Results in Journal Jurnal Shanan: 64
(searched for: journal_id:(6151268))
Jurnal Shanan, Volume 6, pp 45-70; https://doi.org/10.33541/shanan.v6i1.3707
Abstract:
Pendidikan agama Kristen berlangsung secara normatif-ritualistik-konvensional dan cenderung membatasi diri pada perubahan serta menunjukkan praksis di zona nyaman. Praksis semacam itu mengindikasikan bahwa kepedulian dan kepekaan dalam dinamika PAK hanyalah menjadi tugas orang-orang tertentu. Kerapuhan praksis PAK semakin terlihat ketika berjumpa pada masa dimana kecekatan, kapasitas dan kualitas menjadi orientasi dalam sistem sosial. PAK harus mampu menghadapi berbagai isu sosial sekaligus berupaya memperkokoh pondasi serta menjadi jawaban atas kebutuhan dan pergumulan hidup orang-orang. Oleh karena itu, PAK harus direkonstruksi secara kontekstual dan inovatif sehingga PAK benar-benar hadir menjadi wahana dimana orang-orang dapat belajar memaknai hidup dan berdampak bagi banyak orang. Dengan metode penelitian deskriptif-analitis, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis berbagai persoalan dalam praktik PAK, baik di sekolah, gereja dan keluarga atau masyarakat, serta menghadirkan rumusan strategi yang kontekstual dan inovatif dalam praksis PAK. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perhatian PAK tidak hanya sebatas di sekolah, masyarakat atau keluarga dan gereja namun lebih luas menjangkau isu-isu sosial lainnya yang melekat dengan tugas dan panggilan PAK. Berbagai permasalahan atau fenomena yang terjadi dalam kaitannya dengan praksis PAK menegaskan pentingnya upaya rekonstruksi strategi PAK yang kontekstual dan inovatif. Rekonstruksi strategi PAK dimaksudkan agar memperkuat bangunan PAK yang rapuh dan tidak adaptif dengan perkembangan dan kemajuan zaman dewasa ini.
Jurnal Shanan, Volume 6, pp 89-110; https://doi.org/10.33541/shanan.v6i1.3652
Abstract:
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji peran guru Pendidikan Agama Kristen dalam pemanfaatan media sosial sebagai sarana pembentukan karakter kristiani di tingkat Sekolah Menengah Pertama. Dimana pembahasannya juga akan diperdalam dengan mendeskripsikan mengenai bentuk media sosial yang sering digunakan oleh guru Pendidikan Agama Kristen, penggunaan media sosial secara umum oleh guru Pendidikan Agama Kristen, serta dampak penyalahgunaan media sosial oleh peserta didik ketika tidak mendapatkan arahan dan bimbingan yang benar dalam pemanfaatam teknologi digital (khususnya media sosial) oleh guru Pendidikan Agama Kristen. Metode peneltian yang digunakan adalah studi kepustakaan dengan pendekatan deskriptif untuk menggambarkan keadaan umum yang dialami guru Pendidikan Agama Kristen dan peserta didik terkait penggunaan media sosial. Subjek penelitian ini adalah guru Pendidikan Agama Kristen dan peserta didik di lingkungan sekolah. Dalam kajian pustaka ini, peneliti juga memberikan solusi mengenai upaya guru Pendidikan Agama Kristen dalam pemanfaatan media sosial sebagai sarana pembentukan karakter kristiani peserta didik di tingkat Sekolah Menengah Pertama.
Jurnal Shanan, Volume 6, pp 1-24; https://doi.org/10.33541/shanan.v6i1.3630
Abstract:
Gereja-gereja di Indonesia umumnya mengenal Pendidikan Agama Kristen (PAK) untuk anak, remaja, pemuda, dewasa, dan lansia. Peneliti mengamati bahwa PAK lansia umumnya belum menjadi sebuah kebutuhan yang dipikirkan oleh gereja dan hanya sebagai objek diakonia. Beberapa gereja sudah memberikan perhatian kepada lansia dengan mengadakan persekutuan lansia, tetapi belum dipersiapkan secara memadai untuk menjadi tujuan pembelajaran PAK. Persekutuan lansia masih sebagai wadah pertemuan yang diisi ibadah sederhana dan kurang direncanakan secara matang. Tujuan pembelajarannya pun belum dituliskan dalam dokumen khusus seperti kurikulum, hanya ditulis dalam notulen rapat perencanaan program. Hal ini menyebabkan tidak adanya pengorganisasian kurikulum PAK Lansia yang disusun sebagai wadah bagi lansia untuk mengaktualisasikan dirinya, padahal mereka memiliki banyak pengalaman yang diperoleh ketika mereka masih produktif di masyarakat. Karena itu tujuan penulisan ini adalah untuk mendesain sebuah kurikulum PAK Lansia berdasarkan pada peran lansia di masyarakat. Society centered design merupakan desain kurikulum yang tepat bagi lansia di gereja karena berfokus pada pengalaman yang dimiliki lansia dan menekankan keterlibatan antara gereja dan masyarakat guna mencapai tujuan pembelajaran. Adapun penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan pendekatan studi literatur. Hasil penelitian ini adalah sebuah desain kurikulum PAK Lansia yang berpusat pada masyarakat (society centered design) dengan penekanan pada kekayaaan pengalaman lansia.
Jurnal Shanan, Volume 6, pp 25-44; https://doi.org/10.33541/shanan.v6i1.3624
Abstract:
Ide dasariah tulisan ini berangkat dari pada bulan Desember 2021, berbagai stasiun televisi dan platform media sosial mengulas maraknya pelecehan seksual yang terjadi baik di tanah air maupun di luar negeri. Berdasarkan laporan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) melaporkan, korban kekerasan seksual mencapai angka tertinggi pada tahun 2020 yakni sekitar 7.191 kasus, sementara pada tahun 2020 jumlah kasus kekerasan pada anak dan perempuan mencapai 11.637. Di dalam menguraikan topik ini, peneliti menerapkan metode kualitatif dengan pendekatan studi literatur untuk menjawab dua inti utama pertanyaan penelitian pada topik ini, yaitu bagaimana gambaran penderitaan korban pelecehan seksual? dan bagaimana kontribusi pengajar pendidik agama Kristen (PAK) untuk membantu pemulihan traumatik korban? Temuan pada pembahasan pada topik ini, mereka yang pernah mengalami pelecehan seksual, mengalami penderitaan fisik, finansial, psikis serta spiritual. Kontribusi yang dapat dilakukan oleh pengajar PAK dengan menggagas dan melakukan PAK berbasis konseling dan mentoring. Tujuan penerapan dilaksanakan, pengajar hadir serta menemani korban sampai mengalami tahap pemulihan dari trauma yang dialami. Pendidikan seks yang terintegrasi dalam agama juga dapat dilakukan untuk mencegah agar tidak ada yang menjadi pelaku pelecehan seksual. Hal tersebut akan membantu jumlah pengurangan kasus pelecehan seksual.
Jurnal Shanan, Volume 6, pp 71-88; https://doi.org/10.33541/shanan.v6i1.3702
Abstract:
Pemberian mandat dan tanggungjawab dari Allah kepada orang yang dipilih-Nya merupakan tugas misi Allah untuk umat manusia. Keluarga merupakan tempat misi Allah di dunia yang pertama dan utama dalam kehidupan orang percaya. Selain itu, guru juga mempunyai peran sebagai pengembang misi. Artinya bahwa, orang tua dan guru memiliki peran penting untuk mewariskan iman kepada generasi berikutnya. Dalam hal ini tidaklah mudah untuk mewariskan iman kepada generasi yang berbeda lokus dan abad. Oleh sebab itu dalam artikel ini, peneliti berusaha untuk menemukan cara yang tepat dalam menyampaikan misi Ilahi yang sesuai untuk generasi Kristen di”era revolusi industri”4.0. Metode dalam penelitian ini adalah studi pustaka yang”berisi teori-teori relevan terkait dengan masalah yang”dibahas. Kajian pustaka merujuk pada kajian tentang”konsep dan teori yang digunakan sesuai literatur yang ada,”seperti artikel-artikel yang”diterbitkan di berbagai jurnal”ilmiah. Adapun hasil dari penelitian ini adalah orang tua dan guru di era revolusi industri 4.0 saat ini, harus dapat terbuka dengan perkembangan teknologi sehingga dapat mendidik anak/peserta didik secara relevan sesuai dengan zaman dan peradapan di mana mereka dilahirkan, contohnya seperti orang tua dan guru dapat memanfaatkan teknologi sebagai sarana dalam penyampaian misi Allah kepada anak-anak zaman sekarang.
Jurnal Shanan, Volume 5, pp 95-110; https://doi.org/10.33541/shanan.v5i2.3294
Abstract:
Indonesia has experienced religious conflicts and brought about alarming humanitarian impacts. The horizontal conflict has pushed into the joints of destroying the pillars of the nation's integrity. Moreover, conflict destroys harmony, therefore the author's aim was to describe pluralism through the perspective of Christian religious education as an effort to bring generations to continue to build the nation and maintain its integrity. The writing of this article used a descriptive qualitative method with a literature study approach related to the sociology of religious pluralism in the perspective of Christian religious education as an effort to build national unity. The findings of this study are firstly the sociology of pluralism starting from recognizing and understanding the nature of pluralism and understanding all the values of pluralism. Second, all believers, especially teachers and students, see and understand that pluralism in the concept of Christian Religious Education is not contradictory to what is done by people and organizations that promote pluralism, but it needs to be emphasized that pluralism in agreement is only to maintain and build the integrity of the nation. Third, on this basis, Christianity, in this case the role of Christian religious education, must be actualized in social life in pluralism.
Jurnal Shanan, Volume 5, pp 137-152; https://doi.org/10.33541/shanan.v5i2.3249
Abstract:
Sistem pembelajaran daring menuntut orang tua lebih banyak mendampingi anak dalam belajar. Namun, orang tua masih banyak yang merasa kewalahan untuk menjelaskan tugas yang diberikan guru lewat daring. Karena tidak semua orang tua mampu menjelaskan dengan baik tugas tersebut sehingga mereka marah kepada anak. Kajian ini berupaya memaparkan pendampingan orang tua selama pandemi covid-19. Penulis mengambil contoh di Sekolah Dasar Oebobo II. Studi ini memakai pendekatan kualitatif deskriptif analitis. Penguraian data yang didapatkan dari informan sesuai dengan pertanyaan penelitian. Hasil penelitian ditemukan bahwa, sarana dan prasarana belajar menjadi salah satu sumber utama dalam proses belajar. Bentuk pendampingan orang tua yakni, menyediakan fasilitas belajar berupa laptop, kuota internet, dan ruang belajar yang nyaman. Sehingga ada pemantauan dan kontrol untuk membantu anak yang mengalami kesulitan belajar. Komunikasi yang lancar antara guru dan orang tua menjadi jalan utama dalam proses pembelajaran yang baik.
Jurnal Shanan, Volume 5, pp 123-136; https://doi.org/10.33541/shanan.v5i2.3326
Abstract:
Pemuda merupakan generasi penerus bangsa maupun gereja. Namun di tengah pandemi Covid-19, para pemuda tidak luput mengalami dampak yang diakibatkan oleh Covid-19 ini. Sebagian pemuda mengalami stres dalam mengikuti sekolah/perkuliahan online, stres karena kehilangan pekerjaan akibat pemutusan hubungan kerja (PHK) oleh perusahaan di mana mereka bekerja, bosan karena lebih banyak waktu di rumah dan jarang ketemu dengan teman-teman sebaya, jarang ketemu dengan anggota komunitas gereja, bahkan mereka terpaksa hanya bisa beribadah dari rumah. Tidak sedikit pemuda mengalami penurunan dalam hal kerohanian selama masa pandemi ini. Gereja sebagai sebuah komunitas orang percaya harus hadir serta menjawab kebutuhan para pemuda yang sedang mengalami dampak pandemi Covid-19 ini. Di tengah keterbatasan di masa pandemi ini, gereja bisa hadir serta memaksimalkan pelayanan kepada pemuda melalui desain program yang bisa menjawab kebutuhan mereka. Tentunya gereja bisa memanfaatkan teknologi yang berkembang saat ini sehingga pelayanan kepada pemuda, baik di saat pandemi maupun pasca pandemi, tetap berjalan. Oleh karenanya, melalui artikel ini penulis menawarkan sebuah desain program pendidikan agama Kristen bagi pemuda, di mana dalamnya para pemuda bisa memuji Tuhan bersama (praise), berbagi kesaksian (sharing) serta berdoa (pray) bersama. Untuk menjawab permasalahan pemuda tersebut di atas, maka dalam penulisan artikel ini penulis menggunakan metode penelitian kualitatif, yakni membandingkan berbagai literatur, baik itu buku-buku, artikel, maupun jurnal yang berkaitan dengan pembahasan di atas. Tujuan dari tulisan ini adalah menawarkan desain program pendidikan agama Kristen bagi pemuda di masa Pandemi dan Pasca Pandemi. Program ini diharapkan menjawab kebutuhan para pemuda sekaligus membekali mereka melalui terang firman Tuhan agar para pemuda ini tetap berakar, bertumbuh dan berbuah di dalam Kristus dalam segala keadaaan.
