Kajian ‘Urf pada Tradisi Rompak Paga Di Luhak Lima Puluh Kota Sumatera Barat

Abstract
Masyarakat matrilineal Minangkabau adalah komunitas Muslim yang unik di Sumatera Barat. Islam yang kebanyakannya mengusung ide patrilineal bertemu/berhadapan dengan adat Minang yang mengusung ide matrilineal. Pada awal abad ke-19, para peneliti telah memprediksi bahwa komunitas masyarakat matrilineal Minangkabau akan mengalami perubahan mendasar dan bahkan ada yang mengatakan punah seiring perkembangan zaman. Setelah hampir satu abad berlalu, masyarakat matrilineal Minangkabau, meskipun mengalami perubahan dan pergeseran tetapi komunitas itu masih tetap ada di tengah masyarakat dalam tradisi-tradisi matriarkhal yang hidup dan terus berkembang seperti tradisi rompak paga di Luhak Lima Puluh Kota. Dalam tradisi ini, setiap laki-laki dari luar nagari atau luhak yang ingin menikahi perempuan di Luhak Lima Puluh Kota harus membayar sejumlah uang, emas atau benda berharga lain kepada ninik mamak perempuan atas nama adat. Pada satu sisi, adat rompak paga dilaksanakan untuk memelihara eksistensi kuasa/ kewenangan mamak terhadap kemenakan perempuannya di samping mengukuhkan identitas lelaki pendatang di dalam keluarga besar calon isterinya. Pada sisi lain, ‘urf memandang rompak paga itu sebagai tradisi yang hidup dan tidak menyalahi ketentuan syari’at, logis, telah berlangsung sangat lama dan terus-menerus, serta dipraktekkan oleh umumnya masyarakat Luhak Lima Puluh Kota. (The people of matriliny Minangkabau is an unique Muslim community in West Sumatera. Islam carrying the idea of patriliny is facing with Minangkabau custom carrying the idea of matriliny. In the earlier of 19 century, many researchers have predicted that the community of matriliny Minangkabau would be basically changed and even being extinct pass through the new era. More than ten decades passed away, the community of matriliny Minangkabau, although had been changing in several way but still going forward and keeping the traditions of matriarchal which are living and growing such as tradition of rompak paga in Luhak Lima Puluh Kota. In the tradition, every man who comes from out of the nagari or Luhak Lima Puluh Kota and wants to marry a woman in the Luhak has to pay some money, gold or other property to ninik mamak (leader of the clan) of the woman in the name of adat (custom). The tradition of rompak paga is applying to keep the existence of ninik mamak authority to his nieces, beside to strengthen the identity of outsider to the big family of the bride. On the other hand, ‘urf appraised the tradition of rompak paga as a living tradition and not be in contradiction with Islamic sharia, logic and on going continually)