Refine Search

New Search

Results in Journal Jurnal Ilmiah Dunia Hukum: 38

(searched for: journal_id:(5997377))
Page of 1
Articles per Page
by
Show export options
  Select all
Zulfi Diane Zaini, Luki Oktaviani Brillian
Published: 3 October 2021
Jurnal Ilmiah Dunia Hukum, Volume 6, pp 11-25; https://doi.org/10.35973/jidh.v6i1.2615

Abstract:
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui, memahami dan menganalisis pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku pemalsuan data untuk mendapatkan paspor Republik Indonesia pada kantor Imigrasi Kelas 1 TPI Bandar Lampung dan untuk menganalisis sanksi pidana terhadap pelaku pemalsuan data untuk mendapatkan paspor  yang tidak valid. Metode penelitian menggunakan penelitian yuridis normative dan empiris. Pemalsuan paspor merupakan kejahatan yang dilakukan dengan cara mengganti, mengubah sebagian atau secara keseluruhan dari sebuah paspor atau menggunakan informasi palsu untuk menerima paspor. Permasalahan penelitian mengenai bagaimana pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku pemalsuan data untuk mendapatkan paspor Republik Indonesia pada kantor Imigrasi Kelas 1 TPI Bandar Lampung dan sanksi pidana terhadap pelaku pemalsuan data untuk mendapatkan paspor yang tidak valid.Hasil penelitian bahwa Pertanggungjawaban dalam hukum pidana apabila perbuatan memenuhi unsur-unsur tindak pidana maka kepada yang bersangkutan dapat dimintakan tanggungjawab pidana secara yuridis. Sanksi pidana terhadap pelaku pemalsuan data untuk mendapatkan paspor yang dilakukan oleh pelaku setelah memperhatikan unsur-unsur Pasal 126 huruf c Undang-Undang  Nomor 06 Tahun 2011 tentang Keimigrasian unsur “Barang siapa”, unsur “Memberikan data yang tidak sah atau keterangan yang tidak benar”; unsur “Untuk memperoleh Dokumen Perjalanan Republik Indonesia bagi dirinya sendiri atau orang lain”.
Arista Candra Irawati
Published: 8 April 2021
Jurnal Ilmiah Dunia Hukum pp 84-98; https://doi.org/10.35973/jidh.v0i0.1929

Abstract:
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis tentang konstruksi hukum yang mengatur mengenai pelaksanaan penerapan diversi terhadap tindak pidana anak di Indonesia serta bagaimana implementasi pelaksanaan diversi yang dilakukan di Pengadilan Negeri Ungaran saat ini. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan yuridis empiris, penelitian ini menggunakan data sekunder yang berupa bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Hasil penelitian menunjukan bahwa pada saat ini pelaksanaan diversi sudah diatur didalam berbagai konstruksi hukum di Indonesia, baik dalam tataran Undang-Undang hingga diatur di tingkat Peraturan Mahkamah Agung, dimana dari ketentuan sebagaimana dimaksud telah mewajibkan penerapan diversi dalam perkara tindak pidana anak. Implementasi diversi di Pengadialn Negeri Ungaran dalam praktek telah memutus dua putusan diversi, yang pertama diversi dilakukan secara berhasil sesuai Undang-Undang yang berlaku, namun putusan kedua, diversi tersebut tidak dapat dilakukan dikarenakan, ancaman pidana yang didakwakan lebih dari 7 (tujuh) tahun, walaupun diversi tidak dapat dilakukan, namun hakim didalam putusannya telah memutuskan untuk membebaskan Anak dari pemidanaan, putusan tersebut dapat dinilai merupakan putusan yang bernuansa keadilan restoratif, karena lebih melihat dari sisi masa depan anak dan hak-haknya sesuai dengan yang telah diamanatkan dalam berbagai konstruksi hukum di Indonesia
Muhammad Zulhidayat
Published: 15 February 2022
Jurnal Ilmiah Dunia Hukum, Volume 6, pp 93-101; https://doi.org/10.35973/jidh.v6i2.3240

