitian ini membahas seputar Lesbian, Gay, Bisex, Transgender dan pelayanan pastoral yang dilakukan oleh gereja dalam menolong orang-orang untuk mengalami kasih Tuhan. Pada pene-litian ini, penulis meneliti tentang pelayanan pastoral untuk menangani kaum lesbian, gay, bisex, transgender di Gereja Jemaat Kristen Indonesia Oikos Pelangi Kasih. Dengan metode penelitian kualitatif deskriptif menggunakan kajian pustaka dan data lapangan. Melakukan dengan baik fungsi membimbing, fungsi menopang, fungsi menyembuhkan, fungsi memulikan dan fungsi memelihara akan sangat membantu kaum lesbian gay bisex dan transgender untuk mengalami pemulihan dan mengenalkan kebenaran firman Tuhan
Yohanes Joko Saptono
Diegesis: Jurnal Teologi Kharismatika, Volume 2, pp 12-24; https://doi.org/10.53547/diegesis.v2i1.46

Abstract:
Evangelism is one of the key factors of church growth. A church’s recognition of the importance of evangelization always brings about an impact on the growth of a church; to its life and works. Accordingly, churches who recognize evangelization as crucial to their growth would consequently transform it into their personal, communal, and institutional priorities: Evangelization would be addressed seriously; all resources would be directed towards it; and all approaches, strategies, methods, and various types and scope of techniques would be employed to draw people to Christ. It was evident that any motivation and even the faintest competence can be used by God to bring many people to Christ, as long as they are directed to glorify the name of God. Furthermore, as a result of evangelization, the biological growth of churches occurs, either through relocation of church members or due to the conversion of souls at all times and places. In the same manner, churches grow in quality, quantity, in its complexities of evangelization, and are continuously renewed by the gospel, as well as experiencing unceasing growth. Evangelism is indeed the key feature of a church’s growth. Likewise, from the historical-theological perspective, evangelism also has a great impact on the growth of the church. The ups and downs of evangelism carried out by the church have therefore been an indicator of the church’s growth. The paper finally argues that without evangelization, the growth of a church will not transpire, and ultimately, churches who grow are churches who evangelize. Abstrak Penginjilan merupakan salah satu faktor penentu pertumbuhan gereja. Kesadaran akan hal ini membuat gereja memahami perlunya penginjilan dalam segala aspek kehidupan dan karyanya. Sehingga penginjilan menjadi prioritasnya baik secara personal, komunal maupun institusional. Penginjilan akan ditangani dengan sangat serius. Segala sumber daya yang dimiliki akan diarahkan untuk penginjilan. Mereka akan menggunakan berbagai macam pendekatan, strategi, metode dan tehnik penginjilan dengan aneka ragam bentuk dan ruang lingkupnya. Motivasi apapun dan kompetensi yang lemah sekalipun, bisa dipakai Tuhan untuk membawa banyak orang kepada Kristus. Pertumbuhan gereja secara biologis atau karena perpindahan anggota gereja atau karena pertobatan jiwa-jiwa baru terjadi pada segala waktu dan tempat. Pertumbuhan gereja secara kualitas, kuantitas maupun kompleksitas organisasinya merupakan hasil dari penginjilan yang dilakukannya. Gereja senantiasa diperbaharui oleh Injil dan oleh karenanya gereja senantiasa mengalami pertumbuhan.Penginjilan adalah kunci pertumbuhan gereja. Dalam perspektif historis-teologis, penginjilan mempunyai pengaruh yang besar bagi pertumbuhan gereja. Oleh karena itu, tinggi rendahnya penginjilan yang dilakukan gereja selalu menjadi indikator bertumbuh tidaknya gereja. Sebab penginjilan akan mendorong pertumbuhan gereja. Sedangkan gereja yang bertumbuh tentu akan melakukan penginjilan.
Evans Dusep Dongoran
Diegesis: Jurnal Teologi Kharismatika, Volume 4, pp 21-29; https://doi.org/10.53547/diegesis.v4i1.87

