Vyavahara Duta

Journal Information
ISSN / EISSN: 19780982 / 26145162
Total articles ≅ 86

Latest articles in this journal

I Gusti Ayu Jatiana Manik Wedanti, Pande Komang Sri Agurwardani, I Made Suastika Ekasana
Published: 31 October 2022
Journal: Vyavahara Duta
Vyavahara Duta, Volume 17, pp 94-100; https://doi.org/10.25078/vyavaharaduta.v17i2.1981

Abstract:
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana akibat hukum pidana bagi selebgram yang mempromosikan produk yang merugikan konsumen dengan penyampaian informasi yang tidak benar melalui media sosial instagram. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: (1) Apa informasi selebgram yang dapat dikatakan melanggar Undang-Undang dalam rangka melakukan endorsement produk di media sosial? (2) Bagaimana akibat hukum pidana terhadap selebgram yang memberikan informasi tidak benar terkait endorsement produk di media sosial instagram?. Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di dalam melakukan kegiatan endorsement, selebgram dilarang memberikan informasi yang tidak tepat mengenai keterangan produk yang diperdagangkan. Dalam Tindak Pidana Penyertaan deelneming, kedudukan selebgram dalam mempromosikan produk sesuai dengan permintaan pedagang online adalah sebagai orang yang disuruh melakukan tindak pidana (Pleger). Pertanggungjawaban pidana hanya dapat dimintai kepada orang yang menyuruh melakukan (Doen Plegen) yakni pedagang online. Dalam penelitian ini juga tidak ditemukan pengaturan secara khusus mengenai selebgram dalam melakukan endorsement. Pengaturan yang ada hanya menjerat pelaku usaha saja sehingga yang dapat mempertanggungjawabkan kesalahan adalah pelaku usaha yang memproduksi produk.
I Gede Januariawan, I Nyoman Nadra
Published: 31 October 2022
Journal: Vyavahara Duta
Vyavahara Duta, Volume 17, pp 78-93; https://doi.org/10.25078/vyavaharaduta.v17i2.1978

Abstract:
Eksploitasi sumber daya alam tanpa memperhatikan keberlangsungannya menimbulkan kerusakan lingkungan. Kerusakan lingkungan pada akhirnya akan menurunkan kualitas hidup manusia. Bencana alam seperti banjir, tanah longsor, pemanasan global dan perubahan iklim merupakan akibat kerusakan lingkungan. Desa Adat Penglipuran berada di wilayah Kelurahan Kubu, Kecamatan Bangli. Menarik dilakukan penelitian di desa ini karena masyarakat mampu mempertahankan kelestarikan lingkungan hidup dengan baik.Menarik dilakukan penelitian di desa ini karena masyarakat mampu mempertahankan kelestarikan lingkungan hidup dengan baik. Observasi awal yang penulis lakukan menunjukkan bahwa masyarakat tidak tahu tentang peraturan perundangan yang mengatur tentang lingkungan hidup. Masyarakat menjaga, melestarikan lingkungan hidup mereka, karena mengikuti aturan adat yang berlaku di Desa Adat Penglipuran.Penelitian ini mengkaji validitas dan efektifitas Validitas dan Efektifitas Hukum Adat tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup di Desa Adat Penglipuran.Data diperoleh dengan teknik wawancara mendalam, observasi, dan dengan melakukan studi kepustakaan. Pembahasan menggunakan teori Efektifitas Hukum dari Hans Kelsen digunakan untuk membahas permasalahan ke pertama Permasalahan kedua dalam penelitian ini akan dibahas dengan Teori Validitas dan Keberlakuan Hukum. Permasalahan ke tiga dalam penelitian ini akan dibahas dengan teori Validitas Hukum. Teori ini menjelaskan bagaimana dan apa syarat-syaratnya agar suatu kaedah hukum menjadi legitimate dan sah atau valid berlakunya, sehingga dapat diberlakukan kepada masyarakat dan dapat dipaksakan.Analisis menunjukkan bahwa masyarakat Penglipuran masih bisa bertahan untuk tetap melakukan pelestarian lingkungan hidupnya karena masyarakat desa adat mematuhi ketentuan-ketentuan Hukum Adat yang tertuang dalam awig-awig maupun perarem. Aturan Hukum Adat tentang pelestarian lingkungan memenuhi syrat-syarat validitas suatu naturan hukum sehingga efektif berlaku. Aturan Hukum Adat tersebut juga memenuhi syarat-syarat keberlakuan secara sosial yuridis dan moral.
I Made Adi Widnyana, Ib. Sudarma Putra, Da. Istri Krisna Dewi
Published: 31 October 2022
Journal: Vyavahara Duta
Vyavahara Duta, Volume 17, pp 45-58; https://doi.org/10.25078/vyavaharaduta.v17i2.1975