Abstract:
Sepak bola adalah olahraga paling populer di Indonesia. Indonesia sendiri, sudah memiliki aturan tentang olahraga dalam pasal 29 ayat 2 undang-undang nomor 3 tahun 2005 tentang sistem olahraga nasional. Olahraga harus menghindari segala macam pengaturan pertandingan oleh mafia sepak bola. Namun, di Liga 2 Indonesia beberapa waktu lalu. Kasus pengaturan skor akhirnya membuat heboh sepak bola Indonesia. Hal ini membuat PSSI memutuskan untuk membuat kesepakatan dengan Mabes Polri untuk membuat MOU. Tindak lanjut dari MOU tersebut menghasilkan keputusan untuk membentuk satgas anti mafia bola sesuai dengan perintah Kapolri No.3678 Tahun 2021. Penelitian ini akan mengkaji peran dan fungsi satgas anti mafia bola dalam memberantas mafia sepak bola di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Hasil pembahasan dalam penelitian ini menjunjukkan bahwa, pertama, telah terjadi disfungsi pada satuan tugas anti mafia bola, karena laporan dan fungsi satuan tugas anti mafia bola tidak terlihat dan hanya bersifat simbolis, hal ini terlihat dari tidak adanya tindak lanjut terhadap laporan pertandingan kepada pihak kepolisian, padahal match fixing adalah organize crime. Kedua Eksistensi Satgas anti mafia bola juga menjadi persoalan, hal ini dikarenakan satgas anti mafia bola hanya bersifat ad hoc dan eksistensi yuridisnya juga hanya berupa perpanjangan surat edaran kapolri. Bagian penutup yakni, pertama, pemerintah harus membuat aturan dalam undang-undang atau peraturan pemerintah untuk memberantas mafia sepak bola di Indonesia. Kedua, PSSI harus memberikan sanksi tegas kepada mafia bola sehingga menimbulkan efek jera.
Sunny Ummul Firdaus, Muhamad Alief Hidayat, Muhammad Herzegovin Laxamana
Published: 3 December 2021
Jurnal Ilmiah Dunia Hukum, Volume 6, pp 52-66; https://doi.org/10.35973/jidh.v6i1.2410

Abstract:
Jurnal yang berjudul “Urgensi Penyelenggaraan Pusat Studi Demokrasi Dan Ketahanan Nasional di Lingkungan Universitas” ini menguraikan mengenai permasalahan menurunnya kesadaran dan pemahaman kawula muda dalam hal ini mahasiswa pada penerapan dan penyelenggaraan demokrasi di Indonesia. Hal ini menjadi penting mengingat demokrasi yang dalam hal ini demokrasi Pancasila menjadi salah satu tonggak keberjalanan kehidupan berbangsa dan bernegara serta mempengaruhi seluruh aspek kehidupan. Universitas sebagai institusi Pendidikan tentu juga memiliki tanggung jawab atas pemahaman mahasiswa mengenai penerapan demokrasi baik dalam kegiatan pembelajaran keilmuan maupun kegiatan pelaksanaan demokrasi di lingkungan masyarakat secara langsung. Penyelenggaraan Pendidikan demokrasi tentu memerlukan penyelarasan terhadap kondisi praktis dan realitas. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian hukum sosio-legal. Hasil akhir dari penelitian ini yaitu adanya model penyelenggaraan pusat studi demokrasi dan ketahanan nasional dilingkup universitas, kajian mengenai penurunan kesadaran dan partisipasi mahasiswa dalam penyelenggaraan demokrasi, dan rekomendasi bagi pemerintah terkhusus seluruh universitas untuk menyelenggarakan pusat studi demokrasi dan ketahanan nasional mahasiswa sebagai upaya peningkatan demokrasi guna terciptanya penyelenggaraan negara yang aktif dan demokratis.
Raditya Sri Krisnha Wardhana
Published: 26 April 2021
Jurnal Ilmiah Dunia Hukum pp 111-133; https://doi.org/10.35973/jidh.v0i0.2010