Abstract:
Pluralism is a reality that cannot be ignored by the Indonesian people. Pluralism requires everyone to be able to open up and think positively to create a pluralist sense of togetherness and have an attitude of helping each other, especially in the current Covid-19 pandemic situation that has hit the world, including Indonesia. The church is called to be able to carry out social tasks during a crowded society during this Covid-19 pandemic. The purpose of this paper is to implement the Church's social work in pluralism during the Covid-19 pandemic. This writing uses qualitative methods in data and text analysis, namely paying attention to the symptoms that arise as a result of the covid-19 pandemic; poverty and deprivation so that the Church is involved in social problems to take part in helping and assisting others regardless of ethnic and religious differences by explaining the theological basis in building a pluralist togetherness from the foremost law, the example of Jesus' life and God's love for all human beings. Abstrak Kemajemukan merupakan kenyataan yang tidak dapat diabaikan bangsa Indonesia. Kemajemukan menuntut setiap orang untuk dapat membuka diri dan berpikiran positif agar terciptanya rasa kebersamaan yang pluralis serta memiliki sikap saling tolong menolong, terlebih dalam situasi pandemi Covid-19 saat ini yang melanda dunia termasuk Indonesia. Gereja terpanggil untuk dapat melakukan tugas sosial ditengah masyarakat yang mejemuk pada masa pendemik Covid-19 ini. Tujuan penulisan ini adalah untuk mengimplementasikan tugas sosial Gereja dalam kemajemukkan pada masa pandemic Covid-19. Penulisan ini menggunakan metode kualitatif dalam analisis data dan teks yakni memperhatikan gejala yang timbul akibat dari pandemi Covid-19; kemiskinan dan kekurangan agar Gereja terlibat permasalahan sosial untuk ambil bagian dalam menolong dan membantu orang lain tanpa melihat perbedaan suku dan agama dengan memaparkan dasar teologis dalam membangun kebersamaan yang pluralis dari hukum yang terutama, teladan hidup Yesus dan kasih Allah terhadap semua manusia.
Maria Setiarini,
Diegesis: Jurnal Teologi Kharismatika, Volume 4, pp 10-20; https://doi.org/10.53547/diegesis.v4i1.90

Abstract:
This paper is intended to describe the psychological dynamics of adolescents living in orphanages. How are the psychological dynamics of adolescents in living their adolescence without direct guidance and affection from their parents. This study uses a qualitative approach with phenomenological methods. From the results of this study, it was concluded that there were significant differences in the psychological dynamics of adolescents living in orphanages because they had to be entrusted by parents with adolescents living in an orphanage because of their own desires. Psychologically, adolescents who are forced to live in orphanages tend to close themselves off from their environment. Meanwhile, adolescents who live in homes because of their own desires, they tend to be more open to their environment. In addition, the age factor when they enter the orphanage environment also affects their psychological dynamics. Those who enter the orphanage when they are children tend to be more adaptable. Conversely, those who enter when they are teenagers tend to have more difficulty adapting. Therefore, it is hoped that the management of the orphanage can understand the psychological dynamics of adolescents and their struggles, so that it can help them to live adolescence properly, even without the presence of their biological parents.
Bimo Setyo Utomo
Diegesis: Jurnal Teologi Kharismatika, Volume 3, pp 107-119; https://doi.org/10.53547/diegesis.v3i2.78

Abstract:
In His time on earth, Jesus Christ introduced, taught, and practiced a model of leadership that had excellence. For Jesus, a leader is a servant, so leadership is the same as a ministry, not power. This research will examine the characteristics of the servant leadership of Jesus according to Philippians 2: 5-8. According to researchers, the analysis of the text of Philippians 2: 5-8 is very precise because the context in the Philippians at that time was a threat of enmity and division. This is the background of the writing of Philippians, especially Philippians chapter 2 where Paul wanted them to remain united and humble themselves like Christ. Because by not being selfish, humble, having servant character, and being willing to be led well, it is Paul's hope that the Philippians will remain strong and steadfast. The approach used in this research is qualitative, by applying the descriptive analysis method to the text of Philippians 2: 5-8, which results in three characteristics of the servant leadership of Jesus Christ, namely the willingness to lose rights, the humility of Jesus, and the obedience of Jesus.Abstrak Dalam masa hidup-Nya di bumi, Yesus Kristus memperkenalkan, mengajarkan, dan mempraktikkan sebuah model kepemimpinan yang memiliki keunggulan. Bagi Yesus, pemimpin adalah seorang hamba atau pelayan, sehingga kepemimpinan sama dengan sebuah pelayanan, bukan kekuasaan. Pada penelitian ini akan diteliti karakteristik kepemimpinan hamba dari Yesus menurut Filipi 2:5-8. Menurut peneliti, analisa terhadap teks Filipi 2:5-8 sangat tepat karena konteks dalam jemaat Filipi pada waktu itu terjadi ancaman perseteruan dan perpecahan. Hal ini yang melatarbelakangi penulisan surat Filipi, khususnya Filipi pasal 2 dimana Paulus ingin mereka tetap bersatu dan merendahkan diri seperti Kristus. Sebab dengan tidak saling mementingkan diri sendiri, rendah hati, memiliki karakter hamba, dan bersedia dipimpin dengan baik, maka harapan Paulus, jemaat Filipi ini tetap dapat kuat dan teguh. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif, dengan menerapkan metode deskriptif analisis pada teks Filipi 2:5-8, yang menghasilkan tiga karakteristik dalam kepemimpinan hamba dari Yesus Kristus, yaitu kerelaan untuk kehilangan hak, kerendahan hati Yesus, dan ketaatan Yesus.
Diegesis: Jurnal Teologi Kharismatika, Volume 2, pp 35-38; https://doi.org/10.53547/diegesis.v2i1.50

