Peran Teknologi Untuk Revitalisasi Bandara Dan Transportasi Udara

Abstract
Sebagian Bandara di Indonesia dibangun untuk kepentingan Pertahanan dan Keamanan. Bandara tersebut dbangun dengan sistem pelapisan berorientasi lapis permukaan (bukan lapis pondasi/base). Saat bandara di design, traffic-nya sangat berbeda dengan traffic pada saat digunakan dari sisi ukuran maupun frekuensi. Sebagian besar bandara di Indonesia dibangun secara bertahap dengab segmentasi perkerasan yang berbeda. Sebagian dibangun diatas tanah lunak, dengan kapasitas daya dukung yang sangat rendah. Sebagai contoh APT Pranoto Samarinda, H. Asam Sampit, Juanda Surabaya, dll. Sebagian dibangun di pegunungan, dengan luas bidang/medan datar (flat) yang sangat terbatas, contoh wilayah pedalaman papua). Bandara di Indensia yang telah dibangun juga dapat mengalamai kerusakan. Secara Umum ada 5 Tipe kerusakan :retak (Cracking), kerusakan pada sambungan (joint seal damage), kerontokan (disintegration), perubahan permukaan konstruksi (distortion), hilangnya kekesatan permukaan konstruksi (loss of skid resistance). Bandara yang mengalami kerusakan dapat mengganggu operasi penerbangan: delay, cancel, diverted, RTB. Kerusakan yang sering terjadi adalah: delamination, depression, dan pothole. Kerusakan tersebut dapat menimbulkan Foreign Object Damage (FOD) yang sangat membahayakan pesawat karena adanya benda asing yang dapat merusak body dan mesin pesawat. Penyebab kerusakan struktur perkerasan movement area (runway, taxiway dan apron) ada 4 faktor, yaitu : air yang meresap melalui permukaan perkerasan yang retak, misal air hujan. air yang berasal dari bawah perkerasan dan membasahi subgrade maupun subbase, misal air tanah, air yang berasal dari kawasan di sekitar bandara dan dapat menggenangi perkerasan, overload atau beban lebih pavement bearing capacity atau max allowable gross weight dari perkerasan lebih rendah dari pada bobot pesawat yang dilayani (RTOW atau MTOW).