Mistisisme Sastra Lisan: Kearifan Lingkungan dalam Tradisi Cepetan Alas

Abstract
Abstrak Penelitian ini mengkaji tradisi kebudayaan sebagai aktivitas dan proses berpikir, bertindak dan bersikap secara arif dan bijaksana dalam mengamati, memanfaatkan dan mengolah alam sebagai suatu timbal balik antara manusia dengan lingkungan. Tujuan penelitian ini mendeskripsikan aspek, bentuk harmonisasi masyarakat, dan nilai-nilai pendidikan dalam tradisi Cepetan Alas bagi warga Desa Karanggayam. Penelitian ini menggunakan model penelitian deskriptif kualitatif. Data utama yang digunakan meliputi hasil wawancara dengan narasumber tentang kesenian tradisi Cepetan Alas. Teknik analisis data menggunakan teknik analisis semiotik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, kesenian tradisi Cepetan Alas merupakan budaya turun-temurun dari leluhur terdahulu sehingga kemudian diwariskan kepada generasi penerus di Desa Karanggayam sebagai bagian dari tradisi. Kesenian ini sebagai wujud harmonisasi antara manusia, alam dan Tuhan tentang kearifan lingkungan yang berkembang baik di masyarakat lokal maupun nasional. Aspek sosial budaya dalam tradisi Cepetan Alas diantaranya masyarakat masih memercayai adanya makhluk gaib yang menghuni alas Curug Bandung dan tetap menjaga ritual adat dalam setiap pembukaan tradisi Cepetan Alas. Paguyuban Cinta Karya Budaya sebagai wadah bagi masyarakat Desa Karanggayam untuk tetap menjaga dan melestarikan keberadaan tradisi Cepetan Alas agar tidak tergempur oleh perkembangan budaya asing. Tradisi Cepetan Alas memiliki nilai-nilai pendidikan yang dapat menjadi teladan bagi generasi penerus yang melekat dalam kehidupan masyarakat. Simpulan penelitian ini adalah, tradisi Cepetan Alas merupakan bentuk kebudayaan masyarakat yang hingga saat ini masih terjaga dan dilestarikan dalam sebuah paguyuban kesenian. Paguyuban Cinta Karya Budaya sebagai wadah masyarakat melanjutkan estafet regenerasi tradisi Cepetan Alas di Desa Karanggayam dengan tetap menjaga kearifan lingkungan yang melekat dalam kesenian tersebut. Kata Kunci: Folklor, Cepetan Alas, aspek sosial budaya, paguyuban cinta karya budaya, nilai pendidikan Abstract This study examines cultural traditions as activities and processes of thinking, acting and acting wisely and wisely in observing, utilizing and cultivating nature as a reciprocity between humans and the environment. The purpose of this study describes aspects, forms of community harmonization, and educational values in Cepetan Alas tradition arts for the residents of Karanggayam Village. This research uses qualitative descriptive research models. The main data used includes the results of interviews with sources about the dance arts of Cepetan Alas. Data analysis techniques use semiotic analysis techniques. The results showed that the dance art of Cepetan Alas is a hereditary culture of previous ancestors so that it was then passed on to the next generation in Karanggayam Village as part of the tradition. This art as a form of harmonization between humans, nature and God about environmental wisdom that develops both in local and national communities. Socio-cultural aspects in Cepetan Alas dance arts include people still believe in the existence of supernatural creatures that inhabit the curug bandung pedestal and still maintain customary rituals in every opening of Cepetan Alas dance art. Cinta Karya Budaya group as a forum for the people of Karanggayam Village to maintain and preserve the existence of Cepetan Alas dance art so as not to be attacked by the development of foreign culture. Cepetan Alas dance arts have educational values that can be an example for the next generation inherent in people's lives. The conclusion of this research is, Cepetan Alas dance art is a form of community culture that until now is still awake and preserved in an art association. Cinta Karya Budaya group as a community forum continues the relay of regeneration of Cepetan Alas dance arts in Karanggayam Village while maintaining the environmental wisdom inherent in the art. Keywords: Folklore, Cepetan Alas, socio-cultural aspects, cinta karya budaya community, educational value