Abstract:
Mission is an integral part of Christianity. The activities of the western world mission that have sent 164 years of missionaries to the land of Papua have no impact on Papua. The existence of the church of God in the land of Papua also has no impact and significance for the people of Papua. Papua lost its identity as a gospel land. The high level of Islamization, the low level of education, and the high level of poverty makes it necessary for Papua to be helped. Papua is calling as Macedonia calls in the millennium. Abstrak Misi merupakan bagian yang integral dengan agama Kristen. Kegiatan misi dunia barat yang sudah mengutus misionari 164 tahun ke tanah Papua, tidak membaw dampak bagi Papua Keberadaan gereja Tuhan di tanah papua juga tidak membawa dampak dan berarti bagi penduduk papua. Papua kehilangan jati diri sebagai tanah injil. Tingginya islamisasi, rendahnya tingkat pendidikan dan tingginya kemiskinan membuat papua perlu di tolong. Papua sedang memanggil seperti Panggilan Macedonia di jaman millennium.
Diegesis: Jurnal Teologi Kharismatika, Volume 4, pp 30-39; https://doi.org/10.53547/diegesis.v4i1.94

Abstract:
The understanding of speaking in tongues as self-edifying is, actually, not only to be practised in the context of communal worship in the church but also can be undertaken in the context of social and secular life. In life relating socially and responding to life, situations require the ability to act in emotional maturity. This study aims to show the functions and benefits of speaking in tongues that can be practised for edifying spiritual maturity. By using the descriptive method of interpretive analysis on 1 Corinthians 14:4, it is found that the use of the Greek word oikodomeo in the text can be interpreted to edify oneself positively, through thinking and acting in maturity. In conclusion, speaking in tongues can be practised to edify emotion intelligently, so that believers can respond the life situations in an elegant and proportionate way. Abstrak Pemahaman bahasa roh untuk membangun diri sendiri sejatinya tidak monoton dipraktikkan da-lam konteks ibadah komunal di gereja semata, melainkan dapat dilakukan juga dalam konteks kehidupan sosial dan sekuler. Dalam berelasi secara sosial dan menyikapi situasi kehidupan dibutuhkan kemampuan bertindak yang dewasa secara emosional. Kajian ini bertujuan untuk menunjukkan fungsi dan manfaat bahasa roh yang dapat dipraktikan dalam rangka membangun kedewasaan rohani seseorang. Dengan menggunakan metode deskriptif analisis interpretatif atas teks 1 Korintus 14:4, didapatkan bahwa penggunaan kata oikodomeo dalam teks tersebut dapat diartikan membangun diri secara positif, melalui kedewasaan berpikir dan bertindak. Kesimpu-lannya, praktik bahasa roh dapat digunakan seseorang untuk membangun emosionalnya secara cerdas, agar dapat menyikapi situasi kehidupan secara elegan dan proporsional.
Ceria Ceria, Robert Octavianus, Sudiadi Siregar, Almart Yosfri Simamora
Diegesis: Jurnal Teologi Kharismatika, Volume 4, pp 1-9; https://doi.org/10.53547/diegesis.v4i1.86

Abstract:
Every pastor must have principles in carrying out his ministry as the main guide in acting and thinking in carrying out his ministry duties. The pattern of life and character of a pastor in carrying out pastoral ministry greatly affects the life of the congregation, therefore it is necessary to understand how the principles of pastoral care and also the pattern in their application in the ministry itself The use of 1 Peter 5-1:5 is not without reason, this is because there are pastors who are not fully aware of the duties and responsibilities associated with the position as pastor of the congregation, and this is what encourages the author to compile and explore what the Bible says about the principles of shepherding in 1 Peter 5:1-5 and how these principles can be applied in service today. Research method, the author uses a qualitative research method approach to descriptive analysis, with an exposition approach to the text of 1 Peter 5:1-5, namely: first, the shepherd has the responsibility to feed his sheep, serve not because forced and looking for personal gain, and placing oneself as a servant, namely serving the congregation and having a willingness to serve unconditionally and being willing to sacrifice in carrying out services for the benefit of the congregation. Abstrak Setiap gembala harus memiliki prinsip pelayanan sebagai pedoman bertindak dan berpikir da-lam melakukan tugas pelayanannya. Pola hidup dan karakter seorang gembala dalam menjalan-kan pelayanan Pastoral mempengaruhi kehidupan jemaat. Oleh sebab itu sangat diperlukan pe-mahaman tentang prinsip-prinsip pengembalaan. Penggunaan 1 Petrus 5-1:5 bukanlah tanpa ala-san, penulis untuk menyusun dan menggali apa kata Alkitab tentang bagaimana prinsip-prinsip penggembalaan dalam surat 1 Petrus 5:1-5, dan bagaimana prinsip tersebut dapat diterapkan da-lam pelayanan saat ini. Metode penelitian, penulis menggunakan pendekatan metode penelitian kualitatif analisis deskriptif, dengan pendekatan eksposisi pada teks 1 Petrus 5:1-5. Yakni, gem-bala menyadari tanggung jawabnya dalam memberi makan dombanya serta melayani bukan karna terpaksa dan mau menempatkan diri sebagai seorang hamba yaitu melayani jemaat serta memiliki kerelaan hati untuk mengabdi tanpa pamrih dan rela berkorban dalam melakukan pelayanan-pelayanan demi kepentingan jemaatnya.
Purim Marbun
Diegesis: Jurnal Teologi Kharismatika, Volume 3, pp 26-43; https://doi.org/10.53547/diegesis.v3i1.64