Jurnal Shanan, Volume 5, pp 111-122; https://doi.org/10.33541/shanan.v5i2.3053
Abstract:
Kajian ini berangkat dari permasalahan yang sering terjadi di era industri 4.0. Di mana perilaku anak-anak muda saat ini banyak menimbulkan persoalan negatif di dalam masyarakat sebagaimana penjelasan data empiris dalam artikel ini. Salah satu karakter generasi muda yang dapat dilihat di era industri 4.0 adalah minimnya rasa kepedulian (individual) dan cenderung menentang nilai-nilai kebenaran dan kebudayaan yang berlaku. Tujuan penulisan artikel ini adalah melihat bagaimana upaya-upaya yang dilakukan oleh guru agama Kristen dalam membentuk karakter generasi muda sesuai dengan nilai-nilai Kristiani. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan mengkaji sejauh mana masalah yang timbulkan generasi muda di era industri 4.0. Proses analisis yang dilakukan adalah menggunakan berbagai sumber literatur seperti artikel jurnal, buku, dan pengamatan langsung untuk mendukung analisis penulisan. Hasil yang ditemukan adalah guru agama Kristen memiliki peran yang sangat signifikasi melalui upaya dan strategi serta pendekatan dalam membentuk karakter generasi muda di era revolusi industri 4.0 sebagaimana penjelasan dalam kajian artikel. Dengan demikian, tanggung jawab guru Agama Kristen dalam mendidik generasi sangat perlu direalisasikan sebagai wujud dari kepedulian terhadap fenomena yang ada di kalangan anak muda saat ini.
Jurnal Shanan, Volume 5, pp 79-94; https://doi.org/10.33541/shanan.v5i2.3329
Abstract:
Anak berkebutuhan khusus memiliki kasus yang beragam. Penelitian ini akan fokus membahas perkembangan anak berkebutuhan khusus berdasarkan pola asuh otoritatif. Tujuannya agar orang tua dapat memahami jenis dan faktor penyebab anak berkebutuhan khusus kategori gifted, sehingga dapat memperhatikan pengasuhan terhadap anak secara tepat. Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2020 - Juli 2021 Desa Lopait RT/RW 09/01, Tuntang, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Metode yang digunakan adalah kualitatif secara observasi yang dilakukan dalam bentuk wawancara terstruktur secara langsung dan menggunakan google form. Data yang didapat kemudian digabungkan sehingga menjadi pembahasan secara deskriptif. Berdasarkan hasil penelitian ini orang tua “GM” melakukan upaya penanganan dengan cara mendisiplin sesuai aturan, melatih meningkatkan perkembangan, memberikan motivasi berupa apresiasi, memberi batasan/aturan, membawa “GM” untuk pemerikasaan pendengaran, mengikutkan terapi, memasukkan ke sekolah formal yang umum serta melatih beberapa tips dari pakar ABK di rumah. Hasil perkembangan “GM” terlihat signifikan, contohnya sudah mampu mengucapkan huruf-huruf serta mulai berkata-kata sederhana. Sosio emosional “GM” juga mulai berkembang baik, dapat mengungkapkan pikiran, mulai fokus, dan mampu menatap mata orang lain. Dengan demikian, pola asuh otoritatif dinyatakan tepat untuk menangani anak berkebutuhan khusus kategori gifted.
Jurnal Shanan, Volume 5, pp 43-60; https://doi.org/10.33541/shanan.v5i1.2581
Abstract:
Dalam artikel ini, penulis melakukan kajian tentang bagaimana peran pendidikan agama Kristen Gereja dalam menghadapi kondisi psikologi jemaat akibat pandemi covid-19. Latar belakang penulisan artikel ini beranjak dari data-data informasi media cetak, media online yang mengemukakan tentang adanya kondisi psikologis seperti stres, tekanan dan kecemasan yang berlebihan yang timbul akibat wabah pandemi covid-19 pada manusia. Artikel ini mengkaji tentang iman Kristen dalam wadah pendidikan agama Kristen Gereja yang sangat berperan penting dalam menghadapi kondisi psikologis yang dialami oleh jemaat. Artikel ini menganalisis iman Kristen dalam wadah pendidikan agama Kristen Gereja, menganalisis kondisi psikologis akibat covid-19.Tujuan dari penulisan ini, untuk memberikan pemahaman tentang iman Kristen yang bermanfaat untuk menguatkan jiwa manusia ketika manusia tersebut mengalami tekanan, stres, cemas, dan sebagainya. Metode yang penulis gunakan dalam artikel ini adalah metode penelitian kualitatif. Proses analisis yang digunakan penulis yaitu dengan menganalisis Alkitab sebagai sumber utama dan berbagai sumber kepustakaan yang aktual dan terpercaya yang berhubungan dengan judul dalam artikel ini agar menghasilkan kajian yang dapat dipertanggungjawabkan.
Jurnal Shanan, Volume 5, pp 15-28; https://doi.org/10.33541/shanan.v5i1.2512
Abstract:
Dalam proses pembelajaran guru sangat memerlukan metode sebagai sarana, teknik untuk penyampaian materi dan mencapai tujuan pembelajaran itu sendiri. Metode scramble salah satu metode pembelajaran yang menarik untuk diterapkan dalam proses pembelajaran khususnya pendidikan agama Kristen karena membantu konsentrasi dan kecepatan berpikir siswa dalam belajar.Tujuan dari penelitian ini dengan penerapan metode scramble peneliti ingin meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran pendidikan agama kristen di SD Tunas Cemerlang, Jakarta Timur dengan jumlah 10 siswa Kristen diantaranya ada 4 siswa perempuan dan 6 siswa laki-laki. Pada penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau classroom action research, data hasil penelitian diperoleh berdasarkan hasil observasi nilai akhir semester siswa yang dilakukan dengan dua kali siklus dalam satu tahun pembelajaran atau satu siklus persemester.Dalam setiap siklus pada penelitian ini dilakukan dengan 4 langkah yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi atau pengamatan dan refleksi atau evaluasi. Penerapan metode scramble untuk peningkatan hasil belajar siswa dalam pembelajaran pendidikan agama Kristen diperoleh data hasil siklus I 50% siswa mampu berhasil mencapai hasil belajar yang sesuai dengan kriteria ketuntasan minimum dan data pada siklus II terlihat peningkatan dengan hasil 80% siswa berhasil mencapai hasil belajar di atas kriteria ketuntasan minimum di mata pelajaran pendidikan agama Kristen. Penerapan metode scramble dapat di terapkan dalam pembelajaran pendidikan agama Kristen untuk mencapai tujuan penelitian ini dalam meningkatkan hasil belajar, selain itu juga membantu meningkatkan aktivitas guru dan aktivitas siswa. Metode scramble juga membantu proses pembelajaran pendidikan agama Kristen menjadi tidak membosankan.
Jurnal Shanan, Volume 5, pp 29-42; https://doi.org/10.33541/shanan.v5i1.2622
Abstract:
Pembelajaran masa kini adalah model pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (student center learning). Dalam pembelajaran ini, guru perlu menggunakan berbagai metode pembelajaran yang dapat melibatkan peserta didik secara langsung. Sistem pembelajaran seperti ini sesuai dengan standar pendidikan dan kurikulum tahun 2013. Walaupun kurikulum tahun 2013 sudah menerapkan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, namun hingga saat ini masih ditemukan guru-guru termasuk guru pendidikan agama Kristen yang masih mempergunakan metode konvensional (ceramah) yang menyebabkan proses pembelajaran menjadi kurang menarik dan membosankan. Oleh karena itulah dibutuhkan suatu terobosan yang dapat meningkatkan pembelajaran pendidikan agama Kristen di sekolah. Dengan demikian, tujuan penelitian ini adalah untuk memaparkan implementasi metode problem solving dalam meningkatkan proses pembelajaran pendidikan agama Kristen di sekolah. Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan dengan kajian literatur yang menggunakan buku, jurnal, kamus, dan sumber-sumber lainnya untuk memaparkan implementasi metode problem solving dalam pembelajaran pendidikan agama Kristen. Adapun hasil penelitian ini yaitu implementasi metode problem solving dapat meningkatkan pembelajaran pendidikan agama Kristen di sekolah karena peserta didik dituntut terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran.
Jurnal Shanan, Volume 5, pp 1-14; https://doi.org/10.33541/shanan.v5i1.2621
Abstract:
Pendidikan bertujuan untuk membentuk manusia agar bertumbuh ke arah yang lebih baik, sesuai dengan yang diharapkan dalam hidup bermasyarakat. Karena itulah lembaga pendidikan merancang kurikulum-kurikulum yang perlu untuk tujuan tersebut. Meskipun demikian, dalam perkembangannya timbul tantangan yang besar dibalik tujuan baik yang semula diharapkan, yaitu dari ideologi humanism yang membentuk manusia menjadi otonom dengan segala kecakapan dan keunggulan yang dimilikinya, hingga manusia tidak lagi memerlukan Tuhan dalam seluruh aspek kehidupannya. Kenyataan ini menjadi tantangan yang besar bagi pendidikan Kristen yang bermuara pada kebenaran Allah, sehingga sangat perlu untuk disikapi. Dari masalah tersebut, penulis melakukan penelitian dengan pendekatan analisis pustaka. Ada dua bahaya humanism bagi pendidikan agama Kristen yaitu Pertama, manusia menjadi central utama pendidikan sehingga manusia meninggalkan pentingnya kehidupan spiritual dan pengenalan akan Allah; Kedua, Miskonsepsi tentang dosa, dimana dosa dipandang bukan sebagai masalah besar yang perlu diselesaikan. Di tengah tantangan tersebut kekristenan harus bersikap kritis terhadap kurikulum-kurikulum yang diberlakukan sehingga tetap menjaga upaya internalisasi nilai-nilai kekristenan melalui pendidikan.
Jurnal Shanan, Volume 5, pp 61-78; https://doi.org/10.33541/shanan.v5i1.2734
Abstract:
Membentuk patriotisme pada anak usia dini sangat penting karena hal ini akan berpengaruh besar pada kesejahteraan, kemakmuran, dan kemajuan anak, keluarga, masyarakat, dan bangsa pada masa yang akan datang. Secara khusus hal ini menjadi perhatian orang tua Kristen dalam menyikapi situasi sosial pada masa kini yang ditandai dengan berkembangnya sikap dan tindakan yang tidak patriotis, seperti korupsi, aksi kekerasan, bullying, ujaran kebencian, intoleransi, terorisme, upaya-upaya yang mengganggu kesatuan negara, penyalahgunaan teknologi, kemalasan, individualisme, kurang menghargai budaya dan produksi negeri sendiri, dan sebagainya. Pemerintah juga sedang mempersiapkan generasi yang tangguh untuk menyambut bonus demografi antara tahun 2010-2035. Dalam mendukung pemerintah, orang tua Kristen menyadari perannya dalam mendidik anak untuk berjiwa patriotisme sejak anak berusia dini. Karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana patriotisme Kristen dibelajarkan pada anak usia dini melalui pendidikan agama Kristen keluarga. Metode yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan kajian literatur. Hasil penelitian adalah orangtua membangun patriotisme pada anak yang berusia dini berdasarkan nilai-nilai Kristen, yaitu dengan memiliki pemahaman tentang landasan teologis patriotisme; perkembangan anak usia dini, dan pembentukan patriotisme dengan menetapkan tujuan pembelajaran, materi pembelajaran dan metode pembelajaran yang disesuaikan dengan perkembangan anak usia dini dan nilai-nilai Kristen.
Jurnal Shanan, Volume 1, pp 83-92; https://doi.org/10.33541/shanan.v1i1.1469
Abstract:
Dampak dari kehadiran Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) tidak hanya terjadi pada aliran bebas barang di antara negara-negara ASEAN, tetapi juga terjadi arus bebas jasa, arus bebas investasi, arus bebas tenaga kerja terampil, dan arus bebas modal. Program Studi (Prodi) Pendidikan Agama Kristen (PAK) yang menghasilkan seorang yang profesional di bidang PAK, seperti tenaga pendidik di sekolah (guru), di perguruan tinggi (dosen) dan di gereja (Pendeta) mau tidak mau harus mulai disiapkan untuk menghadapi arus bebas tenaga kerja terampil. Meskipun baru delapan profesi yang sudah disepakati dalam perjanjian MEA, yakni: insinyur, arsitek, dokter, dokter gigi, perawat, surveyor, akuntan dan pekerja wisata, namun profesi-profesi lain, termasuk Profesi Pendidik PAK, harus mulai mempersiapkan dirinya. Makalah ini mencoba untuk menginventarisir tiga masalah besar yang dapat membatasi pergerakan bebas PAK di dalam MEA, yaitu: keterbatasan orientasi lulusan PAK, keterbatasan kurikulum PAK dan keterbatasan bidang kajian di dalam PAK. Oleh karena itu, makalah ini akan mengajak kita untuk melihat kembali hakikat PAK secara teologis dan filosofis, serta berusaha untuk mendefinisikan ulang PAK di dalam konteks MEA, agar tenaga profesional yang dihasilkan oleh Prodi PAK dapat terlibat di dalam pergerakan MEA, bahkan bersaing dengan tenaga profesional yang lain. Selanjutnya, makalah ini menawarkan beberapa alternatif jalan keluar yang dapat dilakukan oleh PAK di dalam menerobos batasan-batasan yang ada. Makalah ini merupakan hasil studi literatur terhadap pemikiran PAK dari beberapa tokoh PAK dan kebijakan-kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Republik Indonesia di dalam mengatur Prodi PAK, serta analisis teologis-filosofis terhadap dampak dari kedua hal tersebut di dalam perkembangan PAK di Indonesia, khususnya dalam memasuki MEA. Kata Kunci: Hakikat Pendidikan Agama Kristen (PAK), Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), Kurikulum PAK, Profesi Pendidik PAK.