Abstract:
Telah terjadi konflik norma antara Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian dengan Undang-Undang Nomor 36 T ahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan. Adanya konflik norma ini menyebabkan terjadinya permasalahan praktik pelayanan kefarmasian dilapangan sehingga hal ini memberikan ketidakpastian hukum utamanya bagi tenaga kefarmasian yang berijazah sekolah menengah untuk menjalankan praktiknya. Oleh karena itu perlu dilakukan pengkajian dan penganalisisan berdasarkan teori hukum sehingga mampu memberikan kepastian bagi tenaga kefarmasian yang berijazah sekolah menengah kejuruan yang telah menjalankan praktik profesi. Penulisan ini menggunakan metode penelitian normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan sejarah. Teori hukum berjenjang menyebutkan hukum selalu dibentuk dan dihapus oleh lembaga-lembaga otoritasnya yang berwenang membentuknya berdasarkan aturan yang lebih tinggi, sehingga aturan yang lebih rendah (inferior) dapat dibentuk berdasarkan aturan yang lebih tinggi (superior). Oleh karena itu kedudukan Tenaga Kesehatan Kefarmasian mengacu pada Undang-Undang Nomor 36 T ahun 2014 bukan pada Peraturan Pemerintah, sehingga Kedudukan T enaga Kesehatan Kefarmasian yang masih memiliki ijazah sekolah menengah kejuruan yang sebelumnya berprofesi sebagai tenaga kesehatan sekarang kedudukannya berubah menjadi asisten tenaga kesehatan
I Nyoman Alit Putrawan
Published: 31 October 2022
Journal: Vyavahara Duta
Vyavahara Duta, Volume 17, pp 35-44; https://doi.org/10.25078/vyavaharaduta.v17i2.1974

Abstract:
Kekerasan dalam rumah tangga menjadi permasalahan serius yang harus ditanggapi dengan hukum yang adil agar korban yang mengalami kerugian fisik dan mental merasa terlindungi. Kekerasan dalam rumah tangga dapat terjadi didasarkan pada beberapa alasan dan latar belakang. Kekerasan dalam rumah tangga tidak dibenarkan adanya. Sehingga pemerintah mengeluarkan hukum perundang-undangan untuk melindungi rakyatnya dari ketidak adilan kekerasan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa penerapan UU No. 23 tahun 2004. Dimana dalam penerapannya akan dianggap sia-sia jika masyarakat tidak ikut andil dalam melindungi sesama manusia dari kekerasan.
Ni Ketut Kantriani, Ni Wayan Arini
Published: 31 October 2022
Journal: Vyavahara Duta
Vyavahara Duta, Volume 17, pp 11-20; https://doi.org/10.25078/vyavaharaduta.v17i2.1972

