MENCEGAH SENGKETA TANAH

Abstract
Sengketa tanah terjadi karena terkait dengan penguasaan hak-hak atas tanah. Penguasaan hak atas tanah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, maka sengketa tanah dapat dihindari, dapat dicegah. Minimalisasi konflik dan optimalisasi ketertiban dapatlah dinyatakan sebagai tujuan akhir dari penggunaan hukum sebagai pengatur kehidupan masyarakat. Berhubung demikian pentingnya masalah tersebut, maka pada tanggal 24 September 1960 diberlakukanlah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, yang biasa disebut Undang-Undang Pokok Agraria dan disingkat UUPA. UUPA merupakan pengejawantahan dari Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945. Masalah pertanahan menjadi bagian dari masalah keagrariaan. Sehubungan dengan hal tersebut, maka pendekatan dalam tulisan ini dilakukan secara yuridis normatif, yaitu jenis penelitian yang menggunakan data sekunder atau data kepustakaan sebagai data utamanya. Berdasarkan pembahasan yang dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa mencegah sengketa tanah itu dapat dilakukan dengan cara: (1) mengurus sertipikat hak atas tanah. Bila tanahnya masih berupa hak atas tanah menurut hukum adat atau hukum perdata (barat), maka lakukan konversi hak dan pendaftaran tanahnya, hingga terbit sertipikat hak atas tanah tersebut; (2) simpan baik-baik sertipikat tanahnya; (3) buat batas tanah yang jelas dan permanen; (4) dirikan bangunan dan tanam tanaman keras; (5) buat papan nama pemilik di atas lahan yang bersangkutan sebagai pemberitahuan kepada masyarakat; (6) melakukan peralihan hak atas tanah harus selalu dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)/Notaris