Abstract:
This writing is motivated by the problem of the lack of church members who use the house as a place of spiritual formation. This is due to the lack of family skills in carrying out coaching tasks both practically and theologically. Another problem is that many coaching programs are centered in the church, thus consuming family time. During the Covid-19 Pandemic, it was necessary to attend church from home in accordance with government recommendations. By using a qualitative approach, and using a descriptive analysis study research method, accompanied by a descriptive analysis study it was found that the house can be used as a place for the formation of church members. Optimization of the house as a place for fostering church members is done by expanding the dimensions of the function of the house that is not only a place to live but as a place to educate, a place of worship and the ongoing community of faith. Abstrak Tulisan ini dilatarbelakangi adanya masalah minimnya warga gereja yang memanfaatkan rumah sebagai tempat pembinaan rohani. Hal ini disebabkan kurangnya ketrampilan keluarga melakukan tugas-tugas pembinaan baik secara praktis maupun teologis. Masalah yang lain adalah banyaknya program pembinaan yang berpusat di gereja, sehingga menyita waktu keluarga. Dalam masa Pandemi Covid-19, mengharuskan bergereja dari rumah sesuai dengan anjuran pemerintah. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif, dan memakai metode penelitian studi deskriptif analisis, disertai dengan kajian analisis deskriptif didapati bahwa rumah dapat dijadikan sebagai tempat pembinaan warga gereja. Optimaliasasi rumah sebagai tempat pembinaan warga gereja, dilakukan dengan cara memperluas dimensi fungsi rumah yang bukan saja sebagai tempat tinggal, melainkan sebagai tempat mendidik, tempat beribadah dan berlangsungnya komunitas iman.
Hendra Syahputra, Susilo Susanto
Diegesis: Jurnal Teologi Kharismatika, Volume 4, pp 88-98; https://doi.org/10.53547/diegesis.v4i2.133

Abstract:
The background of this journal is the victim children of marriage disharmony that made their cognitive development not optimal in communication and actualization even can lead to being a false personality. This journal has the purpose to make a model of Cognitive Behavior Therapy based on the Bible and to see the implementation of Cognitive Behavior Therapy based on the Bible to depression children in River Life Community Binh Duong, Vietnam. Use qualitative method by literature study, observation, and interview for data collection and analysis. This journal succeeds to model an approach to Cognitive Behavior Therapy based on Bible and has a proven implementation in the River Life Community to change the lives of many depressed children to be confident and faithful children.Abstrak Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kondisi anak yang sering menjadi korban ketidakharmonisan rumah tangga, yang mengakibatkan pertumbuhan kognitif seorang anak tidak optimal dalam berkomunikasi dan mengaktualisasikan permikiran bahkan dapat menjadi pribadi yang putus asa. Penelitian ini bertujuan membentuk model pendekatan konseling perilaku kognitif berbasis Alkitab dan mengetahui implementasi pendekatan konseling perilaku kognitif berbasis Alkitab terhadap anak yang mengalami keputusasaan hidup di River Life Community,Binh Duong, Vietnam. Penelitian dilakukan secara kualitatif berdasarkan kepustakaan, observasi, dan wawancara. Hasil penelitan memberikan bentuk model konseling dengan pendekatan perilaku kognitif berbasis Alkitab dan keberhasilan pemanfaatan konseling dengan pendekatan perilaku kognitif berbasis Alkitab di River Life Community dalam mengubah keputusasaan anak menjadi anak yang berpengharapan dan percaya diri.
Alexander Djuang Papay, Ferdinandes Petrus Bunthu, Francois Pieter Tomasoa
Diegesis: Jurnal Teologi Kharismatika, Volume 3, pp 44-58; https://doi.org/10.53547/diegesis.v3i1.65