Abstract:
Kebijakan hukum pidana sebagai bentuk penanggulangan tindak pidana penipuan melalui sarana elektronik keberadaannya diperlukan untuk mengatasi tindak kejahatan di bidang teknologi informasi. Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektonik sebagai payung hukum dalam bidang teknologi informasi yang akomodatif terhadap perkembangan serta antisipatif terhadap permasalahan dan dampak negatif dari kemajuan teknologi informasi. Dunia internet, berpotensi sangat besar bagi pelaku kejahatan untuk melakukan kejahatan dan sulit untuk ditangkap ditangkap karena antara orang yang ada di dalam dunia maya ini sebagian besar fiktif atau identitas orang per orang tidak nyata. Sementara pengaturan mengenai diakuinya bukti, media elektronik dan adanya perluasan yurisdiksi dalam UU ITE pun masih abu-abu. Salah satu faktor yang menyebabkan penipuan menggunakan sarana elektronik menjadi kian marak adalah karena belum optimalnya penegak hukum dalam menangani tindak pidana yang tindakan perbuatannya menggunakan sarana elektronik. Tindak pidana penipuan dengan menggunakan sarana elektronikpun dari dari tahun ke tahun angka yang dilaporkan menunjukkan peningkatan. Oleh karenanya fokus kajian pada pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah  (1) bagaimana kebijakan hukum pidana dalam menanggulangi tindak pidana penipuan melalui sarana elektronik, (2) apa kendala dan upaya penegak hukum dalam menerapkan kebijakan hukum pidana untuk menanggulangi tindak pidana penipuan melalui sarana elektronik serta (3) bagaimana pertimbangan Pengadilan dalam menjatuhkan putusan terhadap pelaku tindak pidana penipuan melalui sarana elektronik. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan komparatif. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketentuan kebijakan hukum pidana dalam rangka menanggulangi tindak pidana penipuan melalui sarana elektronik telah diatur dengan jelas dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, masih sedikitnya aparat penegak hukum yang memahami seluk beluk teknologi informasi, terbatasnya sarana dan prasarana serta belum siapnya institusi penegak hukum di daerah untuk mengantisipasi tindak kejahatan siber menjadi kendala Penegak hukum dalam menerapkan kebijakan hukum pidana dalam rangka menanggulangi tindak pidana penipuan melalui sarana elektronik. Yang terakhir adalah Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan harus mempertimbangkan faktor yuridis dan faktor non yuridis
Muhmmad Zainuddin, Siti Nur Umariyah Febriyanti
Published: 26 April 2021
Jurnal Ilmiah Dunia Hukum pp 134-142; https://doi.org/10.35973/jidh.v0i0.2004

Abstract:
Berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Nasional Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) sebagai Bencana Nasional. Maka diperlukan langkah rasional serta tepat dalam penanganan pencegahan wabah Covid-19, salah satu bentuk penanganan terhadap Covid-19 adalah melakukan riset untuk menemukan vaksin. Kondisi saat ini terkait vaksin Covid-19 di Indonesia telah memasuki fase uji klinis 3 terhadap Sinovec Biotech Ltd sebelum diedarkan kepada masyarakat. Uji klinis vaksin Sinovec Biotech Ltd yang dilakukan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran memerlukan 1620 relawan untuk dijadikan subjek. Sebagai relawan untuk bahan percobaan tentunya perlu payung hukum untuk melindungi terhadap relawan uji klinis vaksin covid-19 sebagai jaminan kepastian dan bagaimana bentuk perlindungan yang diberikan kepada relawan uji klinis covid-19. Regulasi hukum yang ada saat ini belum menjangkau secara sepesifik terhadap perlindungan relawan yang telah bersedia menjadi subjek uji klinis, akan tetapi pemerintah telah berjanji akan memberikan perlindungan kesehatan bagi para relawan uji klinis vaksin Covid-19.
Rahmadi Indra Tektona, Dwi Ruli Handoko
Published: 15 February 2022
Jurnal Ilmiah Dunia Hukum, Volume 6, pp 115-129; https://doi.org/10.35973/jidh.v6i2.3106

Abstract:
Keberadaan undang-undang nomor 11 tahun 2020 tentang cipta kerja maka telah melahirkan perseroan terbatas jenis baru, yaitu perseroan yang memenuhi standar usaha mikro dan kecil, atau sebagaimana peraturan pemerintah nomor 8 tahun 2021 tentang modal dasar perseroan dan pendaftaran, pendirian, perubahan dan pembubaran perseroan, disebutkan bahwa yang memenuhi persyaratan usaha mikro dan kecil disebut dengan perseroan perorangan. perseroan perorangan ini memiliki karakteristik dan perbedaan dengan pt yang diatur dalam undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Salah satunya mengenai direksi dalam perseroan perorangan adalah hanya 1 (satu) orang saja yang kemudian juga merangkap sebagai pemegang saham, hal ini sangat berbahaya bagi jalannya perusahaan, karena dapat menimbulkan tercampurnya kepentingan pribadi terhadap perseroan dan menjadi semunya batas-batas pertanggungjawaban antara direksi perseroan dan pemegang saham perseroan. Penelitian yang bersifat yuridis normatif ini, akan membahas tentang implikasi hukum pailitnya perseroan perorangan terhadap direksi. di indonesia penelitian ini bertujuan untuk mengetahui impilaksi hukum pailitnya perseroan perorangan dan hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 2 (dua) model pemberlakuan implikasi hukum kepailitan perseroan perorangan tehadap direksi yaitu, yang pertama akibat hukum yang berlaku demi hukum dan yang kedua akibat hukum yang berlaku secara rule of reason.
Melia Dwi Putri Heni Hidayati, Eko Soponyono
Published: 15 February 2022
Jurnal Ilmiah Dunia Hukum, Volume 6, pp 67-73; https://doi.org/10.35973/jidh.v6i1.2662

