Abstract
Indonesia sebagai negara yang memiliki kearifan lokal dan nilai-nilai luhur bangsasepantasnya diwariskan dari generasi ke generasi. Salah satu cara untuk mewariskannyaadalah dengan mempelajari nilai-nilai yang terkandung di dalam manuskrip kuno.Salah satu manfaat mempelajari manuskrip kuno adalah memetik kearifan danperbandingan antara apa yang telah terjadi di masa lalu dan kenyataan hidup yangdihadapi pada saat ini. Namun sayangnya, karena manuskrip kuno itu adalah artefakbudaya yang langka dan kondisinya yang sudah sangat tua, maka harus ada upaya untukmengalihmediakannya ke dalam bentuk lain, seperti digitalisasi. Karena digitalisasihanya sebatas menyelamatkan kandungan manuskrip kuno itu, juga harus ada usahamengalihmediakanya ke dalam bentuk yang kreatif seperti buku, komik, kartun dan lm agar kandungan manuskrip kuno itu bisa diakses oleh masyarakat banyak.Mengalihmediakan dengan media kreatif kontemporer itu tidak hanya menyelematkannilai-nilai yang dikandungnya, ternyata juga bisa mengembangkan ekonomi kreatif.Namun sayangnya tidak semua orang sepakat dengan mengalihmediakan manuskripkuno sebagai sumber inspirasi untuk pengembangan ekonomi kreatif. Sebagianpihak berpendapat bahwa menarik kebudayaan tinggi (manuskrip kuno) ke ranahindustri kreatif akan mendegradasi nilai-nilai kebudayaan tinggi itu. Pendapat inisetidaknya didengungkan oleh Theodore W Adorno dan Max Horkheimer denganmenggagas Teori Kritis Mazhab Frankfurt. Pendapat lain menyatakan bahwa menarikkebudayaan tinggi ke ranah industri adalah usaha melanggenggakan kebudayaanitu sendiri. Pendapat ini setidaknya dipegang teguh oleh Herbert J Gans, pengamatindustri kebudayaan dari Amerika. Makalah ini bermaksud untuk memaparkansecara mendalam, persoalan apa sebenarnya yang terjadi terhadap manuskripkuno ketika dijadikan sumber inspirasi untuk pengembangan ekonomi kreatif.