Abstract:
This paper is an insight into the revitalization of Christian mission in dealing with secularism in Catholic and Prostestant churches in the Netherlands. Analysis from various collective sources as a consideration to find out how much degradation of the Christian Faith is caused by the influence of secularism and on the other hand also to find out how much influence from the church that still remains. The research used is qualitative descriptive with a literature review, the authors sought the results of this study are expected to help the church to be able to revitalize the Christian mission of secularism in the younger generation, schools within the church environment, evangelism, and contextualization so that the church is expected to return to its heyday. ABSTRAK Paper ini sebagai wawasan tentang revitalisasi misi Kristen dalam menghadapi sekulerisme di gereja-gereja Katolik dan Prostestan di Nederland. Analisis dari berbagai sumber kolektif sebagai pertimbangan untuk mengetahui seberapa besar degradasi Iman Kristen disebabkan oleh sekulerisme dan disisi lain juga untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dari gereja yang masih tersisa. Penelitian yang digunakan adalah deskritif kualitatif dengan tinjauan pustaka. Penulis berupaya hasil penelitian ini diharapkan membantu pihak gereja untuk dapat revitalisasi misi Kristen terhadap sekulerisme di generasi muda, sekolah dilingkungan gereja, penginjilan, dan kontekstualisasi sehingga diharapkan gereja kembali mengalami zaman kejayaanya.
Jefrie Walean, Rudi Walean
Diegesis: Jurnal Teologi Kharismatika, Volume 4, pp 76-87; https://doi.org/10.53547/diegesis.v4i2.140

Abstract:
The phrase “love is strong as death” in the text of the Song of Solomon 8:1-14 gives the impression of sensuality and vulgarism. The impression is a metaphor for the relationship in marriage. The method that will be used is through a descriptive qualitative approach followed by a thematic analysis using a literal perspective that pays attention to hermeneutic rules. This study concludes that chapter 8:1-14 comprehensively states that the power of true love is like a seal that claims ownership and figuratively describes the intimate relationship between God and the Israelites. This sensual narrative becomes a metaphor for the bond of Christian marriage. Abstrak Frasa “cinta kuat seperti maut” dalam teks Kidung Agung 8:1-14 memberikan kesan sensualitas dan vulgarisme. Kesan itu sebagai mentafora relasi dalam penikahan. Tujuan kajian ini adalah untuk menunjukkan makna reflektif secara teologis nas Kidung Agung tersebut dalam konteks relasi pernikahan Kristen. Metode yang digunakan adalah deskriptif interpretatif dengan memperhatikan kaidah hermeneutik. Penelitian ini menyimpulkan bahwa secara komprehensif pasal 8:1-14 menyatakan kekuatan cinta sejati bagaikan meterai yang mengklaim kepemilikan, serta kiasan keintiman hubungan antara Allah dengan umat Israel. Narasi sensual ini menjadi metafora bagi ikatan pernikahan Kristen.
Samuel Elia, Ferry Simanjuntak
Diegesis: Jurnal Teologi Kharismatika, Volume 4, pp 63-75; https://doi.org/10.53547/diegesis.v4i2.84

Abstract:
There has been so much discussion about Divorce among Christians with various theological backgrounds, but for the lay congregation, there is still confusion about the attitude of the Church in general. Of course, this has a less than the optimal effect on the spiritual formation of the church. This may happen because of the lack of understanding Christians about how Christian ethical values can be applied in divorce cases. Moreover, it was added with the uncertainty of some church parties in taking their stand. This paper tries to explain in a simple way about Divorce with all its details, causes, and consequences. This paper also discusses why the church needs to take a stand and show it clearly to the congregation to avoid congregational confusion. This research was made using descriptive qualitative research methods through literature studies. Conclusions are generally drawn based on the inductive method. Abstrak Sudah begitu banyak pembahasan mengenai Perceraian di kalangan Kristen dengan berbagai latar Teologi, namun bagi kalangan jemaat awam masih terasa adanya kebingungan mengenai sikap Gereja pada umumya. Tentu saja hal ini memberikan pengaruh kurang optimal dalam pembinaan rohani jemaat. Hal ini mungkin terjadi karena begitu minimnya pemahaman orang-orang Kristen mengenai bagaimana nilai-nilai Etika Kristen dapat diterapkan dalam kasus perceraian. Apalagi ditambah dengan kegamangan beberapa pihak gereja dalam mengambil sikap. Tulisan ini mencoba mengulas secara sederhana mengenai Perceraian dengan segala seluk beluknya, penyebab dan akibat yang ditimbulkan. Tulisan ini juga menbahas mengenai mengapa gereja perlu mengambil sikap dan menunjukkannya secara jelas kepada jemaat agar menghindarkan kebingungan jemaat. Penelitian ini dibuat menggunakan metode penelitian kualitatif desktriptif melalui studi literatur. Kesimpulan secara umum diambil berdasarkan metode induktif.
Fredy Simanjuntak
Diegesis: Jurnal Teologi Kharismatika, Volume 2, pp 1-11; https://doi.org/10.53547/diegesis.v2i1.48