Abstract:
Terorisme merupakan salah satu kejahatan luar biasa dengan dampak yang sangat kompleks berupa tindakan kekerasan dan ancaman dengan target acak yang ditentukan berdasar kategori tertentu. Pelaku kejahatan terorisme ini lebih dikenal dengan sebutan teroris yang untuk melakukan kejahatannya teroris ini bahkan rela mengorbankan nyawanya sendiri. Sederet peristiwa terorisme yang telah terjadi di Indonesia tidak menutup kemungkinan hal seperti itu bahkan peristiwa yang lebih tragis dan lebih banyak memakan korban jiwa dapat terjadi di masa datang sehingga diperlukan suatu regulasi yang bertitik pada upaya preventif maupun represif.  Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis mengenai bagaimana penanganan terorisme dari prespektif hukum internasional, dan mekanisme serta tata cara penanganannya. Hasil penelitian menunjukan bahwa pemberantasan tindak pidana terorisme dapat dilaksanakan dengan tunduk pada ketentuan hukum internasional, hal tersebut dikarenakan kejahatan terorisme merupakan salah satu kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity) dan berdasarkan prinsip/ asas yang terdapat didalam London Agreement 1945 maka terorisme dikatakan sebagai kejahatan yang dapat ditangani oleh hukum internasional. Selanjutnya tindakan yang dapat dilakukan oleh negara-negara di dunia dalam mengatasi terorisme diperlukan langkah komprehensif berupa pembentukan perangkat perundang-undangan, pembenahan perundang-undangan lain yang berhubungan dengan kegiatan teroris seperti peraturan perundang-undangan tentang perbankan, keimigrasian, kepolisian, pertahanan dan keamanan dalam negeri, kitab undang-undang hukum acara khusus untuk peradilan teroris, transportasi darat, laut dan udara.
Nabilah Apriani, Ersya Aqila Wafa Azizah
Published: 15 February 2022
Jurnal Ilmiah Dunia Hukum, Volume 6, pp 74-92; https://doi.org/10.35973/jidh.v6i2.2860

Abstract:
Adanya penyebaran pandemi Covid-19 ke seluruh dunia tidak dipungkiri membawa dampak yang berkelanjutan. Pada perkembangannya demi memutus rantai penyebaran virus Covid−19, terdapat sejumlah upaya yang salah satunya adalah pelaksanaan vaksinisasi Covid−19. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan pemecahan komperhensif terkait dengan Apakah vaksinasi covid-19 merupakan hak atau kewajiban bagi masyarakat dan Sejauh apa tanggung jawab pemerintah dalam pelaksanakan vaksinisasi Covid-19. Penelitian ini merupakan penelitian hukum (legal research) dengan metode pendekatan Yuridis-Empiris yang menggunakan data primer dan data sekunder untuk kemudian dianalisis secara kualitatif. Penelitian ini menghasilkan sebuah kesimpulan bahwa vaksinasi yang pada mulanya merupakan suatu hak bagi seseorang, dapat berubah menjadi suatu kewajiban mengingat negara sedang dalam keadaan darurat.  Selain itu pelaksanaan vaksin juga berkaitan dengan kewajiban asasi manusia untuk menghargai hak asasi orang lain, yakni hak atas kesehatan orang lain. Adapuntanggung jawab pemerintah dalam pelaksanaan vaksinisasi covid-19 dapat diwujudkan dengan memberikan perlindungan hukum baik secara preventif maupun represif. Keduanya merupakan tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh negara atas jaminan perlindungan untuk menghindari akibat yang berpotensi di timbulkan dan akan merugikan masyarakat pasca vaksinasi.
Afif Noor, Dwi Wulandari
Published: 20 April 2021
Jurnal Ilmiah Dunia Hukum pp 99-110; https://doi.org/10.35973/jidh.v0i0.1993