Jurnal Shanan, Volume 1, pp 136-157; https://doi.org/10.33541/shanan.v1i1.1481
Abstract:
Pendidikan apapun seharusnya bersifat membebaskan sesuai dengan muatan makna yang terkandung di dalam istilah pendidikan. Terutama sekali, sifat membebaskan ini dirasakan sangat kuat pada pendidikan agama Kristen, baik PAK sebagai disiplin ilmu atau salah satu mata kuliah/pelajaran di sekolah dan universitas, maupun PAK sebagai aktivitas pendidikan dalam kehidupan orang Kristen di gereja, keluarga dan masyarakat. Pembebasan yang dimaksud adalah membawa naradidik keluar dari kebodohan, kelemahan, kemiskinan, dan berbagai penindasan.Makalah ini memuat kajian historis PAK di Indonesia, khususnya di lingkungan Protestan sejak masa VOC hingga masa kini untuk melihat sejauh mana pelaksanaan pendidikan agama Kristen sudah membawa pembebasan bagi para naradidiknya. Dengan belajar dari sejarah PAK di Indonesia, kita bisa melakukan penilaian dan koreksi atas pendidikan agama Kristen yang saat ini kita laksanakan demi memajukan para naradidik, khususnya di era MEA ini.Makalah ini berusaha mendeskripsikan upaya-upaya pendidikan agama Kristen ketika dimulai, dilaksanakan, dan dikembangkan; dan faktor-faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan PAK di Indonesia. Dengan demikian, dari pembahasan ini diharapkan dapat memperlihatkan kekuatan dan kelemahan kita, khususnya dalam mempersiapkan naradidik menghadapi persaingan-persaingan yang kuat pada masa ini.Tulisan ini disusun dari studi literatur yang memuat sejarah PAK di Indonesia, observasi, dan percakapan lisan dengan berbagai pihak terkait dengan pelaksanaan PAK di Indonesia.Kata Kunci: Pendidikan, Pendidikan Agama Kristen, Sejarah, Pembebasan
Jurnal Shanan, Volume 1, pp 93-108; https://doi.org/10.33541/shanan.v1i1.1473
Abstract:
Makalah ini berisi pembahasan tentang pandangan Kekristenan mengenai pluralitas dan agama dan bagaimana itu menjadi dasar bersikap secara teologis-etis dari umat Kristen, khususnya dalam pengajaran pendidikan agama Kristen. Pluralitas agama adalah kenyataan mutlak dalam kehidupan masyarakat khususnya di Indonesia. Pandangan dan sikap agama dan umat Kristen bersifat lebih positif daripada negatif. Kemajemukan agama diterima secara kritis, khususnya dalam umat Kristen melaksanakan tugas membawa kabar keselamatan Allah melalui Yesus Kristus. Lebih khusus, dalam mengajarkan pendidikan agama Kristen, diharapkan kondisi plural agama ini dijadikan materi pelajaran atau bahan ajar yang memampukan siswa atau umat Kristen menyikapi dan menjalankan tugasnya sebagai orang Kristen secara positif dan efektif. Data yang dipergunakan dalam tulisan ini diperoleh dengan studi literatur atau kepustakaan, sedangkan penyajian materi dilakukan dengan analisis deskriptif- kualitatif dengan corak isi diwarnai oleh studi alkitabiah dan PAK.Kata-kata Kunci: Pluralitas agama, pluralisme, toleransi dan PAK Kontemporer
Jurnal Shanan, Volume 1, pp 158-178; https://doi.org/10.33541/shanan.v1i1.1482
Abstract:
Salah satu kitab yang terdapat dalam Alkitab, khususnya dalam Perjanjian Baru adalah Kitab Yakobus, di mana kitab ini sempat menjadi pokok pembicaraan hangat di kalangan teolog Kristen berkaitan dengan keabsahannya. Informasi mengenai hal ini akan terungkap ketika seseorang melakukan kajian khusus mengenai Kitab Yakobus, dan haruslah diakui bahwa dari beberapa kitab yang ada dalam Alkitab, nyata sekali Kitab Yakobus menjadi salah satu kitab yang menjadi pokok perbincangan yang cukup serius berkaitan dengan keabsahan kitab ini. Apakah kitab ini bisa atau tidak masuk dalam bagian dari Alkitab yang telah diterima dalam kanonisasi1masa gereja mula-mula.
Jurnal Shanan, Volume 1, pp 109-135; https://doi.org/10.33541/shanan.v1i1.1476
Abstract:
Keluarga merupakan lingkungan kehidupan yang dikenal anak untuk pertama kalinya, dan merupakan basis utama dalam pembentukan tingkah laku, moral, serta memberikan pendidikan kepada anak. Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 10 ayat 4 menyatakan bahwa: pendidikan keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan dalam keluarga dan yang memberikan keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral, dan keterampilan. Jelaslah bahwa keluarga dalam hal ini orangtua memiliki tanggung jawab besar dalam mengasuh dan mendidik anak-anaknya.
Jurnal Shanan, Volume 1, pp 22-82; https://doi.org/10.33541/shanan.v1i1.1467
Abstract:
The research in this paper leads to peace education in Poso. Local wisdom approach focus to achieve it. Local wisdom in question is a tradition of cultural in sintuwu maroso and padungku. Researchers considered that culture sintuwu maroso and padungku a primal's hospitality owned Poso then and now. The distinctive feature of this research center at the local wisdom area. That approach is not without reason. Social unrest conflicts that have occurred in Poso, leaving wounds that are difficult unresolved grudges. Seventeen years ago the conflict was going on, now remaining trauma and feels haunted. Yet the return of all refugees to their original place, not awakening back all the buildings or houses in the former debris destruction mass, separation is expressly settlements Islamic-Christian, social community is still limited, and military approach that is very dominant, not apart from monitoring the author. Watched it is balanced with the security situation, a conducive atmosphere andhospitality of the people of Poso today. Objectives achieved in this study were (1) to find out how the understanding and meaning of the Poso community’s hospitality (2) to find out ways of appreciation and practice of cultural sintuwu maroso and padungku as a form of tradition's hospitality in Poso and (3) to determine the role and the application of hospitality in traditions of cultural sintuwu maroso and padungku for peace education in addressing the conflict in Poso. The data collection process is conducted qualitatively. Interviews and observations is his method, followed by a description of the data. Analysis of data using analytical approachto Theology-CRE (Christian Religious Education). This approach was chosen because they are the research student of CRE. After conducting research and data analysis as a whole, the picture of hospitality in Poso this time will be presented in a straightforward and unequivocal. Likewise, appreciation and practice of cultural sintuwu maroso and padungku in everyday life. In the end, the author proposes an approach to education for peace in Poso, that is approach through cultural traditions in sintuwu maroso's hospitality and padungku Key words: Hospitality, Sintuwu Maroso, Padungku, Peace Education.
Jurnal Shanan, Volume 1, pp 1-21; https://doi.org/10.33541/shanan.v1i1.1466
Abstract:
Masyarakat Ekonomi Asean sementara berlangsung di negara-negara Asean dengan berbagai bentuk kerjasama di berbagai bidang yang berfokus pada bidang ekonomi. Hal ini menjadi peluang sekaligus tantangan bagi setiap bangsa yang terlibat di dalamnya dan terutama bagi bangsa Indonesia. Peluang dan tantangan harus segera disikapi dan dihadapi. Jika tidak, akibatnya bisa merugikan dan bukan menguntungkan. Peningkatan kualitas pendidikan yang baik haruslah dimiliki oleh anak bangsa dalam menghadapi MEA sebagai kunci kesuksesan. Berbagai konflik dapat saja terjadi sebagai dampak dari Masyarakat Ekonomi Asean. Bilamana konflik tidak segera diatasi maka dampaknya akan menjadi semakin buruk dan konflik tersebut dapat berpeluang pada tindakan kekerasan. Pendidikan perdamaian haruslah menjadi agenda utama dalam kehidupan setiap orang, terutama mencegah dan mengatasi berbagai konflik sebagai dampak negatif dari MEA. Pendidikan perdamaian kaitannya dengan PAK, mengajarkan setiap orang untuk hidup dalam rasa aman, nyaman, bebas dari berbagai masalah atau dapat menangani berbagai konflik. Pentingnya pendidikan perdamaian terutama dalam menghadapi MEA ini, supaya semua pihak dapat menjalin hubungan dengan baik. Kata Kunci: Pendidikan, Pendidikan Perdamaian, Pendidikan Agama Kristen, Masyarakat Ekonomi Asean.
Jurnal Shanan, Volume 3, pp 63-76; https://doi.org/10.33541/shanan.v3i2.1579
Abstract:
Pola asuh dalam keluarga adalah tugas pendidikan agama Kristen yang dilakukan di dalam keluarga sebagai pembentukan karakter dan pertumbuhan iman terutama anak-anak. Alkitab memberikan gambaran yang jelas bagaimana pola asuh dari keluarga-keluarga baik menurut Alkitab Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Kehidupan keluarga Ishak dimulai dari Abraham dan Sarah sebagai orangtua Ishak, kemudian Esau dan Yakub sebagai anak-anak Ishak. Ada pola asuh yang baik dan ada pola asuh yang tidak baik dari keluarga ini. Sesuatu yang baik yang dilakukan akan memberi dampak yang baik bagi pertumbuhan dan perkembangan anak, tetapi sesuatu yang buruk tentu saja sebaliknya dari yang baik. Keluarga berperan penting dalam pembinaan nilai-nilai, memberi dukungan afektif; berupa hubungan kehangatan, saling mengasihi, dan dikasihi, mempedulikan, dan dipedulikan, memberikan motivasi, dan saling menghargai. Penelitian ini dilakukan di Universitas Kristen Indonesia, dengan metode penelitian yang digunakan adalah library research. Untuk menjawab masalah dalam penelitian ini, peneliti meneliti teori-teori yang berkaitan dengan masalah yang diteliti, bersumber dari buku, artikel nasional, dan internasional dalam bentuk prosiding dan jurnal, dokumen, dan sumber lainnya. Temuan penelitian ini adalah bahwa tujuan pola asuh keluarga yang sesuai dengan pendidikan agama Kristen adalah menghasilkan keluarga-keluarga yang berkarakter dengan nilai-nilai kasih dan kepedulian, memiliki motivasi, dan saling menghargai.Kata Kunci: Pendidikan Agama Kristen, Keluarga, Pola Asuh, Keluarga Ishak.
Jurnal Shanan, Volume 3, pp 77-94; https://doi.org/10.33541/shanan.v3i2.1580
Abstract:
Artikel ini adalah suatu kajian pedagogis secara teoritis mengenai Profesionalisme guru pendidikan agama Kristen sebagai pendidik dengan komposisi tugasnya mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik agar mencapai tujuan pembelajaran serta menghasilkan prestasi belajar sesuai yang diharapkan. Yesus sebagai teladan bagi guru pendidikan agama Kristen, harus menjadi ukuran bagi setiap pendidik Kristen. Dengan meneladani-Nya, maka akan berdampak dalam pekerjaan selama proses pembelajaran berlangsung dan akan menghasilkan prestasi bagi peserta didik. Prestasi belajar yang diharapkan merupakan suatu keberhasilan selama proses pembelajaran berlangsung. Hal ini merupakan tanggungjawab seorang guru pendidikan agama Kristen yang secara profesional memberikan waktu dan kemampuan dirinya dalam mendidik, dan memberikan motivasi belajar agar mencapai suatu prestasi dalam bagi setiap peserta didik.Dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik, guru pendidikan agama Kristen harus dapat meningkatkan kompetensi serta berkewajiban untuk merencanakan pembelajaran secara baik, mengembangkan kualifikasi dan kompetensinya secara berkesinambungan. Guru yang menjalankan tugasnya dengan baik disebut guru yang profesional, yakni guru yang memiliki beberapa keahlian atau kompetensi meliputi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional yang terjalin satu dengan lainnya. Untuk mencapai apa yang menjadi tujuan dari penulisan ini, maka penulis menggunakan metode kualitatif sebagai studi pustaka dan didukung oleh beberapa refensi secara online untuk kelengkapan dan penyempurnaan tulisan ini.Penelitian ini mengasilkan suatu kesimpulan bahwa kinerja secara profesional seorang guru sangat berpengaruh terhadap pencapaian prestasi bagi setiap peserta didik dalam dunia pendidikan. Secara khusunya bagi guru pendidikan agama Kristen sebagai pembawa kebenaran dan motivator yang disertai dengan kekuatan spiritual, dapat membangkitkan semangat belajar sebagai wujud dari iman yang berkaitan dengan tindakan, sehingga menghasilkan prestasi yang berdampak positif bagi guru yang profesional dalam hal mengajar, mendidik dan memberi motivasi terhadap peserta didik.Kata kunci: Tanggungjawab dan Profesional Guru
Jurnal Shanan, Volume 3, pp 115-127; https://doi.org/10.33541/shanan.v3i2.1582
Abstract:
Tulisan ini memuat pembahasan tentang penggunaan pendekatan Shared Christian Praxis (SCP) dalam pendidikan agama Kristen. Pendekatan ini dikembangkan oleh Thomas H. Groome pada tahun 1980-an dan sudah banyak digunakan dalam berbagai kegiatan pengajaran baik di gereja maupun sekolah di Eropa dan Amerika. Akan tetapi di lingkungan Protestan Indonesia, penggunaan pendekatan ini masih sangat jarang. Tulisan mengenai pendekatan ini pun masih sedikit, khususnya terkait dengan pendidikan agama Kristen di gereja-gereja Protestan. Pendekatan ini sangat baikdigunakan dalam pembelajaran di program katekisasi, penelaahan Alkitab, sermon, retreat, pertemuan pastoral, dan program pengajaran lainnya karena pendekatan ini bersifat aktif, inisiatif, reflektif, intuitif, kreatif, dialogis, kritis, emansipatif, dan partisipatif. Dengan menerapkan pendekatan ini dengan benar, maka upaya indoktrinasi, dominasi pengajar terhadap murid, dan pengajaran yang monolog dapat dihapuskan. Tulisan ini dihasilkan melalui riset kepustakaan (library research) dengan metode kualitatif deskriptif. Kesimpulan dari tulisan ini adalah pendekatan SCP bermanfaat dalam pendidikan agama Kristen di gereja, khususnya menyangkut: waktu belajar yang fleksibel, kesiapan emosional dan fisik dalam menerima pembelajaran, danmensinergikan teologi dan PAK dalam pembelajaran.