Abstract:
Lately the topic of "grace" has also become a discussion and debate which is being discussed in the church environment. The term is also commonly called "modern grace" or "grace reform". The term is used by a number of teachers or characters in explaining their theological understanding of grace which they consider to be a new revelation of grace. The teaching of the gospel of grace does not refer to a particular church, but rather to theological teaching or understanding that is spreading very quickly to various churches throughout the world. There are some figures who write a number of books in their books describing the gospel teaching of grace, some of which are well-known and influential are Paul Ellis, Joseph Prince, Steve McVey, Clark Whitten and other gospel instructors of grace. Joseph Prince cannot be denied as one of these "grace" teachers who also influences the views of Christians in Singapore, America and Indonesia. Abstrak Belakangan ini topik mengenai “anugerah” (grace) juga menjadi diskusi dan perdebatan yang marak dibicarakan di lingkungan gereja. Istilahnya biasa juga disebut “kasih karunia modern” atau “Reformasi kasih karunia”. Istilah tersebut digunakan oleh sejumlah pengajar atau tokoh dalam menjelaskan pemahaman teologi mereka mengenai kasih karunia yang mereka anggap sebagai pewahyuan baru mengenai kasih karunia. Pengajaran tentang injil kasih karunia bukan merujuk kepada suatu gereja tertentu, tetapi lebih kepada pengajaran atau pemahaman teologi yang sedang merebak dengan sangat cepat ke berbagai gereja di seluruh dunia. Ada beberapa tokoh yang menulis sejumlah buku yang di dalam buku mereka menjelaskan pengajaran injil kasih karunia, beberapa diantaranya yang terkenal dan berpengaruh adalah Paul Ellis, Joseph Prince, Steve McVey, Clark Whitten dan pengajar injil kasih karunia lainnya. Tidak dapat disangkal Joseph Prince sebagai salah satu pengajar “anugerah” ini yang juga mempengaruhi pandangan orang-orang Kristen di Singapura, Amerika dan Indonesia.
Fredy Simanjuntak, Eko Prasetyo, Rita Evimalinda
Diegesis: Jurnal Teologi Kharismatika, Volume 2, pp 53-59; https://doi.org/10.53547/diegesis.v2i2.52

Abstract:
The Practical Jesus Interpreted the ToraThe central position of the Torah in the Gospels needs to be understood from the way Jesus taught the Torah and the results for establishing the purpose of the Torah. Starting from the response of the scribes or Pharisees interpreted the existence of contradictions in Jesus' ministry regarding the violation of the Torah. Without knowing the context, we cannot know the current debate between Jesus and the scribes and Pharisees. This paper aims to analyze and describe Jesus' actions not as violations but rather than reinterpreting the true Torah. Abstrak Posisi sentral Torah dalam Injil perlu dipahami dari cara Yesus mengajarkan Taurat dan hasil untuk menetapkan maksud Taurat. Bertolak dari tanggapan para ahli taurat atau orang farisi memaknai adanya kontradiksi dalam pelayanan Yesus mengenai pelanggaran Torah. Tanpa mengetahui konteksnya, kita tidak bisa mengetahui perdebatan yang terjadi pada saat itu antara Yesus dengan para ahli taurat dan orang farisi. Tulisan ini Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis dan menggambarkan aksi Yesus bukan sebagai pelanggaran tetapi lebih dari kepada menafsir ulang Torah secara utuh.
Yonatan Alex Arifianto, Asih Rachmani Endang Sumiwi
Diegesis: Jurnal Teologi Kharismatika, Volume 3, pp 1-12; https://doi.org/10.53547/diegesis.v3i1.56

Abstract:
Christian faith recognizes the existence of the Holy Spirit as the divine person promised by Jesus. But not all Christians experience the involvement of the Holy Spirit in their lives. Whereas a person who is led by the Holy Spirit will experience spiritual growth, so that he lives according to God's truth and his life bears witness. This study aims to answer the question, what is the role of the Holy Spirit in the lives of believers in leading to all truth? This research is a library research using descriptive analysis method, with the Bible as the main source and support of reliable literature. The conclusion of this research is, first, the Holy Spirit makes the person he leads free from sin and intimidation from the evil one. Second, the Holy Spirit gives wisdom and understanding to know Jesus and live it at every step of the life journey. Third, the Holy Spirit leads to the whole truth of God, so that the person he guides avoids deception.
Aldrin Purnomo, Yudhy Sanjaya
Diegesis: Jurnal Teologi Kharismatika, Volume 3, pp 91-106; https://doi.org/10.53547/diegesis.v3i2.83

