Subglottic Stenosis (SGS) Pasca Trauma Inhalasi

Abstract
Latar Belakang: Laryngotracheal stenosis (LTS) terjadi pada 24-53% pasien pasca trauma inhalasi1. Insiden komplikasi pasca pembedahan LTS adalah 33- 34% dan mortalitas pasca pembedahan adalah 1,5-2%2. SGS sering terjadi pada cedera inhalasi pasca intubasi1. Laporan Kasus: Pasien dengan luka bakar pada area wajah dan keempat ekstremitas, akibat ledakan tabung gas pada ruangan tertutup. Sembilan jam pasca trauma, pasien mengeluhkan kesulitan bernapas. Pasien diintubasi selama 2 hari pasca trauma dan 5 kali intubasi lainnya dengan ETT cuff 6,5 mm untuk tindakan operasi. Tidak ada data tekanan cuff pasien. Hari ke-38 perawatan di rumah sakit, pasien mengeluh suaranya serak dan terkadang merasa sulit bernapas. Hasil fiber optic laryngoscopy (FOL) pasien menunjukan 30% penyempitan pada subglotis. Pasien didiagnosis dengan SGS stadium 1. Pasien tidak membutuhkan tindakan pembedahan dan hanya diobservasi. Diskusi: Evaluasi FOL perlu dilakukan sejak awal cedera inhalasi3. Evaluasi FOL pada pasien kami baru dilakukan setelah muncul gejala SGS. Risiko LTS meningkat sesuai dengan keparahan cedera inhalasi, keparahan reaksi inflamasi, durasi intubasi (lebih dari 10 hari), ukuran ETT yang besar, dan intubasi berulang. Tekanan cuff pada ETT dapat mengakibatkan pembentukan skar dan stenosis pada subglotis1. Tekanan cuff yang direkomendasikan adalah 20-30 cmH2O. Tekanan cuff perlu diukur dan disesuaikan tiap 4-12 jam4. Pasien kami diintubasi sebanyak 6 kali, tanpa pengukuran tekanan cuff. Stadium SGS yang sering digunakan adalah Cotton Meyer staging. Stadium 1 SGS tidak membutuhkan tindakan pembedahan5. Kesimpulan: Sekuel cedera inhalasi pada subglotis dapat dicegah dengan melakukan intubasi sesuai indikasi dan menggunakan ETT ukuran kecil dengan tekanan cuff yang tidak terlalu tinggi.