Abstract:
Aborsi selalu menjadi topik yang menarik untuk diperbincangkan dari segi hukum, baik itu hukum nasional maupun hukum agama khususnya hukum agama Hindu. Hal ini dikarenakan adanya pertentangan- pertentangan antara KUH Pidana dan Undang-Undang Nomor 36 T ahun 2009 T entang Kesehatan. Pertentangan tersebut dapat dilihat dari Pasal 299, Pasal 346 hingga Pasal 349 KUH Pidana yang mengatur dan melarang secara tegas aborsi dengan alasan apapun, hukum agama yang ada di Indonesia termasuk hukum agama Hindu melarang keras aborsi tetapi dalam Undang-Undang Nomor 36 T ahun 2009 T entang Kesehatan memperbolehkan melakukan aborsi dengan alasan indikasi kedaruratan medis dan korban perkosaan. Di Indonesia aborsi diatur dalam KUHP, yang digolongkan kedalam kejahatan terhadap nyawa. Perbuatan aborsi ini dilarang karena tidak sesuai dengan hak-hak hidup manusia, yang menjadi salah satu aspek yang menyangkut hak janin untuk hidup dan hak reproduksi wanita. Semua agama yang ada di Indonesia, secara tegas melarang aborsi, khususnya dalam hukum Hindu, aborsi termasuk pelanggaran hukum pidana Hindu (Kantaka Sodhana) yaitu Hukum publik yang memuat peraturan hukum yg mengatur hubungan hukum antara warga negara dengan negara yang menyangkut kepentingan umum. Kantaka Sodhana mengatur hal yang menyangkut tentang dusta ( kejahatan terhadap nyawa orang lain), corah (kejahatan terhadap harta orang lain) dan paradara (kejahatan terhadap kesopanan atau kesusilaan) serta sanksi yang dijatuhkan kepada yang melanggar. Aborsi dalam Hukum Pidana Hindu termasuk dalam dusta (kejahatan terhadap nyawa orang lain).Hukum agama Hindu sangat melarang tindakan pembunuhan yang dalam ajaran agama Hindu disebut himsa karma. Hukum Hindu mengatur tentang larangan membunuh mahluk hidup seperti binatang, manusia dan termasuk aborsi karena tindakan ini merupakan perbuatan dosa, hal ini tertuang dalam kitab slokantara sloka 17 yang merupakan dosa terbesar (Ati Pitaka). Dalam sloka tersebut menyatakan bahwa yang termasuk dosa terbesar yaitu 1) Merusak tempat-tempat suci (Pura, Masjid, Gereja), 2) Membunuh Brahmana, Pendeta 3) Menggugurkan bayi. Dari penjelasan sloka tersebut menggugurkan kandungan atau aborsi dalam hukum agama Hindu merupakan tindakan dosa terbesar
I Made Wahyu Chandra Satriana, Ni Made Liana Dewi
Published: 31 October 2022
Journal: Vyavahara Duta
Vyavahara Duta, Volume 17, pp 1-10; https://doi.org/10.25078/vyavaharaduta.v17i2.1971

Abstract:
Keimigrasian memiliki peran sebagai penjaga pintu gerbang negara, sebagai pengatur dan pengawas keluar masuk orang di wilayah Indonesia. Oleh karena itu, setiap orang wajib memiliki paspor. Dalam proses pembuatan paspor, apabila keterangan yang diberikan tidak benar maka pemohon paspor akan dikenakan sanksi pidana. Berdasarkan uraian tersebut, maka rumusan masalahnya adalah: bagaimanakah proses pembuatan paspor berdasarkan Pasal 126 Huruf c Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian untuk memberikan kepastian hukum? dan bagaimanakah kebijakan formulasi pengaturan proses pembuatan paspor Republik Indonesia dalam kaitannya dengan pemberian keterangan tidak benar persepektif Ius Constituendum? Metode penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian normatif, menggunakan jenis pendekatan perundangan (statute approach), dan komparatif (comparative approach). Menggunakan bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Teknik pengumpulan bahan hukum dengan studi pustaka, teknik analisi bahan hukum dengan deskriptif analisis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proses pembuatan paspor dilakukan melalui aplikasi Layanan Paspor Online. Apabila terdapat indikasi keterangan yang disampaikan ternyata tidak benar (keterangan palsu atau bohong) maka hakim dapat melakukan menafsiran gramatikal agar adanya kepastian hukum. Kebijakan formulasi pengaturan proses pembuatan paspor Republik Indonesia dalam kaitannya dengan pemberian keterangan tidak benar perspektif Ius Constituendum, adalah perumusan pola kriminalisasi dalam “keterangan tidak benar” untuk proses pembuatan paspor saat sesi wawancara. T erdapat kelemahan dalam perumusan pasal tersebut dimana tidak ada penjelasan lebih terperinci. Suatu kebijakan formulasi dirumuskan bertujuan agar dapat diterapkan karena hal ini berhubungan dengan ruang lingkup berlakunya hukum pidana tersebut.
I Gede Putu Mantra, Desyanti Suka Asih K. Tus, Ni Luh Mia Lastinia
Published: 31 October 2022
Journal: Vyavahara Duta
Vyavahara Duta, Volume 17, pp 21-34; https://doi.org/10.25078/vyavaharaduta.v17i2.1973