Abstract:
Indonesia has begun to enter the Industrial 4.0 era. Preparation of resources must be started early to face this implementation. The adoption of Industry 4.0 causes significant changes in technology, ways of thinking, and social and economic structures. These changes will certainly affect the church in its main task of carrying out God's mission in Indonesia. The church must prepare from now on and not wait for the implementation of Industry 4.0 to affect the church. The purpose of this paper is to provide an understanding of the challenges that occur and the transformation strategies that need to be applied by the church. The transformation carried out will enable the church to read and act accordingly when the Industrial 4.0 era is fully implemented (fast and agile capability). This study uses a narrative analysis method by looking at the challenges faced and implementing the right strategy from a complete perspective. As a result, God's mission remains the same but with the right strategy so that it can be applied in carrying out missions in the era of the Industrial Revolution 4.0.Abstrak Indonesia mulai memasuki era Industri 4.0. Persiapan sumber daya harus dimulai semenjak dini untuk menghadapi penerapan ini. Penerapan Industri 4.0 menyebabkan terjadinya perubahan dalam teknologi, cara berpikir, serta struktur sosial dan ekonomi yang signifikan. Perubahan tersebut dipastikan akan mempengaruhi gereja dalam tugas utamanya menjalankan misi Allah di Indonesia. Gereja harus mempersiapkan diri semenjak sekarang dan tidak menunggu penerapan Industri 4.0 akan mempengaruhi gereja. Tujuan tulisan ini memberikan pemahaman tantangan yang terjadi dan strategi transformasi yang perlu diterapkan oleh gereja. Transformasi yang dilakukan akan menjadikan gereja mampu membaca dan bertindak menyesuaikan diri di saat era Industri 4.0 diterapkan secara penuh (fast and agile capability). Penelitian ini menggunakan metode analisis naratif dengan melihat tantangan yang dihadapi dan penerapan strategi yang tepat dari sudut pandang yang utuh. Hasilnya, misi Allah tetap sama namun dengan strategi yang tepat sehingga dapat diterapkan dalam melakukan misi di era revolusi Industri 4.0.
Fery Rondonuwu, Yanto Paulus Hermanto
Diegesis: Jurnal Teologi Kharismatika, Volume 4, pp 99-109; https://doi.org/10.53547/diegesis.v4i2.136

Abstract:
God's love for the world is the basis for the commandment to make every nation a disciple of Christ. This was emphasized by Christ when He said, “Make disciples of all nations.” The Boti tribe in NTT is part of the target of God's love. They must hear the gospel that will save. The formulation of the problem is what must be done by the evangelist to be able to carry out this great command, especially to the Boti tribe in NTT. The method to answer this problem formulation is to use a qualitative approach by collecting several journals, books, and Bible verses related to the formulation of the problem, especially the Apostle Paul's evangelistic approach, then look for similarities that allow answering this research problem. Contextual evangelism by using elements of local culture is the answer to evangelizing the Boti tribe, thus the gospel can be accepted and transform the lives of the Boti tribe. Abstrak Kasih Allah kepada dunia menjadi dasar perintah untuk menjadikan setiap bangsa murid Kristus. Hal ini ditegaskan oleh Yesus ketika Ia berkata, “Jadikanlah semua bangsa murid-Ku.” Suku Boti di NTT adalah bagian dari sasaran kasih Allah. Mereka harus mendengar Injil yang akan menyelamatkan. Rumusan masalahnya adalah, apakah yang harus dilakukan oleh pem-berita Injil untuk dapat melaksanakan perintah agung ini, khususnya kepada suku Boti di NTT. Metode untuk menjawab rumusan masalah ini adalah menggunakan pendekatan kualitatif dengan cara mengumpulkan beberapa data literatur melalui jurnal, buku, dan nas Alkitab yang berkaitan dengan rumusan masalah, khususnya pendekatan penginjilan Rasul Paulus, kemudian mencari kesamaannya yang memungkinkan bisa menjawab masalah penelitian ini. Penginjilan kontekstual dengan menggunakan elemen-elemen budaya setempat menjadi jawaban untuk melakukan penginjilan kepada kepada suku Boti, dengan demikian Injil dapat diterima dan mentransformasi kehidupan suku Boti.
Christar A. Rumbay
Diegesis: Jurnal Teologi Kharismatika, Volume 2, pp 66-75; https://doi.org/10.53547/diegesis.v2i2.55