Jurnal Shanan, Volume 3, pp 1-25; https://doi.org/10.33541/shanan.v3i2.1577
Abstract:
Kurikulum merupakan sebuah alat yang digunakan untuk melihat sejauh mana proses pembelajaran yang mampu untuk memenuhi kebutuhan peserta didik. Kurikulum tidak terlepas dari sebuah proses pembelajaran serta pengalaman dalam belajar itu sendiri. Dalam hal ini kurikulum tidak hanya diperlukan dalam pendidikan formal, namun dalam pendidikan informal sekalipun sangat dibutuhkan, sebab kurikulum juga merupakan pondasi yang kuat dalam sebuah pembelajaran di dunia pendidikan.Penelitian ini bertujuan untuk mendesain kurikulum pendidikan agama Kristen untuk ibadah yang berorientasi pada etos kerja Kristen bagi pegawai pemerintah di Balai Kota Propinsi DKI Jakarta. Penelitian menggunakan metode deskriptif kualitatif. Sampel ditetapkan menggunakan model sampel bertujuan (purposive sampling). Informan dalam penelitian ini berjumlah 10 orang pegawai Kristen yang terdiri pengurus ibadah dan peserta ibadah. Data dikumpulkan dengan menggunakan teknik wawancara, sedangkan teknik analisis data menggunakan model deskripsi analisis.Dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa pemahaman para pengurus tentang kurikulum pendidikan agama Kristen sudah memadai dan pemahaman pengurus ibadah dan peserta ibadah tentang etos kerja Kristen dan ibadah juga sudah memadai. Penelitian ini dapat memberi gambaran tentang desain kurikulum pendidikan agama Kristen untuk ibadah yang berorientasi dalam meningkatkan etos kerja Kristen. Hasil temuan penulis ialah kurikulum pendidikan agama Kristen sangat penting untuk diterapkan dalam ibadah yang berlangsung setiap hari Jumat pada pemerintah di Balai Kota Propinsi DKI Jakarta.Kata Kunci: Desain, Kurikulum, Pendidikan Agama Kristen (PAK), Ibadah, Etos Kerja Kristen.
Jurnal Shanan, Volume 4, pp 1-20; https://doi.org/10.33541/shanan.v4i1.1765
Abstract:
AbstrakRadikalisme agama merupakan paham atau aliran keras yang berasal dari suatu ajaran agama yang menimbulkan sikap intoleransi. Radikalisme agama dapat terjadi pada agama manapun, termasuk dalam memahami ajaran Kekristenan. Salah satu penyebab pada ajaran Kekristenan yaitu, pemahaman yang salah dalam menafsirkan ayat-ayat Alkitab dan para pendidik yang memberikan pendidikan agama Kristen tidak sesuai dengan ajaran Alkitab, atau juga dapat disebabkan oleh orang-orang Kristen yang memiliki kepentingan dengan mengatasnamakan ajaran agama. Untuk menjawab permasalahan tersebut, dalam penulisan ini metode yang digunakan adalah studi pustaka. Di mana penulis mencari sumber-sumber informasi baik dari jurnal, buku, Alkitab, tafsiran Alkitab, internet, kamus, dan sumber-sumber lainnya. Tujuan dari penulisan ini untuk menjawab pandangan Kekristenan berdasarkan perspektif Alkitab yang menolak tindakan radikalisme agama. Oleh karena itu, supaya tidak bertumbuhnya paham radikalisme agama di dalam Kekristenan. Hal ini menjadi tugas tanggung jawab bagi para pendidik, pendidik yang dimaksud ialah (orangtua, guru PAK, dan para pendeta) yang mengajarkan pendidikan agama Kristen kepada setiap naradidik baik di dalam keluarga, sekolah, maupun gereja.Kata Kunci: Radikalisme Agama, Perspektif Alkitab, Pendidikan Agama Kristen
Jurnal Shanan, Volume 4, pp 21-40; https://doi.org/10.33541/shanan.v4i1.1766
Abstract:
AbstrakGereja adalah persekutuan orang kudus. Gereja memiliki tugas dan panggilan untuk melakukan pengajaran yang benar kepada orang percaya yang sesuai dengan ajaran Alkitab. Tugas pengajaran itu antara lain adalah Pendidikan Agama Kristen (PAK) gereja. Terkait dengan tugas tersebut, harus dilakukan secara terus-menerus agar dapat menjawab kebutuhan orang percaya. Agar relevan, gereja perlu melakukan pengembangan mengingat adanya pengaruh perkembangan zaman yang masuk ke dalam gereja. Selain itu, adanya perubahan perilaku dan gaya hidup yang ditunjukkan jemaat yang cenderung mengikuti perkembangan zaman. Di samping itu, gereja juga diperhadapkan dengan pengajaran-pengajaran yang menyimpang dari Alkitab dan dasar teologi yang benar. Dalam upaya melakukan pengembangan PAK, gereja tidak bisa dilepaskan dari teologi yang merupakan isi dari PAK itu sendiri. Pengajaran yang dilakukan di gereja berpusat pada Allah dan karya-karya-Nya. Untuk memahami itu, dibutuhkan teologi sebagai sarana untuk mempermudah menjelaskan apa yang menjadi kehendak Allah atas umat-Nya. Dengan menjadikan teologi sebagai landasan pengembangan PAK Alkitabiah, gereja akan bertumbuh menjadi gereja produktif yang menghasilkan jemaat yang dewasa dan mampu mengimplementasikan imannya di dalam kehidupannya sehari-hari. Artikel ini ditulis dengan metode kualitatif deskriptif melalui penelitian kepustkaan. Kesimpulan dari artikel ini adalah gereja perlu memahami bahwa PAK adalah tugas gereja yang sangat penting dan perlu terus dikembangkan. PAK adalah bagian dari upaya berteologi gereja, maka gereja harus mengembangkan PAK berdasarkan teologi dan teologi adalah landasan dalam pengembangan PAK di gereja.Kata Kunci: Pendidikan Agama Kristen, Teologi, Gereja
Jurnal Shanan, Volume 4, pp 41-56; https://doi.org/10.33541/shanan.v4i1.1767
Abstract:
Abstrak Mengabarkan Injil merupakan salah satu tugas gereja (orang Kristen) yang paling penting dan paling mendasar. Pekabaran Injil seringkali dipahami oleh gereja sebagai upaya untuk menambahkan jumlah anggota dalam gereja, sehingga pekabaran Injil hanya dibatasi kepada manusia. Pekabaran Injil yang benar yang diajarkan oleh Yesus bukanlah seperti apa yang dipahami oleh gereja saat ini. Dalam Markus 16:15 menjelaskan bahwa pekabaran Injil tidak hanya dibatasi kepada manusia, tetapi pekabaran Injil mencakup seluruh makhluk yang diciptakan oleh Allah. Seharusnya gereja pada saat ini mulai melihat situasi yang sedang terjadi di sekitarnya, salah satunya mengenai kerusakan lingkungan hidup yang membawa dampak bagi seluruh makhluk/ciptaan. Kepedulian gereja terhadap kerusakan lingkungan hidup, yang semakin hari semakin memprihatinkan dan banyak menelan korban, sebenarnya merupakan salah satu cara pekabaran Injil yang baik dan relevan pada masa kini. Hal ini bisa dilakukan dengan memberikan pendidikan bagi jemaat tentang bagaimana seharusnya sikap orang Kristen terhadap ciptaan Tuhan lainnya. Untuk menjawab permasalahan tersebut, maka penulis menggunakan metode penelitian pustaka, yakni membandingkan berbagai literatur, baik itu buku-buku, artikel, maupun jurnal yang berkaitan dengan pembahasan di atas. Tujuan dari tulisan ini adalah untuk memberi pemahaman sekaligus menyadarkan gereja akan pentingnya pendidikan agama Kristen yang berkenaan dengan lingkungan hidup. Melalui pendidikan, gereja membekali setiap anggota jemaatnya serta menyadarkan mereka bahwa mereka memiliki tanggung jawab terhadap kerusakan lingkungan hidup.Kata Kunci: Gereja, Ekologi, Pekabaran Injil, Pendidikan Agama Kristen
Jurnal Shanan, Volume 3, pp 27-61; https://doi.org/10.33541/shanan.v3i2.1578
Abstract:
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan PAK Anak usia 9-12 tahun, bagaimana desain kurikulum PAK Anak di sinode GKPS selama ini, dan bagaimana mendesain kurikulum PAK Anak usia 9-12 tahun di sinode GKPS berdasarkan teori Wyckoff. Penelitian menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif melalui penelitian pustaka dan penelitian lapangan. Penelitian lapangan dilakukan dengan metode wawancara. Sampel ditetapkan menggunakan model sampel bertujuan (purposive sampling). Responden dalam penelitian ini berjumlah empat belas orang, yang terdiri dari delapan orang kepengurusan tingkat sinodal GKPS di Pematangsiantar dan enam orang kepengurusan yang berhubungan dengan Sekolah Minggu di jemaat GKPS Cengkareng, Jakarta. Data dari wawancara tersebut dianalisis dengan model deskripsi analisis.Dari hasil penelitian ditemukan bahwa pemahaman GKPS tentang PAK Anak sudah memadai namun pelaksanaan PAK Anak di jemaat masih terbatas. Ditemukan data bahwa peraturan pembagian kelas Sekolah Minggu di GKPS belum konsisten. GKPS juga belum memiliki kurikulum PAK Anak. Bahan pengajaran yang ada hanya Buku Pedoman Pembelajaran Aku Gereja, yang sebenarnya bukan kurikulum. Ada beberapa faktor yang menyebabkan masalah ini: pertama, GKPS terbentur dengan bahan atau teks pengajaran Sekolah Minggu yang sudah ditetapkan oleh gereja-gereja anggota Sekretariat Bersama UEM. Kedua, belum ada ahli PAK Anak yang bertugas secara penuh dalam kepengurusan sinodal GKPS, dan faktor-faktor lainnya. Berdasarkan penelitian, kurikulum merupakan hal yang penting dan sangat dibutuhkan dalam PAK Anak. Menurut Wyckoff, kurikulum disusun berdasarkan kaitan antara beberapa unsur dasar, yaitu konteks, ruang lingkup, tujuan, dan proses. Berdasarkan teori Wyckoff tersebut, dalam penelitian ini, peneliti mendesain kurikulum PAK Anak usia 9-12 tahun di sinode GKPS.Kata kunci: Pendidikan Agama Kristen, anak, desain, kurikulum, teori Wyckoff
Jurnal Shanan, Volume 2, pp 1-35; https://doi.org/10.33541/shanan.v2i2.1534
Abstract:
Pulau Kalimantan merupakan salah satu pulau besar yang ada di Indonesia, dan wilayah yang didiami oleh masyarakat suku Dayak ini sangat kental dengan tradisi keyakinan tradisonal dengan berbagai upacara keagamaan yang ada. Agama asli orang Dayak adalah Kaharingan, dan dalam kepercayaan agama ini, sosok Tuhan berbeda sebutannya karena bergantung pada wilayah, misalnya untuk kawasan Barito, Tuhan Kaharingan disebut Yustu Ha Latalla, sedangkan di Kotawaringin Barat disebut Sanghyang Dewata. Namun demikian, mayoritas pemeluk Kaharingan menyebut pencipta sebagai Ranying Hatalla Langit yang kalau diartikan adalah Kuasa yang Maha Besar. Dalam kehidupan kesehariannya, masyarakat Dayak percaya kepada roh-roh inilah yang di-yakini dengan kuar; walaupun kekristenan telah menjadi bagian dari kehidupan mereka. Orang Dayak yang terdiri dari sejumlah sub-suku; memiliki tradisi leluhur yang seringkali terhubung dengan penyembahan pada roh-roh leluhur. Secara khusus masyarakat Dayak Maayan, beberapa istilah yang berhubungan dengan penyembahan terhadap roh leluhur, diantaranya: Wadian atau Balian yaitu orang yang menjadi pemimpin ritual dalam beberapa upacara adat Dayak. Damang atau Damung adalah pemimpin atau tokoh masyarakat adat Dayak Maanyan. Mantir adalah tetua adat atau kepala suku atau kepala adat yang dihormati di tengah masyarakat Dayak Maanyan. Wadian Matei adalah pemimpin ritual dalam upacara kematian suku Dayak Maanyan. Wadian Welum adalah pemimpin ritual dalam upacara pengucapan syukur. Datu Tunyung adalah surga dalam kepercayaan suku Dayak Maanyan. Talamana Tuah Hukat adalah Tuhan dalam kepercayaan suku Dayak Maanyan dan juga sering di-sebut Alatala. Kariau adalah roh-roh atau makhluk halus. Adiau adalah roh orang yang sudah me-ninggal. Kebanyakan orang Dayak Maayan masih setia menjalankan tradisi leluhur itu. Demikian juga dengan sejumlah ritual keagamaan seperti Ipaket. Masyarakat Dayak Maanyan percaya bahwa kematian adalah sebuah awal perpindahan atau perjalanan roh (adiau atau amirue) ke kemuliaan dunia baru (tumpuk adiau) yang subur, damai, tentram, kaya raya di mana di sana ada kesempurnaan. Itulah sebabnya ada upacara khusus bagi mereka yang meninggal dunia. Upacara kematian yang lengkap dalam tradisi Suku Dayak Maanyan disebut Marabia, Ijambe dan Ngadatonuntuk. Upacara iniharus di-laksanakan secara lengkap menurut adat agar sampai ke Datu Tunyung atau sorga; dan jika tidak dilakukan secara lengkap, maka arwah atau adiau bisa gentayangan, dan hal inilah yang ditakuti oleh mereka yang masih hidup Kehadiran gereja di kalangan Dayak Maayan, sedikit memberi perubahan dalam pola pikir mereka. Upacara yang berkaitan dengan penyembahan terhadap leluhur mulai disentuh dengan kebenaran Alkitab. Bahaya akan praktik Okultisme terus disampaikan, namun hal itu juga terus berlangsung. Itulah sebabnya penelitian ini hendak menyampaikan data mengenai deskripsi praktik Okultisme yang dilakukan para remaja gereja di Gereja Sidang Jemaat Allah. Penelitian ini hendak membuktikan hal apa saja yang dipraktikkan dan seberapa besar peran gereja dalam membina kehidupan rohani anggota jemaatnya.Kata Kunci: Deskripsi, Okultisme, Agama Kaharingan, Remaja
