FUNGSI DAN MAKNA BEBEGIG SUKAMANTRI SEBAGAI IKON BUDAYA ASTRAL SUNDA

Abstract
Penelitian ini mengungkap makna dan fungsi Bebegig Sukamantri, suatu karnaval rakyat yang berpotensi menjadi ikon budaya masyarakat Sunda di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Bebegig Sukamantri dilestarikan oleh masyarakat desa setelah mengalami perubahan fungsi dan makna seiring perkembangan zaman. Studi tentang Bebegig Sukamantri masih jarang tetapi cukup sering ditampilkan dalam tulisan media sosial. Dalam memahami makna dan fungsi Bebegig Sukamantri, penelitian dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif dalam bentuk teknik triangulasi yang merujuk pada penggunaan berbagai metode atau sumber data untuk mendapatkan pemahaman yang komprehensif tentang fenomena sosial budaya yang berkembang di masyarakat. Berbagai data primer diperoleh dari proses observasi, wawancara, dan partisipasi subjek. Sekitar 54 bentuk topeng diidentifikasi memiliki karakter unik dan berbeda serta dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori karakter Raksasa-Détya-Dénawa yang merupakan visualisasi dari jenis makhluk astral yang dikenal dalam budaya Sunda kuno. The study reveals the meaning and function of a Bebegig Sukamantri. Also known as a festival of traditional dance performance, it has a potential of becoming an outstanding Sundanese cultural icon in Ciamis Regency, West Java. After its function and meaning has changed over time, Bebegig Sukamantri is preserved by the the village community. The study on Bebegig Sukamantri has attracted few researchers. However, it appears frequently on social media. To understand the meaning and function of Bebegig Sukamantri, the qualitative methods with triangulation method data has been used. Triangulation refers to the use of multiple methods or data sources in qualitative research to develop a comprehensive understanding of social-cultural phenomenon. Various primary data collection methods involved the process of observation, interviews, and subject participation. Research identified 54 masks. Each consists of unique and different characters. The masks are subsequently categorized into three character, namely Raksasa – Détya – Dénawa. Those visualize the astral creatures known in ancient Sundanese culture.