Abstract:
Christology testifies notions in several Christian dogmatic. The ethics of the crucifixion of Christ, however, receive less attention. Consequently, the intention to share the knowledge of Christ in the cross being limited as it occupies theological reflection intensively. This article attempts to delve into the unseen ethics nature of the event of redemption, hospitality. Its characters are portrayed in several events in the scripture but rarely evaluated from the eye of Christology, especially speaking, the redemption of Christ in the cross. The intention of this treatise is; to explore the nature of hospitality in the display of cross that could be offered a new perspective to the theological environment and help the reader to see unseen knowledge.
Eduward Purba
Diegesis: Jurnal Teologi Kharismatika, Volume 2, pp 91-99; https://doi.org/10.53547/diegesis.v2i2.60

Abstract:
Gnostics are synchronic character ideas from a variety of Hellenistic types of beliefs and philosophies that try to influence early Christian salvation theology. The infiltration effort has opportunities because of: the cultural context of the missionary and recipient of the gospel, the decline of the Church of Jewish background, the emergence of Jewish Diaspora, the use of Hellenic terms in the New Testament and by the Early Church. This research is qualitative research literature. Researchers collected data by determining the qualifications of Gnostic library sources, both from Gnostic sources themselves and from Christian theologians. The steps taken are recording findings, combining all findings, both theories or new findings of Gnostic soteriology, analyzing findings, and finally criticizing Gnostic ideas. The results found that gnosis was the first condition in Gnostic soteriology that produced catharsis as a way of releasing divine sparks from the body with variations in business such as fasting, monasticism, torturing oneself until the legalization of murder. So, in the Gnostic idea, the principle of traditional Christian salvation has no place at all. In conclusion, ownership of gnosis by understanding the importance of releasing the spirit or divine spark from the body is a major condition in Gnostic soteriology. On this basis, the early Church rejected this gnostic idea because it was considered very speculative and heretical. Abstrak Gnostik merupakan gagasan berkarakter sinkritis dari variasi tipe keyakinan dan filsafat Helenistik yang berusaha memengaruhi teologi keselamatan Kristen perdana. Usaha infiltrasi memiliki peluang karena konteks budaya pekabar dan penerima Injil, kemunduran jemaat berlatarbelakang Yahudi, kemunculan Yahudi diaspora, penggunaan istilah-istilah Helenis da-lam Perjanjian Baru dan oleh gereja perdana. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif literatur. Peneliti mengumpulkan data dengan menentukan kualifikasi sumber pustaka Gnostik, baik dari sumber Gnostik sendiri dan dari teolog Kristen. Langkah yang dilakukan yaitu men-catat temuan, memadukan segala temuan, baik teori atau temuan baru tentang soteriologi Gnostik, menganalisis temuan, terakhir mengkritisi gagasan Gnostik. Hasil yang ditemukan bahwa gnosis syarat pertama dalam soteriologi Gnostik yang menghasilkan katarsis sebagai cara melepaskan percikan ilahi dari tubuh dengan variasi usaha seperti puasa, monastik, menyiksa diri sampai legalisasi pembunuhan. Sehingga dalam gagasan Gnostik, prinsip keselamatan Kristen tradisional tidak memiliki tempat sama sekali. Kesimpulannya, bahwa kepemilikan gnosis dengan memahami pentingnya melepaskan roh atau percikan Ilahi dari tubuh merupakan syarat utama dalam soteriologi Gnostik. Atas dasar ini gereja perdana menolak gagasan Gnostik ini karena dianggap sangat spekulatif dan sesat.
Noh Ibrahim Boiliu, Irfan Feriando Simanjuntak
Diegesis: Jurnal Teologi Kharismatika, Volume 2, pp 60-65; https://doi.org/10.53547/diegesis.v2i2.53

Abstract:
This paper aims to describe the religion of the Israelite ancestors. The problem discussed in this paper is which God the Israelite ancestors worshiped. The approach is to analyze several sources of the Old Testament relating to Israelite religion. Even though the three Semitic religions of Judaism, Christianity and Islam worship the same God "El/ Allah", that does not mean that all three teachings are the same. The teachings are different because the beliefs of the three are based on tradition and the scriptures (which are considered each as a revelation) are different about the same 'El / Allah'. Abstrak Tulisan ini bertujuan untuk mendeskripsikan religi para bapak leluhur Israel. Masalah yang dibahas dalam tulisan ini adalah Tuhan manakah yang disembah para bapak leluhur Israel. Pendekatannya adalah menganalisis beberapa sumber Perjanjian Lama berkaitan dengan agama Israel. Sekalipun ketiga agama Semitik Yahudi, Kristen dan Islam menyembah Tuhan El/Allah yang sama, itu tidak berarti bahwa semua pengajaran/aqidah ketiganya sama. Pengajaran/aqidah berbeda karena kepercayaan ketiganya didasarkan tradisi dan kitab suci (yang dianggap masing-masing sebagai wahyu) berbeda mengenai El/Allah yang sama itu.
Page of 1
Articles per Page
by
Show export options
  Select all
Back to Top Top