Abstract:
Financial Technology (fintech) lending atau yang lebih dikenal dengan peer to peer lending (P2PL) merupakan salah satu fintech yang tumbuh dengan pesat. Dalam menjalankan kegiatan usahanya platform fintech lending selalu meminta data pribadi calon peminjam (borrower) yang seringkali disalahgunakan, padahal data pribadi merupakan privasi dan hak asasi seseorang. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan landasan konstitusional perlindungan data pribadi baik formil maupun materiil. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan undang-undang. Sumber data berasal dari data sekunder berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Data yang diperoleh dilakukan analisis  deskriptif dengan menggunakan pola pikir deduktif. Berdasarkan penelitian ditemukan bahwa landasan konstitusional fintech lending secara khusus tertuang dalam Pasal 28 UUD 1945. Dengan demikian, keberadaan data pribadi tersebut harus dilindungi oleh hukum dalam bentuk undang-undang agar mempunyai daya ikat yang kuat dan dapat memberikan sanksi yang menjerakan bagi para pelanggar hukum mengingat perundang-undangan yang terkait dengan transaksi fintech lending yang telah ada seperti POJK No.77/2016 belum mampu memberikan jaminan perlindungan terhadap keamanan data pribadi konsumen. Pengambil kebijakan perlu melakukan pembaharuan hukum melalui pembentukan undang-undang perlindungan data pribadi yang melindungi para pihak dalam transaksi fintech lending khususnya atau transaksi berbasis teknologi informasi pada umumnya.
Wihelmus Jemarut, Kornelia Webliana B, Diah Permata Sari
Published: 3 December 2021
Jurnal Ilmiah Dunia Hukum, Volume 6, pp 1-10; https://doi.org/10.35973/jidh.v6i1.2613

Abstract:
Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES), 1973, menetapkan Penyu sebagai satwa dalam kategori Appendix I, yang bermakna bahwa Penyu merupakan salah satu satwa yang terancam punah dan harus dilindungi. Persoalannya adalah komersialisasi penyu di Indonesia masih marak terjadi. Artikel ini hendak menjawab pertanyaan; apa dasar hukum perlindungan penyu di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dasar hukum perlindungan Penyu di Indonesia sebagai landasan yuridis upaya-upaya perlindungan penyu. Metode penelitian yang digunakan yakni metode penelitian normatif dengan pendekatan perundang-undangan (statute approach).Hasil penelitian menunjukkan bahwa Bangsa Indonesia ikut menandatangani CITES (1973) dan telah diratifikasi melalui Keputusan Presiden Nomor 43 Tahun 1978. Perlindungan terhadap penyu, selanjutnya diatur dalam UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya dengan peraturan pelaksananya yakni Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999. Selain itu, penyu juga dilindungi oleh UU No. 31 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan.
Farina Gandryani, Fikri Hadi
Published: 3 December 2021
Jurnal Ilmiah Dunia Hukum, Volume 6, pp 38-51; https://doi.org/10.35973/jidh.v6i1.2593

Abstract:
Pandemi COVID-19 yang melanda dunia membuat seluruh negara dunia mengalami berbagai dampak baik kesehatan, ekonomi, dan sosial. Untuk mengatasi hal tersebut, dibutuhkan kerjasama oleh seluruh negara. Indonesia seyogyanya turut serta dalam kerjasama multilateral dalam rangka penanganan COVID-19, salah satunya terkait dengan Pemulihan Ekonomi Nasional.Kerjasama yang dilakukan tentu melalui diplomasi. Salah satu cabang diplomasi adalah diplomasi ekonomi. Diplomasi tersebut tidak hanya dilakukan oleh Pemerintah, melainkan juga salah satunya adalah DPR sebagai parlemen di Indonesia. Mengingat fungsi diplomasi parlemen tersebut tergolong baru dalam teori mengenai parlemen, maka artikel ini akan membahas mengenai kedudukan diplomasi parlemen dalam sistem ketatanegaraan Indonesia dan model diplomasi yang dapat dilakukan dalam rangka penanganan dampak COVID-19. Penelitian ini merupakan penelitian hukum dengan tipe penelitian doktrinal. Penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan serta pendekatan konseptual. Hasil penelitian menunjukkanbahwadiplomasi di Indonesia telah mengalami perkembangan, yang mana diplomasi tidak hanya dilakukan oleh eksekutif, melainkan juga oleh DPR sebagai lembaga parlemen di Indonesia. Bahkan secara normatif, diplomasi parlemen sudah diatur dalam  sejumlah undang-undang di Indonesia seperti UU No 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri dan UU No 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD. Terkait dengan Pemulihan Ekonomi Nasional, DPR-RI dapat melakukan fungsi diplomasi melalui wujud diplomasi ekonomi baik dalam bentuk bilateral, multilateral, ataupun melalui forum parlemen yang ada seperti lnter-Parliamentary UniondanAsia Pacific Parliamentary Forum.Pada penelitian ini terdapat model diplomasi ekonomi yang dapat dilakukan oleh DPR-RI dalam rangka PEN baik diplomasi yang ditujukan untuk membuat perjanjian internasional dan diplomasi yang ditujukan untuk pembinaan hubungan baik dengan negara lain yang kedua-duanya bermanfaat dalam rangka pemulihan ekonomipasca COVID-19 baik secara regional maupun di Indonesia.
Andreas Agung Winarno
Published: 15 February 2022
Jurnal Ilmiah Dunia Hukum, Volume 6, pp 102-114; https://doi.org/10.35973/jidh.v6i2.3241