Jurnal Shanan, Volume 2, pp 37-67; https://doi.org/10.33541/shanan.v2i2.1535
Abstract:
Pendidikan agama Kristen keluarga atau yang biasa disingkat PAK Keluarga adalah pendidikan agama yang diadakan di dalam keluarga di mana orang tua berfungsi sebagai pendidik dan pengajar dalam keluarga. Sebagai upaya pendidikan, maka upaya tersebut haruslah dijalankan secara terprogram dengan baik. Untuk itu, gereja harus berperan besar dalam membimbing dan mengarahkan para orang tua melalui berbagai program pembinaan sehingga para orang tua dapat mengimplementasikannya dengan baik dalam keluarga.Penulis telah mengadakan penelitian mengenai implementasi PAK Keluarga di lingkungan Gereja-gereja Sidang Jemaat Allah Kabupaten Barito Timur, Kalimantan Tengah dan hasilnya adalah gereja memahami bahwa PAK Keluarga telah dijalankan melalui berbagai program gereja, seperti: ibadah umum, ibadah kategorial, ibadah keluarga, dan himbauan kepada para orang tua supaya mengadakan “Saat Teduh” setiap hari di rumah masing-masing dengan mengajak anak-anak untuk berdoa, menyanyi dan membaca Alkitab bersama-sama pada pagi hari atau pada malam hari. Hampir semua gereja menganggap bahwa semua program gereja sudah bertujuan menguatkan keluarga. Sementara itu, para orang tua memahami bahwa mereka telah melaksanakan PAK keluarga melalui kegiatan Saat Teduh dan mengajak serta mendorong anak-anak mereka untuk berperilaku baik dan rajin mengikuti program-program gereja. Penulis juga belum menemukan adanya kurikulum PAK Keluarga dan buku-buku ajar yang khusus dirancang untuk PAK Keluarga.Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode wawancara dan dokumentasi. Para informan terdiri dari para pendeta, para pengurus gereja, para orangtua, dan anak-anak yang berasal dari 13 gereja lokal di lingkungan GSJA kabupaten Barito Timur, Kalimantan Tengah. Hasil analisis terhadap hasil penelitian menunjukkan bahwa GSJA Kabupaten Barito Timur belum melakukan PAK keluarga yang terencana dan terprogram dengan baik. Hal ini disebabkan kurangnya pemahaman mengenai PAK Keluarga, kurangnya keterampilan dalam menyusun kurikulum dan bahan ajar PAK Keluarga, dan kurangnya dana untuk penyelenggaraan seminar dan pelatihan yang terkait dengan PAK Keluarga. Para orang tua juga kurang memahami PAK Keluarga dan bagaimana melaksanakannya dengan baik karena kurangnya pembinaan dari gereja, secara khusus mengenai PAK Keluarga.Kata Kunci: Analisis, Implementasi, Pendidikan Agama Kristen, Keluarga, Gereja
Jurnal Shanan, Volume 2, pp 69-90; https://doi.org/10.33541/shanan.v2i2.1536
Abstract:
Salah satu tugas mendidik mahasiswa adalah memotivasi mahasiswa untuk menjadi lulusan terbaik, berintegritas, peduli terhadap lingkungan dan berwawasan luas. Penelitian ini dilatarbelakangi pengalaman mengajar mata kuliah Agama untuk mahasiswa angkatan 2016/2017, terdapat kecenderungan bahwa tidak semua mahasiswa mengerti gaya belajar dan kecerdasan majemuk yang dimiliki yang dapat mempengaruhi motivasi berprestasi. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Untuk mengetahui pengaruh gaya belajar mahasiswa peserta mata kuliah agama Kristen terhadap kecerdasan majemuk. (2) Untuk mengetahui pengaruh gaya belajar mahasiswa peserta mata kuliah agama Kristen terhadap motivasi berprestasi. (3).Untuk mengetahui pengaruh kecerdasan majemukmahasiswa peserta agama Kristen terdapat motivasi berprestasi. Terdapat tiga hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini ; (1 Diduga gaya belajar mahasiswa berpengaruh terhadap kecerdasan majemuk. (2). Diduga gaya belajar mahasiswa berpengaruh terhadap motivasi berprestasi. (3). Diduga kecerdasan majemuk mahasiswa berpengaruh terhadap motivasi berprestasi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif. Dalam penelitian ini populasi dan sampel adalah mahasiswa peserta mata kuliah AgamaKristen yang diampu peneliti, sejumlah 79 responden. Hasil penelitian menunjukkan (1) Pengaruh gaya belajar terhadap kecerdasan majemuk dengan koefisien gamma sebesar 0,556 dan T-statistic sebesar 8,983 > T tabel sebesar 1,96 pada gaya belajar terhadap kecerdasan majemuk, berarti terdapat pengaruh signifikan gaya belajar terhadap kecerdasan majemuk dengan level signifikan 0,01. (2). Pengaruh gaya belajar terhadap motivasi berprestasi mahasiswa dengan koefisien gamma sebesar 0,269 dan T-statistic sebesar 2,215 > T tabel sebesar 1,96 pada gaya belajar terhadap motivasi berprestasi mahasiswa, berarti terdapat pengaruh signifikan gaya belajar terhadap motivasi berprestasi mahasiswa dengan level signifikan 0,01. (3). Pengaruh kecerdasan majemuk, terhadap motivasi berprestasi dengan koefisien gammasebesar 0.510 dan T-statistic sebesar 4.220 > T tabel sebesar 1,96 pada kecerdasan majemuk terhadap motivasi berprestasi mahasiswa, berarti terdapat pengaruh signifikankecerdasan majemuk terhadap motivasi berprestasi mahasiswa kecerdasan majemuk dengan level signifikan 0,01.Kata kunci: gaya belajar, kecerdasan majemuk, motivasi berprestasi.
Jurnal Shanan, Volume 2, pp 91-105; https://doi.org/10.33541/shanan.v2i2.1537
Abstract:
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan homeschooling, model homeschooling dan penggunaan model homeschooling dalam pembelajaran PAK di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Wesley Pelita Bangsa School (WPBS) Pluit-Jakarta. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara, observasi dan dokumentasi. Jumlah populasi dalam penelitian ini 67 orang informan, sedangkan yang menjadi sampel penelitian berjumlah 16 orang yang terdiri dari 4 orang guru, 6 orang tua dan 6 orang siswa/i dengan kriteria mereka terlibat secara langsung dalam kegiatan homeschooling. Penentuan sampel ini berdasarkan pada tujuan penelitian.Hasil penelitian menunjukkan bahwa guru, orang tua dan siswa/i memahami homeschooling sebagai sekolah rumah tetapi pemahaman mereka tentang model-model homeschooling kurang memadai, rata-rata mengenal dua model homeschooling. Ini membuktikan bahwa kurangnya informasi tentang homeschooling ini membuat banyak orang tidak memahaminya. Selanjutnya penggunaan model homeschooling dalam pembelajaran PAK menunjukkan hal yang positif di mana dalam setiap anak sebelum memulai pembelajaran setiap hari diwajibkan untuk menghafal ayat-ayat Alkitab, saatteduh dan doa bersama di dalam kelas.Mengingat pentingnya homeschooling, maka perlu ada solusi yang segera dilakukan yaitu mengadakan seminar dan pelatihan kepada guru dan orang tua supaya lebih memahami pentingnya homeschooling dan model-model homeschooling. Dengan demikian homeschooling menjadi sebuah pilihan alternatif dan pertimbangan bagi orang tua untuk kebutuhan pendidikan anak.Kata kunci: Model homeschooling, pembelajaran PAK
Jurnal Shanan, Volume 2, pp 107-130; https://doi.org/10.33541/shanan.v2i2.1538
Abstract:
PAK keluarga merupakan pendidikan yang sangat penting bagi seluruh anggota keluarga. Melalui PAK keluarga, seluruh anggota keluarga dapat mengenal dan memahami Allah yang disembah dan memampukan seluruh keluarga hidup sesuai dengan firman Allah serta dapat menjadi teladan bagi sesama. PAK keluarga tidak lepas dari peran orang tua sebagai pribadi yang diberi tanggung jawab oleh Allah dalam mengupayakannya, selain orang tua seluruh anggota keluarga juga memiliki peran yang sangat penting. Untuk itu dibutuhkan komitmen dari seluruh keluarga sehingga PAK keluarga dapat terwujud. PAK keluarga yang telah diimplementasikan perlu dievaluasi secara berkala untuk mengetahui proses dan manfaat implementasi PAK itu sendiri. Evaluasi dilakukan mencakup unsur-unsur PAK keluarga, seperti: pengajar, peserta didik, kurikulum, metode, sarana, lingkungan, dan pendanaan.Penelitian ini bertujuan untuk melakukan evaluasi terhadap implementasi Pendidikan Agama Kristen (PAK) keluarga di GKRI Jemaat Diaspora Cawang.Penelitian menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan evaluasi. Model evaluasi yang digunakan adalah model CIPP (context, input, process, dan product). Sampel ditetapkan menggunakan model sampel bertujuan (purposive sampling). Informan dalam penelitian ini berjumlah 10 keluarga yang terdiri orang tua dan anak. Data dikumpulkan dengan menggunakan teknik wawancara, sedangkan teknik analisis data menggunakan model deskripsi analitis.Dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa pemahaman keluarga tentang PAK keluarga sudah memadai. Evaluasi konteks (contect) dihasilkan bahwa pemahaman dan penguasaan orang tua tentang landasan PAK keluarga pada kategori kurang baik, pemenuhan kebutuhan PAK keluarga bagi anak pada kategori baik. Evaluasi masukan (input) ketersediaan pendidik dan peserta didik pada kategori sangat baik (100%), sarana yang digunakan cukup memadai, orang tua mengetahui berbagai strategi PAK keluarga, perencanaan dana dalam kategori sangat tidak baik.Evaluasi proses (process) implementasi PAK keluarga berada pada kategori baik, belum memiliki dan menggunakan kurikulum (buku), penggunaan bahan ajar masih minim. Strategi yang digunakan tergolong memadai, dan orang tua berperan dengan baik. Dari evaluasi hasil (product) ditemukan bahwa keluarga memperoleh hasil yang baik. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa keluarga belum memahami pentingnya evaluasi implementasi PAK keluarga.Kata kunci: evaluasi, implementasi, Pendidikan Agama Kristen (PAK) keluarga.
