Abstract
Hakim Pengadilan Negeri Karanganyar yang memutus perkara Lanjar Sriyanto atas kelalaian dalam berkendara yang mengakibatkan istrinya meninggal dunia dan anaknya mengalami luka, dalam pertimbangan hukumnya telah menggunakan pemikiran secara progresif yakni meskipun Lanjar Sriyanto secara fakta dan alat bukti yang dihadirkan telah memenuhi unsur rumusan pasal yang didakwakan namun hakim menilai dengan menggunakan dasar kemanusiaan dan keadaan Lanjar Sriyanto maka tidak ada sifat dapat dicelanya Lanjar Sriyanto dan adanya alasan pemaaf sehingga hakim memutuskan Lanjar Sriyanto tidak perlu menjalani hukuman pidana. Hakim pada tingkat Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung telah merubah putusan Hakim Pengadilan Negeri sehingga menyatakan lanjar Sriyanto telah memenuhi rumusan delik dan patut dipidana. Sehingga karena hakim pada tingkat Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung hanya melihat pada penerapan hukum bukan melihat langsung keadaan Lanjar Sriyanto maka keadilan dirasa belum dihadirkan sebagaimana keadilan sosial yang diamanatkan dalam Pancasila, Kode Etik Hakim, Undang-undang Kekuasaan Kehakiman. Penelitian hukum ini adalah non-doktrinal menggunakan pendekatan Socio Legal Research. Hakim tidak hanya memutus berdasarkan pada rumusan pasal yang didakwakan, namun hakim wajib menerapkan nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila, Kode Etik Hakim, Undang-undang Kekuasaan Kehakiman. Hakim menegakkan hukum juga harus menegakkan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat termasuk nilai keadilan sosial. Menegakkan hukum harus menguraikan makna dan tujuan hukum itu sendiri, bukan hanya menerapkan aturan perundang-undangan yang tertulis sehingga hakim bukan hanya sebagai corong undang-undang, namun hakim wajib menghadirkan tujuan hukum yaitu keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Hakim wajib memutus perkara dengan keyakinannya serta dilandasi pada kebijaksanaannya. Hakim dipengaruhi oleh nilai-nilai yang ada dalam masyarakat karena sejatinya hakim tidak berada dalam ruang hampa dari pengaruh-pengaruh sosial.