Abstract:
Screening swab antigan Covid-19 merupakan salah satu kebijakan pemerintah Indonesia dalam memutus mata rantai penyebaran Covid-19, kebijakan tersebut memerlukan penanganan dan pemeriksaan laboratorium yang sesuai mutu dan standard yang telah ditetapkan. Pelaksanaan Screening swab antigan Covid-19 sekarang telah memunculkan permasalahan, yaitu terjadi pelanggaran penggunaan alat swab nasofaring dan orofaring bekas pakai pada saat pemeriksaan rapid antigen Covid-19 di Bandara Kualanamu, Medan. Fakta demikian telah memunculkan suatu problematic, baik dari sisi medis, etik dan yuridis. Berdasarkan problematika tersebut artikel ini akan mencoba menganalisis apa problematic medis, etik dan yuridis dalam pelaksanaan screening swab antigen Covid 19. Artikel ini menggunakan jenis penelitian yuridis normative dengan pendekatan kasus, data yang digunakan berupa data primer dan sekunder berupa peraturan perundang-undangan dan literature yang membahas mengenai kebijakan screening swab antigen Covid 19. Hasil penelitian menunjukan bahwa problematika medis dalam pelaksanaan screening swab antigen Covid 19 yang bermasalah, akan berimplikasi pada risiko meningkatnya kasus Covid-19 dan penyakit yang ditularkan lewat alat bekas pakai, seperti Hepatitis, HIV dan sebagainya. Kemudian aspek etik yaitu pelaku yang merupakan petugas kesehatan telah melanggar kode etik profesi dimana seharusnya tenaga medis bekerja sesuai kode etik profesi dan standar operasional prosedur. Terakhir dari aspek yuridis kegiatan penggunaan swab bekas pakai tersebut merupakan bentuk tindak kejahatan korporasi untuk mendapatkan keuntungan atau manfaat, sehingga perbuatan tersebut merupakan suatu tindak pidana. Saran kedepan perlu ada sosialisasi terkait konsekuensi pelanggaran etika, medis dan yuridis bagi  pelayanan pemeriksaan swab antigen yang tidak sesuai dengan standard dan mutu baik bagi perorangan dan korporasi terkait dengan pelanggaran tersebut.
Olga Novita
Published: 3 October 2021
Jurnal Ilmiah Dunia Hukum, Volume 6, pp 26-37; https://doi.org/10.35973/jidh.v6i1.2572

Abstract:
Tantangan-tantangan dari era globalisasi mulai mengancam baik dari keamanan negara, pergeseran pada nilai kehidupan atau sosial, masuknya budaya asing, hedonisme, dan keterbukaan jaringan informasi. Hal membawa isu tentang homoseksual atau saat ini lebih disebut sebagai LGBT semakin tersiar. Keberadaan pembahasan LGBT sudah berpengaruh pada konstelasi dunia. Mencuatnya fenomena LGBT di Indonesia erat kaitannya dengan kecenderungan negara-negara barat untuk secara bebas mengakui dan menduduki komunitas LGBT di masyarakat. Meningkatnya pembicaraan terkait hal ini di Indonesia dimulai ketika keluarnya pernyataan Mahkamah Agung Amerika pada tahun 2016 tepatnya tanggal 26 Juni yang melegalkan pernikahan sesama jenis di 50 negara bagian AS karena alasan hak asasi manusia. Dalam penelitian ini penulis mencoba menilik bagaimana keberadaan LGBT dipandang dalam hukum positif Indonesia terkait ke legalitasannya, juga pemenuhan hak yang dituntut oleh mereka terkait perkawinan sesama jenis. Hal ini memang menjadi persoalan bagi HAM sebagai hak yang kemelekatannya intim pada setiap manusia, namun bagaimana dengan persoalan hukum dan agama sebagai landasan dasar Indonesia dalam bernegara. Terkait hal tersebut dalam pembahasan ini akan membahas bagaimana perspektif terkait sisi pro dengan HAM sebagai tameng dan kontra dengan mengedepankan hukum dan agama.
Supriadi Jufri, Anwar Borahima, Nurfaidah Said
Published: 6 February 2020
Jurnal Ilmiah Dunia Hukum, Volume 4, pp 95-107; https://doi.org/10.35973/jidh.v4i2.1379