Jurnal Shanan, Volume 2, pp 131-158; https://doi.org/10.33541/shanan.v2i2.1539
Abstract:
Kepemimpinan sangat penting bagi kelangsungan pelayanan gereja. Kepemimpinan yang baik akan sangat bergantung pada tingkat komitmen, konsistensidan kesediaan menerima konsekuensi pelayanan dalam kerendahan hati, sehingga menyebabkan mereka yang dipimpin melakukan serangkaian tindakan dengan penuh kesadaran guna mencapai tujuan yang telah disepakati. Kepemimpinan pendeta perempuan secara teoritis diartikan sebagai kemampuan seorang pendeta perempuan dalam menggerakkan atau mempengaruhi jemaat dan dirinya menuju suatu tujuan dengan visi tertentu, dan mentransformasi komunitasnya sehingga kondisinya semakin baik.Penelitian dilaksanakan di kantor Majelis Sinode GPIB dengan teknik pengumpulan data deskriptif kualitatif melalui studi kepustakaan, wawancara,observasi, dan dokumentasi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat keadaan yang sebenarnya dari kepemimpinan pendeta perempuan di lingkup sinodal GPIB. Sampel yang digunakan adalah model sampel bertujuan (purposive sampling). Informan dalam penelitian ini berjumlah 13 orang yang terdiri dari 7 orang fungsionaris Majelis Sinode dan 6 orang perangkat-perangkat Majelis Sinode GPIB, yang terdiri dari 4 pendeta perempuan, 1 penatua perempuan dan 1 pendeta laki-laki. Kemudian dilakukan analisis untuk melihat kendala dan cara pendekatan agar dengan tinjauan teologis-pedagogis ini dapat mencapai tujuan yang diharapkan.Dari hasil penelitian ini, ditemukan bahwa kepemimpinan pendeta perempuan di GPIB dibangun berdasarkan Alkitab di mana perempuan dan laki-laki diciptakan segambar dengan Allah (Kej. 1:27). Artinya, laki-laki dan perempuan adalah gambar Allah yang diciptakan setara dan sederajat. Pendeta perempuan dan pendeta laki-laki tidak ada perbedaan dalam hal kepemimpinan di lingkup sinodal GPIB. GPIB sebagai lembaga sangat terbuka dan memberikan peluang yang sangat luas kepada pendeta perempuan untuk membangun dan mengembangkan dirinya melalui pendidikan, pelatihan dan pembinaan. GPIB sebagai lembaga sudah sangat maju dan terbuka memberikan peluang untuk perempuan memimpin di lingkup struktural sinodal GPIB.Pendeta perempuan sebagai pelaku sejarah telah berperan di ruang publik dan domestik. Peran domestik dan peran publik sudah ikut mempengaruhi perubahan pada kepemimpinan di GPIB. Meskipun dalam kepemimpinan pendeta perempuan banyak tantangan, tetapi pendeta perempuan GPIB telah mempengaruhi gerak menggereja menurut konteksnya.Kata kunci: kepemimpinan, pendeta perempuan, tinjauan teologis-pedagogis.
Jurnal Shanan, Volume 2, pp 1-38; https://doi.org/10.33541/shanan.v2i1.1499
Abstract:
Paham radikalisme dan fundamentalisme agama dewasa ini disebarkan dengan berbagai cara. Di era teknologi informasi seperti sekarang ini paham radikalisme dan fundamentalisme agama lebih cepat tersebar lewat media sosial. Akibatnya, banyak dampak negatif yang ditimbulkan dari penyebaran paham radikalisme dan fundamentalisme agama tersebut. Dampak-dampak ini sangat berbahaya bagi bangsa dan juga gereja, terutama generasi muda. Untuk itu gereja harus mengajarkan kepada generasi muda, mulai dari anak-anak, remaja dan pemuda bagaimana berperilaku hidup sebagaimana yang diajarkan dan diteladankan oleh Tuhan. Tugas-tugas gereja dalam menghadapi bahaya radikalisme dan fundamentalisme agama yang mengancam generasi muda, adalah membangun kehidupan umat beragama yang matang, menghayati spritualitas keugaharian, mampu mengontrol diri, dan berkontribusi dalam mengusahakan keadilan, kesetaraan dan kemanusiaan. Dalam hal ini, Yesus menjadi role model dalam radikalisme perdamaian, yakni cinta kasih, keadilan, kesetaraan dan kemanusiaan memiliki pengaruh pada generasi muda berupa perkembangan sifat destruktif dan keras, hilangnya rasa cinta tanah air, rusaknya pemikiran kaum muda, munculnya paradigma yang salah, dan memicu pemikiran yang kritis. Di Indonesia sendiri, radikalisme sudah menjalar ke berbagai lapisan masyarakat dan sudah menjalar ke berbagai sektor kehidupan masyarakat Indonesia dan siap untuk menghancurkan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bahaya radikalisme fundamentalisme agama sangat mengancam generasi muda. Karena, generasi muda adalah harapan dan penerus bangsa dan gereja. Banyak cara paham radikalisme fundamentalisme disebarkan, terutama di era teknologi ini yakni lewat internet dan media sosial. Dampak negatif banyak yang ditimbulkan dari penyebaran paham radikalisme tersebut. Dampak-dampak ini sangat berbahaya bagi bangsa dan juga gereja, terutama generasi muda. Gereja memiliki peran yang penting bersama dengan pemerintah untuk menjaga stabilitas, keamanan dan juga perdamaian. Model penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif, berdasarkan hasil studi pustaka berbagai sumber, yaitu sejumlah literatur berbahasa Indonesia dan Inggris dalam meneliti peran PAK dalam gereja untuk menangkal radikalisme dan fundamentalisme agama di kalangan generasi muda. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah kualitatif deskriptif. Hasil penelitian ini didapati bahwa radikalisme dan fundamentalisme agama adalah gerakan agama yang berupaya merombak secara total suatu suasana sosial atau tatanan politis yang ada dengan menggunakan kekerasan. Faktor-faktor yang mempengaruhi munculnya paham ini, adalah nasionalisme, agama, globalisasi, pemikiran, ekonomi, (kemiskinan dan kesenjangan), kekuasaan politis dan lemahnya negara, kurangnya kesadaran hidup sesuai Pancasila, sosial, ideologi, psikologis dan pendidikan. Peran PAK dalam gereja untuk menangkal radikalisme dan fundamentalisme agama di kalangan generasi muda, adalah melakukan perintah Tuhan dalam hukum kasih, yakni kebaikan, keadilan dan damai sejahtera atau shalom. Gereja sebagai salah satu pelaku PAK berkewajiban untuk melakukan program bersama pemerintah yakni softderadikalisasi. Peran PAK dalam gereja dapat diwujudkan dalam kurikulum-kurikulum dengan metode dan materi pendidikan, pengajaran dan pembinaan tentang iman Kristen dengan nilai-nilai kasih, kebaikan, keadilan dan damai sejahtera serta kurikulum pendidikan religius lintas iman di kalangan orang muda atau generasi muda untuk saling belajar mengenal agama satu dengan yang lainnya, sebagai tindakan untuk mencegah radikalisme dan fundamentalisme agama.Kata Kunci: Radikalisme, Fundamentalisme, Gereja, PAK, Generasi Muda.
Jurnal Shanan, Volume 2, pp 39-55; https://doi.org/10.33541/shanan.v2i1.1500
Abstract:
Penulisan ini merupakan kajian teologis-pedagogis menyangkut keyakinan guru PAK memahami otoritas Alkitab dalam pengajarannya. Iman yang disertai perbuatan baik, menghasilkan keyakinan yang tidak perlu diragukan dalam kepribadian seorang guru, menyangkut keyakinan dalam melaksanakan tugas pengajaran. Melalui aktifitasnya seorang guru memahami bagaimana menempatkan Alkitab sebagai otoritas tertinggi dalam setiap pengajarannya, agar memiliki kualifikasi yang terbaik. Hal ini dapat dicapai hanya dengan mengikuti aturan yang dikehendaki Tuhan bagi setiap orang yang mengandalkan-Nya sebagai Guru Agung. Dengan demikian, maka peserta didik akan menjadi semakin bertumbuh, karena guru yang mengajar adalah guru yang memahami benar tentang kebenaran Allah melalui firman Tuhan sebagai otoritas tertinggi dan sebagai dasar dari sumber ilmu pengetahuan.Perkembangan jaman yang demikian pesat, mengharuskan setiap orangtua dan guru PAK agar selalu mengandalkan Tuhan dalam tindakannya sebagai seorang pendidik. Pada setiap kegiatan mengajar dan persiapan seorang guru PAK tidak terlepas dari pengharapannya kepada Tuhan melalui kebenaran yang hakiki tersebut. Semua hal ini sangat berpengaruh dalam proses pengajaran bagaimana mendidik dan mengarahkan perserta didik dengan benar. Perkembangan ini dapat dilihat dari tumbuh kembangnya setiap peserta didik sesuai sesuai dengan proses yang ada. Guru PAK memahami benar tentang kehendak Allah melalui kebenaran yang sejati. Peserta didik akan dibawa kepada kebenaran yang baik, dan kekuasaan Tuhan akan berpengaruh terhadap pribadi mereka, dikarenakan guru PAK selalu mengandalkan Tuhan dalam setiap kegiatan pengajarannya. Perlu ada pemahaman yang jelas tentang bagaimana mendisain hidup, kepada siapa disain itu dipercaya jika tidak dimulai dari guru sebagai orangtua kedua di sekolah. Hal ini akan terjadi suatu perubahan jika guru tersebut selalu mengandalkan Tuhan dalam setiap tindakan hidupnya, dan tindakan itu akan berpengaruh bagi peserta didik yang dididiknya.Melalui penulisan ini, maka penulis berpikir untuk suatu kemajuan dalam proses belajar mengajar apabila guru PAK selalu memiliki relasi yang baik antar dirinya dengan Sang Guru Agung, maka guru PAK dapat memahami Alkitab menjawab kenyataan setiap permasalahan yang terjadi dalam dunia pendidikan Kristen, karena Alkitab adalah jawaban terbaik pada masa kini dan masa akan datang, sebab di dalamnya memberikan suatu perubahan bagi setiap manusia, dan bagi guru PAK sebagai pelaku kebenaran dan contoh bagi peserta didik, Yesaya 43:7 ; Efesus 2:10.Penulisan ini dilakukan melalui penelitian kepustakaan (library reseach). Penelitian ini menyangkut keyakinan guru PAK dalam tindakan pengajarannya yang harus berorientasi pada Alkitab sebagai otoritas tertinggi, dapat terjawab apabila guru PAK mampu melihat setiap permasalahan dalam pengajaran menurut prespektif iman Kristen.Kata kunci: Keyakinan Guru, Pendidikan Agama Kristen, Kajian Teologis-Pedagogis.