Abstract:
Salah satu Hak Kekayaan Intelektual yang memegang peranan penting dalam bisnis waralaba yaitu Rahasia Dagang. Persaingan usaha global menyebabkan perlu diberikannya perlindungan terhadap Rahasia Dagang agar tercipta dunia usaha yang sehat. Sistem bisnis Waralaba bisa dilakukan dalam berbagai bidang, yaitu bidang barang dan jasa. Salah satunya bimbingan belajar, yaitu bisnis Waralaba dalam bidang jasa. Salah satu yang diperjanjikan dalam perjanjian W aralaba bimbingan belajar adalah tentang Rahasia Dagang. Perjanjian kerjasama Waralaba dalam bimbingan belajar yaitu memberikan lisensi pemanfaatan atau penggunaan Rahasia Dagang untuk jangka waktu tertentu. Pemilik Rahasia Dagang mengizinkan mitra usahanya untuk menggunakan sebagian Rahasia Dagangnya untuk menjalankan bisnis, sehingga hal ini dapat membuka peluang atau celah untuk melanggar kerahasiaan Rahasia Dagang tersebut.Upaya hukum terhadap pelanggaran Rahasia Dagang pada bimbingan belajar, dapat dilakukan berdasarkan ketentuan Pasal 12 Undang-Undang No. 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang. Penyelesaian perkara yang berkaitan dengan Rahasia Dagang selain dapat dilakukan melalui arbitrase dan melalui jalur ADR (Alternative Dispute Resolution), disamping itu dapat dilakukan berdasarkan hukum pidana, serta berdasarkan hukum perdata. Kasus pelanggaran Rahasia Dagang pada bimbingan belajar dapat dikenakan sanksi berdasarkan Pasal 17 Ayat (1) Undang-Undang Rahasia Dagang. Pelanggaran terhadap Rahasia Dagang juga termasuk perbuatan melawan hukum yang didasarkan pada Pasal 1365 KUH Perdata. Sedangkan pelanggaran terhadap Rahasia Dagang dalam hukum pidana masuk ke dalam membuka rahasia, yang terdapat dalam Pasal 322 Ayat (1) KUHP.
Ida Ayu Ketut Artami, Kadek Januarsa Adi Sudharma, Made Widya Prasasti
Published: 31 October 2022
Journal: Vyavahara Duta
Vyavahara Duta, Volume 17, pp 59-68; https://doi.org/10.25078/vyavaharaduta.v17i2.1976

Abstract:
Demi meningkatkan prestige, masyarakat Indonesia lebih memilih untuk membeli produk merek terkenal. Hal itu kemudian dimanfaatkan oleh pengusaha untuk memperoleh keuntungan dengan melakukan pelanggaran merek terhadap merek internasional terkenal. Salah satu merek yang kerap ditiru ialah HUGO BOSS yang terkenal dibidang fashion. Rumusan masalah yang timbul dari latar belakang tersebut ialah bagaimana prosedur pendaftaran merek internasional di Indonesia? ; bagaimana perlindungan hukum terhadap pemegang hak merek HUGO BOSS di Indonesia menurut UU No. 20 T ahun 2016 (UU MIG)?. Penelitian hukum normatif dipakai dalam penelitian ini. Jenis bahan hukum yang dipergunakan adalah bahan hukum primer yaitu UU MIG, sekunder berupa literatur, dan tersier berupa kamus. Penulis menggunakan pendekatan kasus dan perundang-undangan. Pengumpulan bahan hukum dikerjakan dengan menginventarisasi sumber hukum positif. T eknik deskriptif kualitatif digunakan dengan menggambarkan suatu kebijakan terkait dengan hak merek dengan perlindungan hukum yang mengkhusus kepada merek terkenal secara sistematis. Hasil dari penelitian ini adalah Prosedur pendaftaran merek internasional di Indonesia dilakukan berdasarkan UU MIG Pasal 52 yang diatur lebih lanjut dalam PP Protokol Madrid. Pihak yang berasal dari luar negeri jika ingin mendaftarkan mereknya di Indonesia harus terlebih dahulu menyerahkan permohonan pendaftaran mereknya kepada biro internasional yang kemudian akan diteruskan kepada Menteri. Perlindungan hukum yang diberikan terhadap pemegang hak merek terkenal HUGO BOSS adalah perlindungan hukum secara preventif yaitu dengan melakukan pendaftaran merek agar mendapat perlindungan hukum sesuai peraturan yang berlaku. HUGO BOSS juga mendapatkan perlindungan hukum secara represif yaitu dengan mengajukan gugatan pembatalan merek ke Pengadilan Niaga serta mengajukan kasasi kepada MA.
I Made Aditya Mantara Putra, Ketut Adi Wirawan
Published: 31 October 2022
Journal: Vyavahara Duta
Vyavahara Duta, Volume 17, pp 69-77; https://doi.org/10.25078/vyavaharaduta.v17i2.1982