Abstract:
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan meganalisis perlindungan bagi pembeli lelang eksekusi hak tanggungan yang beritikad baik melalui balai lelang, serta tanggung jawab dalam pelaksanaan lelang eksekusi hak tanggungan. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif (normative legal research) dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan kasus (cases approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlindungan hukum terhadap pembeli lelang eksekusi hak tanggungan melalui Balai Lelang yang beritikad baik bahwa VR dan peraturan mengenai lelang lainnya tidak memberikan perlindungan hukum secara preventif. Untuk menguasai objek lelang, pemenang lelang harus mendapatkan perlindungan hukum secara represif dengan cara meminta bantuan kepada pengadilan untuk mengganti rugi atas objek yang seharusnya dapat dikuasai oleh pemenang lelang. Balai Lelang dan KPKNL bertanggung jawab untuk meneliti kelengkapan dokumen dokumen persyaratan lelang dan legalitas formal subjek dan objek lelang. Pejabat Lelang juga bertanggung jawab terhadap risalah lelang sebagai akta otentik. Balai Lelang, dalam hal ini Pejabat Lelang hanya bertanggung jawab terhadap kebenaran yang bersifat formil, sedangkan kebenaran yang bersifat materil merupakan tanggung jawab dari Penjual atau Pemilik Barang.
Hendra Wijaya
Published: 6 February 2020
Jurnal Ilmiah Dunia Hukum, Volume 4, pp 58-69; https://doi.org/10.35973/jidh.v4i2.1411

Abstract:
Penulisan artikel ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana faktor yang melatarbelakangi terjadinya tindak pidana penggunaan kartu kredit pada saat ini, dimana diharapkan dari hasil analisis tersebut penulis dapat membangun sebuah model penegakan Hukum Pidana dalam menanggulangi tindak pidana penggunaan kartu kredit di masa yang akan datang. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, yaitu suatu penelitian terhadap hukum, dimana data utama dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari studi kepustakaan. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa tindak pidana terhadap penggunaan kartu kredit disebabkan oleh faktor internal dan eksternal, faktor internal disebabkan seperti faktor pendidikan, faktor peluang, faktor percaya diri dan usia, sedangkan faktor eksternal meliputi, faktor seperti ekonomi, penegak hukum, sistem pengawasan dan teknologi informasi, sehingga model yang perlu dilakukan dalam penegakan hukum ini berupa, membentuk suatu penyidik yang secara spesialis/khusus menangani tindak pidana terhadap cybercrime khususnya kejahatan terhadap penggunaan kartu kredit.
Muhammad Iqbal, Abrar Saleng, Sri Susyanti Nur
Published: 6 February 2020
Jurnal Ilmiah Dunia Hukum, Volume 4, pp 70-94; https://doi.org/10.35973/jidh.v4i2.1351

Abstract:
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pemberian Hak Guna Bangunan kepada PT. Yasmin Bumi Asri pasca kegiatan reklamasi kawasan Centre Point of Indonesia di Kota Makassar. Penelitian ini adalah penelitian normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian Hak Guna Bangunan kepada PT Yasmin Bumi Asri pasca kegiatan reklamasi kawasan Centre Point of Indonesia di Kota Makassar secara teknis didasarkan pada Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan dan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah dan Kegiatan Pendaftaran Tanah. PT Yasmin Bumi Asri haruslah memperoleh Surat Keputusan Pemberian Hak (SKPH) terlebih dahulu yang diterbitkan oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional RI oleh karena luas lahan yang diperuntukkan bagi PT Yasmin Bumi Asri seluas di atas 15 Ha atau 150.000 m2. Keabsahan Hak Guna Bangunan yang diperoleh PT. Yasmin Bumi Asri berdasarkan perjanjian kerja sama tentang reklamasi kawasan Center Point of Indonesia di Kota Makassar adalah sah secara hukum oleh karena dalam Pasal 4 ayat (2) Perjanjian Kerjasama antara Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dengan PT Yasmin Bumi Asri mengenai kegiatan reklamasi kawasan Center Point of Indonesia ditentukan bahwa HGB yang akan diterima oleh PT Yasmin Bumi Asri diperoleh berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Fredrickus W.A Maclarimboan, A. Suriyaman M. Pide, Amir Ilyas
Published: 6 February 2020
Jurnal Ilmiah Dunia Hukum, Volume 4, pp 45-57; https://doi.org/10.35973/jidh.v4i2.1352