Jurnal Shanan, Volume 2, pp 56-110; https://doi.org/10.33541/shanan.v2i1.1501
Abstract:
Manusia adalah satu-satunya mahluk hidup yang memiliki kemampuan untuk mengenal hal yang berifat religius; kenyataan ini membuat ia menjadi mahluk yang berkemampuan dalam memahami Tuhan dengan segala aspek-aspek ilahi yang ada didalamnya. Hal ketuhanan pada akhirnya memberikan inspirasi kepada manusia dalam menjalani kehidupan yang lebih bermartabat, melalui keyakinan keagamaan yang dimilikinya. Dengan demikian maka kemampuan dalam memahami agama, telah menempatkan manusia poda posisi yang lebih tinggi dari mahluk lainnya.Keyakinan keagaman menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan umat manusia; itulah sebbanya melalui hal keyakinan inilah maka seseorang perlu membangun hubungan yang harmonis diantara sesama. Upaya membangun hubungan yang harmonis diantara para pemeluk agama terus diupayakan ditengah-tengah gencarnya gerakan fundamentalisme dan fanatisme para pengikut atas agama yang dianutnya. Upaya dialog antar umat beragama merupakan salah satu cara untuk meredam kekisruan terebut.Teologi Religionum merupakan cabang ilmu teologi yang membahas bagaimana respons teologi kekristenan terhadap fakta pluralisme agama diluar agama Kristen. Tujuan dari teologi religionum ini adalah bagaimana kekristenan melihat dan memberikan penilaian teologis terhadap agama-agama lain. Masing-masing agama memiliki keunikannya tersendiri dan perlu dihargai eksistensinya; itulah sebabnya diperlukan suatu cara untuk hal yang dimaksud.Tipologi Tripolar merupakan sebuah istilah yang akrab dengan studi agama-agama, dan juga berkaitan dengan perkembangan teologi religionum. Tipologi Tripolar bermaksud memberikan penjelasan terperinci mengenai teologi religionum yang dimaksudkan tersebut. Tipologi yang dimaksudkan tersebut itu digunakan sebagai standar di dalam studi teologi agama-agama, dan hingga kini masih banyak dipakai dalam diskursus teologi agama-agama. Tipologi Tripolar digunakan untuk memetakan beragam pendekatan para teolog dan non-teolog Kristen mengenai relasi kekristenan dengan agama-agama lain. Pemetaan ini didasarkan pada kesamaan dan perbedaan cara pandang mereka terhadap agama-agama lain di luar Kristen. Alan Race mempopulerkan istilah Tipologi Tripolar yang menunjuk kepada tiga hal pokok dalam membahas teologi agama-agama yang dimaksud, yaitu: eksklusivisme, Inklusivisme dan Pluralisme.Berkaitan dengan Pendidikan Agama Kristen (PAK), maka kehadiran teologi religionum menjadi dilematika dalam pelaksanaan PAK; sebab PAK menuntut pengakuan mutlak bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan dan Juruselamat umat manusia. Apapun alasan yang dipergunakan dalam membangun jembatan komunikasi dengan sesama pemeluk agama; PAK memberikan sikap yang jelas berkaitan dengan posisi keimanan orang percaya. Jadi hubungan dengan sesama pemeluk agama wajib dijaga dalam konteks fakta kemajemukan dalam masyarakat, namun keyakinan iman kepada Kristus tidak bisa diabaikan begitu saja.Kata Kunci: Dilematika, Keimanan, Pendidikan Agama Kristen, Teologi Religionum,
Jurnal Shanan, Volume 2, pp 111-137; https://doi.org/10.33541/shanan.v2i1.1502
Abstract:
Salah satu kekayaan gereja adalah dokumen-dokumen pengajaran iman Kristen lahir pada zaman dan konteks tertentu. Salah satu dokumen iman yang terkenal adalah Katekismus Heidelberg (1563). Ia lahir dari “konspirasi” atau kerjasama antara gereja dan politik, Gereja Calvinis dan penguasa Palatinat, Jerman pada masa itu. Belum banyak teolog Kristen yang secara khusus membahas muatan teologi Katekismus Heidelberg ini dengan memperhatikan konteks di mana itu dirumuskan dan lahir. Penulis mengkaji teologi Katekismus Heidelberg yang dapat dikategorikan dokumen materi PAK baik di gereja maupun di sekolah, dengan melihat aspek sejarah dan juga mengkaji pembahasan para teolog mengenai makna Katekismus Heidelberg. Tentu saja tidak terlupakan kajian biblis dan pengaruhkebijakan politik konteks tertentu untuk menemukan landasan berpikir para perumus Katekismus ini. Harapan penulis bahwa kajian ini akan mendorong para pelaku pengajaran PAK untuk melandaskan perumusan materi pengajaran mereka dengan inspirasi kuat Katekismus Heidelberg. Dengan demikian, materi PAK akan selalu kontekstual, menjawab kebutuhan konteks yang di dalamna dirumuskan dan lahir. Penulis menggunakan metode penelitian kualitatif dengan basis penelitian perpustakaan. Frasa Kunci: Katekismus Heidelberg, PAK, Calvinis, sejarah, teolog, teologi, kontekstual
Jurnal Shanan, Volume 2, pp 138-153; https://doi.org/10.33541/shanan.v2i1.1503
Abstract:
Temperamen merupakan kombinasi dari sifat-sifat bawaan sejak lahir, terdapat empat macam yaitu Sanguin, Kolerik, Melankolis dan Plegmatis, masing masing memiliki kelemahan dan kelebihan. Temperamen merupakan bahan dasar yang membentuk watak dan kepribadian manusia, masing-masing memiliki keunikan, satu dengan yang lain berbeda secara mendasar, baik dalam pikiran, perasaan maupun keinginan (Stanley Heath, 1999). Penelitian ini bertujuan untuk mengenal temperamen dasar dari Abraham, Petrus dan Paulus sebagai salah satu cara untuk mempersiapkan generasi yang berkarakter dan menjadi salah satu tugas dalam pembelajaran Pendidikan Agama Kristen (PAK).Untuk itu pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Berdasarkan hasil studi pustaka dari berbagai sumber, yaitu sejumlah literatur berbahasa Indonesia dan Inggris untuk mengenal temperamen dasar Abraham, Musa, Petrus dan Paulus dalam pembelajaran Pendidikan Agama Kristen (PAK). Penelitian ini memberikan gambaran bahwa temperamen merupakan bahan dasar yang mewarnai hidup seseorang. Abraham yang memiliki temperamen dasar Flegmatik, memperlengkapi Abraham dengan kekuatannya yang menonjol yaitu taat, iman, pendoa, diplomasi, pengasih dan pendamai, sehingga sanggup melaksanakan perintah Allah untuk keluar dari tempat asalnya ke negeri yang dijanikan Allah dan menjadi saksi Allah di tengah-tengah bangsa yang belum mengenal-Nya. Musa yang memiliki temperamen dasar Melankolis, kekuatannya terletak pada kesetiaannya akan visi untuk membawa bangsa Israel keluar dari Mesir menuju tanah perjanjian. Petrus yang memiliki temperamen dasar Sanguin, kekuatannya, yaitu ramah da pandai berbicara. Tuhan memperlengkapi Petrus sehingga memiliki kepandaian untuk berkhotbah, untuk mengukir sejarah berdirinya gereja mula-mula. Paulus yang Kolerik, Tuhan memperlengkapi Paulus yang memiliki ketajaman intuisi untuk melakukan pekerjaan Allah yang dahsyat. Paulus seorang Kolerik yang berani untuk keluar, memberitakan injil kepada bangsa-bangsa yang belum mengenal Allah. Hasilnya telah terjadi penginjilan secara lintas budaya, keberaniannya menembus batas tembok penyekat antar budaya dan bangsa, membuat Gereja dapat berdiri di seluruh bumi. Manfaat yang didapat melalui pengenalan temperamen dalam PAK adalah, dimana Tuhan memanggil Abraham, Musa, Petrus dan Paulus sesuai dengan kekuatan dan kelemahan temperamen dasar masing-masing, dapat memberi inspirasi bagi peserta didik untuk menjalani panggilan dan tujuan hidupnya sesuai dengan kehendak Allah.Kata kunci: Temperamen, Flegmatik, Melankolik, Sanguin, Kolerik, Pendidikan Agama Kristen
Jurnal Shanan, Volume 1, pp 1-20; https://doi.org/10.33541/shanan.v1i2.1483
Abstract:
Pada masa kini perilaku sosial, khususnya perilaku menolong pada remaja terasa sangatkurang. Banyak remaja bersikap masa bodoh dan tidak mau menolong orang yang sedangmembutuhkan. Karena itulah sikap egois pada banyak remaja telah menjerumuskan mereka padapraktik-praktik yang tidak baik, seperti: tawuran, miras, narkoba, dan lain-lain. Untuk itulah, peranorangtua dan pendeta untuk membimbing dan mengarahkan remaja menyangkut perilaku sosialsangatlah penting. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana peran orangtua danpendeta dalam meningkatkan perilaku menolong pada remaja Gereja Alkitab Anugerah Bekasi danmengusulkan rencana pelaksanaan pembelajaran mengenai perilaku menolong yang dapatdijalankan dengan teratur.Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif, yaitupenelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena yang dialami oleh subjek penelitian,misalnya: perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain secara holistik. Metode pengumpulandata yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode wawancara dan observasi.Hasil dari penelitian ini adalah orangtua dan pendeta memiliki peran yang sama dalam halmembimbing, mengarahkan, memberikan pengetahuan dan memberikan motivasi kepada remajaagar mereka memiliki perilaku sosial, khususnya menyangkut perilaku menolong. Sementara itu,penelitian ini juga menghasilkan sejumlah saran untuk dipertimbangkan oleh penulis dan pihak laindalam studi lanjutan mengenai topik ini. Beberapa saran yang diberikan antara lain: Program StudiMPAK dapat memberikan pelatihan kepada para mahasiswa agar mampu mendesain programprogrampembelajaran menyangkut perilaku sosial remaja, khususnya perilaku menolong, baik digereja maupun di sekolah; Orangtua lebih memperhatikan dan mengawasi perilaku remaja,memberikan waktu untuk berkomunikasi dengan anaknya, dan memberikan teladan dalam halberperilaku menolong; Pendeta hanya membimbing dan bekerja sama dengan pengurus gerejalainnya dalam membuat rencana pelaksanaan pembelajaran mengenai perilaku menolong sehinggadapat dipahami dengan baik oleh remaja.Kata Kunci: perilaku menolong, peran orangtua, peran pendeta, remaja.
Jurnal Shanan, Volume 1, pp 21-57; https://doi.org/10.33541/shanan.v1i2.1484
Abstract:
Soteriologi adalah konsep penting dalam kajian teologi Kristen. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani yaitu kata sótérios (ζωηήριον) yang artinya Keselamatan. Kata sótérios (ζωηήριον) ini berasal dari dua kata yaitu: sótér (ζωηήρ) yang berarti Penyelamat dan logia (λόγια) adalah Perkataan. Dengan demikian maka dalam segi etimologi, kata Soteriologi berarti ajaran tentang keselamatan manusia.Berdasarkan kajian hermeneutika, ada beberapa teori yang berkaitan dengan soteriologi. ikut memberi warna dalam kajian teologi tentang doktrin keselamatan ini. Walaupun doktrin Soteriologi Kristen terdiri atas beberapa kelompok dengan tekanan keyakinannya masing-masing, namun kesemuanya itu tidak mengabaikan peran Yesus Kristus sebagai juruselamat umat manusia.Kelompok Universalisme Kristen yang percaya bahwa keselamatan itu bersifat universal; artinya pada akhirnya semua orang diselamatkan. Kelompok Calvinisme yang menekankan aspek Kedaulatan Allah, sangat tegas menyatakan bahwa Yesus Kristus adalah juruselamat dunia; dan melaluiNya, setiap orang yang terpilih sejak masa kekekalan itu akan diselamatkan karena iman dan kepercayaannya akan Tuhan Yesus Kristus, dan kaum Armenianisme dengan tekanan Kehendak Bebas, dimana aspek manusia dipandang menentukan keselamatannya namun jalannya tetap ada didalam Yesus Kristus. Kelompok Armenianisme percaya bahwa manusia berkehendak bebas dan itu asalnya dari Tuhan, dan dalam kehendak bebas itulah maka seseorang terselamatkan karena ia percaya kepada Kristus. Walaupun memiliki teori dan tekanan yang berbeda dalam argumentasi soteriologi-nya, yaitu bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan dan Juruselamat umat manusia.Soteriologi Kristen yang muncul sebagai bagian dari hasil kajian hermeneutika para ahli teologi itu, sesungguhnya mampu memperkaya nuansa teologi seseorang, termasuk para guru yang terlibat dalam pembelajaran Pendidikan Agama Kristen (PAK). Studi teologi Soteriologi yang beragam tersebut tidaklah perlu dipermasalahkan sebab intissari dari Soteriologi Kristen tidak digugat sama sekali. Keselamatan hanya ada dalam diri Yesus Kristus merupakan keputusan bersama dan final. Itulah sebabnya, pembelajaran Pendidikan Agama Kristen harus tetap berjalan sebagaimana mestinya. Ajaran bahwa keselamatan hanya melalui Yesus Kristus menjadi pokok dalam studi Soteriologi dan hal itu wajib dijabarkan dalam pembelajaran Pendidikan Agama Kristen.Kata Kunci: Arminianisme, Calvinisme, Pendidikan Agama Kristen, Soteriologi, Teologi, Universalisme
Jurnal Shanan, Volume 1, pp 74-102; https://doi.org/10.33541/shanan.v1i2.1493
Abstract:
Peran guru Pendidikan Agama Kristen (PAK) dalam dunia pendidikan bukan saja hanya untuk mengajar bagi peserta didik, namun terlebih dari itu, guru PAK diharapkan dapat menjadi teladan bagi peserta didik. Untuk menjadi seperti yang dikehendaki Tuhan, maka seorang guru PAK harus memiliki figur yang dapat menginspirasi dirinya agar tetap semnagat dalam mengajar dan bertanggung selaku orang yang sudah diselamatkan. Dalam sejarah Perjanjian Baru para rasul begitu giat dalam mengabarkan Injil, tetapi yang paling terkenal dan sangat berpengaruh sepanjang sejarah hingga sekarang ialah rasul Paulus.Rasul Paulus bukanlah satu-satunya orang Farisi yang menjadi Kristen (Kis. 15:15), tetapi ia yang paling terkenal. Untuk bisa mengerti panggilan, maka adalah baik untuk melihat kehidupannya. Perjalanan dan pelayanan Paulus memberikan suatu inspirasi bagi setiap pendidik kristen. hal dapat dilihat melalui pekerjaan dilingkungan pendidikan dalam konteks belajar mengajar. Proses belajar mengaajar bukan saja menjadi konten penting untuk mencapai tujuan pembelajaran, tetapi membaw misi Tuhan melalui kepribadian seorang pendidik agar menjadi surat Kristus/saksi yang hidup. Kesemunaya ini tercermin melalui pola hidupnya, komitmen, maupun misinya.Dengan meneladani rasul Paulus, maka selayaknya pendidik kristen tetap setia dalam melaksanakan misiNya Tuhan dalam pelayanan, dan diharapkan untuk para pendidik pada akhirnya dapat mengemukakan pernyatan yang sama dengan yang dikemukakan rasul Paulus dalam salah satu suratnya “aku telah mengakhiri pertandingan dengan baik, aku telah mencapia garis akhir dan aku tela memelihara iman” (2 Tim. 4:7). Keteladan yang ditunjukkan oleh rasul Paulus dalam tangung jawabnya sebagai rasul, menunjukkan integritas diri sebagai seorang hambah Tuhan dalam melaksankan tangung jawab yang dipercayakan oleh Tuhan kepadanya. Contoh atau model yang ditujunkan oleh rasul Paulus tidak mudah untuk dilaksanakan, tetapi penyerahan total kepada Tuhan, memiliki komitmen yang jelas, menyadari diri sebagai hamba, nenghargai anugerah Tuhan, dan memiliki kasih,akan sangat memolong dalam melaksanakan tanggung jawab sebagai pekerja Tuhan yang berintegritas.Kata kunci: Keteladanan, Rasul Paulus, Penginjilan, Pendidikan agama Kristen.