Abstract:
Pada praktek Perbankan, dalam pelaksanaan kegiatannya, sangat banyak terjadi permasalahan- permasalahan. Permasalahan ini sering berakibat pada kerugian yang dialami oleh nasabah bank dalam kegiatan perbankan. Kewajiban pertanggungjawaban terhadap kerugian dari nasabah bank, umumnya diganti oleh pihak Bank. Berdasarkan penalaran bahwa terpidana melakukan perbuatan melawan hukum tersebut dalam kapasitas menjabat sebagai relation manager di bank. Tentu kerugian nasabah menjadi tanggungjawab pihak bank, dalam perspektif badan usaha (corporate). Namun permasalahannya akan menjadi berbeda ketika personal yang melakukan perbuatan melawan hukum dilakukan ketika selaku pekerja di bank namun dalam status pekerja outsourcing . Bagaimanapun juga seorang pekerja outsourchcing menjadi tanggungjawab perusahaan bank (di satu sisi) serta perusahaan outsourchcing (di sisi lain). Perlindungan Hukum T erhadap Nasabah Dalam Kegiatan Perbankan Diatur Dalam Pasal 46 Sampai dengan Pasal 53 UU Nomor 10 T ahun 1998 T entang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Perbankan dan pasal 4 dan pasal 19 UU Nomor 8 Tahun 1999 T entang Perlindungan Konsumen. Berdasarkan teori keadilan dan pertanggungjawaban hukum maka ganti rugi sebagai bentuk pertanggungjawaban hukum atas kerugian nasabah dalam kegiatan perbankan bukan hanya ditanggung oleh pihak bank, namun pula personal pelaku serta pihak perusahaan outsourcing.
Januarsa Adi Sudharma Kadek
Published: 27 April 2022
Journal: Vyavahara Duta
Vyavahara Duta, Volume 17, pp 1-8; https://doi.org/10.25078/vyavaharaduta.v17i1.960

Abstract:
Penelitan ini bertujuan untuk mengetahui proses kebijakan asimilasi dan dasar hukum dibuatnya kebjakan tersebut. Kebijakan asimlasi narapdana pada pandemi COVD-19 yang dibuat oleh pemerintah dengan legalitas PERMENKUMHAM No. 32 Tahun 2020 menimbulkan polemik. Asmilasi merupakan hak yang dimiliki oleh narapidana, disisi lain program asimilasi membuat masyarakat khawatir terjadinya peningkatan kriminalitas. Metode Penelitan ini menggunakan penelitian normatif yang mengacu pada bahan hukum dengan cara menelaah teori-teori, konsep-konsep serta peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penelitian ini. Teknik pengumpulan bahan hukum yaitu dengan studi kepustakaan. berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dasar kebijakan asimilasi narapidana pada masa pandemi COVD-19 adalah terjadnya kondisi darurat dengan adanya COVID-19 yang merupakan sakit menular dari manusa ke manusa dan lembaga pemasyarakatan di Indonesa dengan kondisi over capacity, maka pemerintah melalui menteri hukum dan HAM membuat kebijakan tentang asimilasi narapidana. dengan dibuatnya kebijakan asimilasi tersebut merupakan langkah yang tepat ditengah kondisi force majure serta hal tersebut merupakan komitmen pemerintah dalam mengutamakan keselamatan “Salus populi suprema lex iesto” atau hendaknya keselamatan rakyat menjadi hukum tertinggi. namun pembimbingan dan pengawasan untuk narapidana selama menjalani asimilasi lebih ditingkatkan agar tidak meningkatkan krimnalitas dan tidak mengganggu kesejahteraan masyarakat, maka dari itu dapat terwujudnya tujuan dari program asimilasi.
Back to Top Top