Abstract
Indonesia pada dasarnya memang merupakan negara hukum. Penegakan hukum dalam perkara-perkara sengketa Tata Usaha Negara juga harus berlandaskan hukum. Akan tetapi dalam suatu perkara tertentu terdapat adanya perbenturan antar kompetensi di dalam sistem peradilan dan sistem hukum di Indonesia. Salah satunya adalah dalam perkara nomor 533/K/TUN/2017 di mana melibatkan unsur pidana dan unsur tata usaha negara. Kesalahan (schuld) dari terpidana menyebabkan aparatur sipil negara terkena pemecatan. Prosedur pemecatan yang kurang tepat menjadi unsur keberatan dalam pemecatan dalam sengketa tata usaha negara ini sekalipun unsur kesalahan (pidana) secara jelas terbukti. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dan menganalisis dasar penentuan kaidah dalam sistem peradilan. Penentuan kaidah memerlukan analisis mendalam terhadap filsafat hukum. Melalui metode penelitian yuridis-normatif maka akan dijelaskan pemilihan atau dasar argumen Mahkamah Agung lebih menekankan aspek substantif daripada formil di dalam menyelesaikan perkara ini. Kaidah hukum substantif lebih menjadi landasan lebih tinggi dari kaidah hukum formil dan dipertegas kembali dalam SEMA Nomor 1 Tahun 2017. Melalui teori tiga nilai dasar Gustav dapat diketahui bahwa pemilihan kaidah substansi ini memiliki pertimbangan aspek keadilan (filosofis) dengan memperhatikan peristiwa konkret (sosio-empiris) sehingga bermanfaat bagi negara dan masyarakat.