Jurnal Shanan, Volume 1, pp 103-115; https://doi.org/10.33541/shanan.v1i2.1494
Abstract:
Peringatan 500 tahun Reformasi Gereja yang dipelopori oleh Martin Luther sangatlah penting sebagai sarana untuk melihat kembali sejauh mana generasi sekarang yang mewarisi prinsip dan semangat Reformasi Luther dan para reformator lainnya, dapat menjalani kehidupan sesuatu dengan arah dan impian reformasi gereja. Walaupun reformasi Luther dalam konteks gereja, namun dampak dari gerakan tersebut nyata dalam dunia pendidikan Kristen, hingga sekarang ini.Reformasi pendidikan yang dilakukan Luther dan para reformator lain dimotivasi oleh situasi yang sedang berlangsung di seluruh wilayah Gereja kala itu, dimana tidak ada sistem sekolah umum karena pendidikan hanya dijalankan oleh gereja, melalui biara-biara dan di lembaga-lembaga yang diawasi dengan ketat dalam otoritas gereja. Pendidikan yang diberikan kepada para pemuda dan para wanita yang terbatas mereka yang memiliki kekayaan dan status sosial yang tinggi dalam masyarakat kala itu. Keadaan tersebut membuat Luther dan para reformator lain berusaha keras untuk membangkitkan keyakinan para orangtua mengenai pentingnya pendidikan anak-anak mereka, yaitu bahwa kebaikan rohani dari anak-anak mereka lebih penting daripada kesenangan lahiriah.Martin Luther menjadi terdepan dalam menyeruhkan perlunya perubahan pada dunia pendidikan. Luther meyakini bahwa penguatan pendidikan agama dalam keluarga dapat menjadi pola, metode, dan solusi dalam memperbaiki dan memperkuat gereja, masyarakat, dan negara.Kata Kunci: Reformasi Pendidikan, Pengaruh, Masa Kini
Jurnal Shanan, Volume 1, pp 132-150; https://doi.org/10.33541/shanan.v1i2.1498
Abstract:
Tugas mengajar PAK merupakan representatif ilmu pengetahuan harus disandingkandengan pelayanan sebagai representatif iman pendidik agar tetap mempertahankan kualitaspengajaran bedasarkan Alkitab tanpa direduksi oleh kekuatan paham dunia yang bersifatfilosofis seperti rasionalisme, humanisme serta sekularisme yang membonceng lewat arusglobalisasi dunia kerja. Untuk itu pendidik Kristen sudah saatnya mengantisipasi tantangankedepan dengan meningkatkan kompetensi dan integritasnya sebagai pendidik Kristen.Makalah ini memberikan gambaran tentang pelayanan pendidikan sebagai tugasmengajar PAK dalam mengantisipasi tantangan globalisasi dunia pada umumnya dan MEApada skup Asia terhadap pendidikan Kristen. Oleh karena itu dalam makalah ini perlunyamemahami konteks pelayanan dalam tugas mengajar sebagai suatu integrasi iman dan ilmudalam menghadapi berbagai tantangan internal dan eksternal, sebagai implementasi PAK disekolah maupun perguruan tinggi. Untuk itu diperlukan pemahaman teologis dan pedagogissebagai upaya memfilter berbagai paham dan godaan yang akan datang.Makalah ini berbicara mengenai prinsip-prinsip pelayanan dalam tugas mengajarPAK, prinsip mengajar sebagai panggilan Tuhan untuk mendidik, serta makna tugas mengajarPAK dalam memaknai iman dan ilmu sebagai kesatuan melakukan trobosan dalam duniaPAK.Kata Kunci: Pelayanan, Mengajar, Pendidikan Agama Kristen, integrasi Iman dan Ilmu.
Jurnal Shanan, Volume 4, pp 194-207; https://doi.org/10.33541/shanan.v4i2.2055
Abstract:
Pendidikan Kristen dapat dilakukan melalui rumah singgah sebagai upaya memberdayakan atau mengembangkan masyarakat, dalam hal ini anak jalanan. Tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan bahwa gereja dan komunitas orang percaya memiliki tugas dan panggilan untuk menjangkau anak jalanan dan menawarkan alternatif pelayanan pendidikan Kristen berbasis pengembangan komunitas anak jalanan. Dengan menggunakan metode pengamatan dan studi literatur yang relevan dengan topik yang dikaji penulis berupaya menemukan pendekatan ataupun model yang relevan dalam pengembangan komunitas anak jalanan. Penelitian ini menemukan bahwa dengan rumah singgah, dengan segala keterbatasan yang ada secara praktis berbeda dengan pendekatan pelayanan gereja ataupun sekolah. Namun demikian, gereja didesak agar tidak mengabaikan dan sebaliknya mulai mengaktualiasasikan dirinya dalam program pelayanan komunitas anak jalanan. Rumah singgah selain sebagai tempat pemondokan atau istirahat, membersihkan dirinya, tempat pelatihan yang berkaitan dengan skill of life, hal yang menarik bahwa rumah singgah dijadikan menjadi tempat untuk mendapat pendidikan nilai kristiani, yang di dalamnya ada aktivitas berdoa, bernyanyi rohani, belajar Alkitab bersama, dan konseling pastoral secara terprogram, serta sebagai wadah untuk melatih diri dalam menerapkan nilai-nilai Firman Tuhan, iman, kasih, pengharapan, kejujuran, tanggung jawab, dan solidaritas bagi sesama.
Jurnal Shanan, Volume 3, pp 73-83; https://doi.org/10.33541/shanan.v3i1.1574
Abstract:
Sebagai makhluk sosial, setiap orang pasti dan akan selalu mengalami perjumpaan dengan sesamanya. Manusia akan menemukan banyak kesempatan untuk mengalami perjumpaan dengan orang lain. Namun sebagian orang bisa mengalami perjumpaan yang berulang di kurun waktu yang lama dengan orang-orang tertentu, namun perjumpaan tersebut tidak memberi dampak yang signifikan bagi hidupnya. Artinya perjumpaan itu hanya sebatas rutinitas tanpa makna. Sementara itu, bagi yang lain, perjumpaannya dengan orang lain, meski dalam waktu yang relatif singkat, ternyata dapat memberi makna yang dalam baginya. Perjumpaan itu bahkan dapat memberi pengaruh besar bagi dirinya. Perjumpaan itu dapat mentransformasi dirinya, dapat menimbulkan perubahan paradigm berpikir, perubahan pemahaman, perubahan perasaan bahkan perubahan sikap hidup. Melalui perjumpaan tersebut ada nilai-nilai tertentu yang saling dibagikan dan memberi pengaruh positif bagi kehidupan antarpribadi yang saling berjumpa tersebut.Perjumpaan transformatif itu sudah dialami para perempuan bersama dengan Yesus. Dalam perjumpaan-Nya dengan para perempuan Yesus sudah menghadirkan perubahan besar di tengah-tengah kemarginalan yang dialami perempuan. Yesus menghargai perempuan dan menempatkannya setara dengan laki-laki. Yesus membuka ruang bagi perempuan untuk berperan aktif di tengah-tengah misi yang dikerjakan-Nya dan yang selanjutnya dikerjakan oleh para murid-Nya.Kiranya perjumpaan transformatif itu dapat menjadi dasar berpijak bagi para perempuan di masa kini untuk melanjutkan langkah dan perjuangan demi kehidupan yang lebih baik. Tantangan dan kesulitan tidak menjadi alasan untuk berhenti melainkan menjadi motivasi untuk semakin kreatif mencari dan mencipta peluang-peluang yang baik untuk berkembang serta semakin dinamis menghadapi berbagai tantangan yang muncul di tengah-tengah kehidupan bersama dengan orang lain.Kata Kunci: Perjumpaan, transformatif, perempuan
Jurnal Shanan, Volume 3, pp 85-96; https://doi.org/10.33541/shanan.v3i1.1575
Abstract:
Tulisan ini bermaksud menawarkan sebuah alternatif pembelajaran di Sekolah Minggu melalui pendekatan Student Centered Learning (SCL). Model pendekatan ini merupakan pendekatan pembelajaran yang memberdayakan peserta didik menjadi pusat (center) selama proses pembelajaran berlangsung. Sekolah Minggu merupakan salah satu media pembelajaran untuk mengenalkan anak kepada Tuhan dan beriman kepada-Nya. Masa anak-anak merupaka periode yang ideal bagi seorang anak untuk tetap beriman kepada Tuhan sampai dengan dewasa. Riset yang dilakukan oleh Barna Research Group (BRG) pada tahun 2001, 61 % memperlihatkan bahwa orang dewasa yang saat ini setia beribadah di gereja adalah mereka yang dahulu dengan setia mengikuti Sekolah Minggu. Adapun metode yang digunakan dalam pengembangan artikel ini adalah metode studi pustaka, yaitu dengan membaca tulisan-tulisan dari berbagai sumber yang relevan. Hasil yang dapat diperoleh dari penulisan artikel ini adalah, ditengah-tengah perkembangan jaman modern ini, pendekatan SCL pada Sekolah Minggu dapat diterapkan, melalui pemahaman kerativitas guru terhadap setiap tahapan dari aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Ketiga aspek ini dapat disebut sebagai pendekatan yang berpusat pada murid untuk dapat mengenalkan ketaatan kepada Allah, memiliki iman intuitif-projektif, yang dengannya anak dapat memahami kasih, rasa aman, disiplin, sukacita dan penyembahan kepada Tuhan. Selanjutnya adalah iman, pada masa akhir kanak-kanak, ketika seorang anak biasanya memercayai sesuatu yang dipercayai orang tuanya, belajar secara aktif untuk membagikan pengalaman serta dialog, atau bermain peran dalam bentuk sandiwara bahkan menjadi reporter. Selanjutnya dari ranah kognitif, yakni seorang anak memasuki ranah analisis, ketika ia menerima informasi yang dibagikan oleh teman-temannya dalam bentuk cerita sederhana, dan sintesis, serta evaluatif. Secara afektif diarahkan ke sikap dimana murid siap menerima nilai-nilai yang diyakininya, serta murid mulai menyikapi karakterisasi nilai yang akan dijadikan bagian nilai-nilai dari pola hidupnya. Dari aspek psikomotorik, anak dapat diarahkan kepada gerakan presisi, yakni gerakan yang tepat atau akurat.Kata kunci: Student Centered Learning (SCL), kognitif, afektif, psikomotorik.
Jurnal Shanan, Volume 4, pp 128-161; https://doi.org/10.33541/shanan.v4i2.1972
Abstract:
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauhmana implementasi peran orang tua menurut Ulangan 6:4-9 dalam pelaksanaan Pendidikan Agama Kristen keluarga di Gereja Masehi Injili di Minahasa Jemaat Imanuel Aertembaga. Sehingga dapat meningkatkan atau pun memaksimalkan kualitas dan keefektifan peran orang tua sebagai pendidik Pendidikan Agama Kristen dalam keluarga. Penelitian menggunakan metode deskriptif kualitatif, dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara dan dokumentasi. Guna mendapatkan data yang kredibel, peneliti menggunakan pedoman wawancara sebagai instrument penelitian dan menggunakan model sampel bertujuan untuk menetapkan 38 informan, yang terdiri dari pendeta, Badan Pekerja Majelis Jemaat (BPMJ), penatua, syamas, orang tua, dan anak. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pemahaman informan tentang kosep peran orang tua menurut Ulangan 6:4-9 sudah cukup memadai. Tetapi pemahaman informan tentang Pendidikan Agama Kristen keluarga masih sangat minim, dan juga peran orang tua sebagaimana yang diperintahkan Tuhan dalam Ulangan 6:4-9 dalam PAK keluarga, belum diterapkan secara maksimal. Oleh karena itu, edukasi dan sosialisasi perlu ditingkatkan dan diupayakan oleh pendeta, BPMJ, penatua, dan syamas; sehingga orang tua dapat mengerjakan peran sebagai pendidik Pendidikan Agama Kristen dalam keluarga, sebagaimana yang diperintahkan Tuhan dalam Ulangan 6:4-9. Kata Kunci: Implementasi, Peran Orang tua, Pendidikan Agama Kristen, Keluarga