Abstract:
Indonesia merupakan negara dengan tingkat heterogenitas yang tinggi. Mulai dari keberadaan multi etnik, agama, ras dan golongan. Pembangunan hukum, sebagaimana aspek pembangunan di bidang lainnya, sudah seharusnya memertimbangkan aspek multikultural yang ada dalam suatu komunitas negara. Penelitian ini merupakan penelitian hukum empirik (empirical legal research). Penelitian dilakukan di Kepolisian Resort Kota Manokwari, Provinsi Papua Barat. Hasil penelitian menunjukkan penerapan hukum adat sangat berperan dalam penyelesaian kecelakaan lalu lintas di Polres Manokwari. Penerapan hukum adat sangat efektif dalam mewujudkan kemanfaatan bagi masyarakat yang menjadi korban ataupun keluarga korban jika dibandingkan dengan bentuk penyelesaian melalui proses peradilan. Peradilan adat merupakan bagian dari hukum nasional, karena itu diperlukan transformasi nilai hukum adat yang hidup di masyarakat ke dalam sistem hukum nasional khususnya untuk perkara lalulintas. Kedudukan hukum adat dalam pengaturan Lalu lintas perlu terakomodasi lebih rinci agar aparatur penegak hukum memiliki legalitas yang kuat dalam melakukan pengalihan penanganan perkara dan menghentikan perkara dalam hal terdapat penyelesaian antara kedua belah pihak melalui jalur hukum adat.
Budiono Budiono
Published: 17 December 2017
Jurnal Ilmiah Dunia Hukum, Volume 1, pp 33-44; https://doi.org/10.35973/jidh.v1i1.605

Abstract:
Sistem pemilu di Indonesia adalah cara untuk menerapkan dan memberi kebebasan seluas luasnya pada setiap warga negara, agar memakai hak pilihnya untuk memilih wakil rakyat yang dinginkan. Pemilu dilaksanakan di Indonesia pertama kali adalah ditahun 1955. Dalam Undang undang No.27 tahun 1953 menegaskan bahwa pemilu dilakukan harus secara langsung, umum, bebas dan rahasia. Pada Pemilihan umum tahun 2009 dan Tahun 2014 digunakan sistem proporsional Perdebatan diantara elit partai politik untuk menggagas mengenai sistem pemilu legislatif untuk pemilihan legislatif pada tahun 2019 kembali muncul. Perdebatan muncul terfokus pada persoalan mempertahankan sistem pemilihan proporsional terbuka atau kembali ke proporsional tertutup. Tulisan ini akan mengkaji sistem pemilihan umum yang ideal sesuai demokrasi yang diterapkan di Indonesia. Kata Kunci: Sistem Pemilihan Umum, sistem demokrasi Indonesia. ----- General Election system in Indonesia is a way to apply and give the widest possible freedom to every citizen, in order to exercise his / her right to vote for the wanted people’s representatives. The election was eld in Indonesia for the first in 1955. Under Law No. 27 of 1953 confirmed that elections should be conducted directly, publicly, freely and secretly. In the 2009 and 2014 elections the proportional system of debate among the elite of political parties to initiate the legislative election system for legislative elections in 2019 re-emerged. The debate appears focused on the issue of maintaining an open proportional election system or returning to a closed proportional. This paper will examine the ideal electoral system according to the democracy applied in Indonesia.
Sri Subekti
Published: 17 December 2017
Jurnal Ilmiah Dunia Hukum, Volume 1, pp 19-32; https://doi.org/10.35973/jidh.v1i1.604

Abstract:
Seiring dengan perkembangan teknologi dan informasi di dunia, berbagai hal baru muncul di dalam kehidupan kita sehari-hari. Salah satunya adalah konsep jual beli secara online melalui internet dengan menggunakan E-Commerce. Dengan E-Commerce konsep jual beli tradisonal yang mempertemukan pembeli dan penjual dalam satu ruangan berubah menjadi konsep jual beli jarak jauh atau telemarketing. Dengan adanya konsep ini, tentu saja baik penjual dan pembeli akan merasa di untungkan, karena transaksi jual beli yang terjadi dapat dilakukan 24 jam penuh dengan tidak dibatasi oleh wilayah tertentu. Akan tetapi selain memberikan keuntungan, tentu saja konsep jual beli jarak jauh melalui E-Commerce juga dapat menimbulkan banyak resiko kerugian, salah satunya adalah serangan cyber crime yang dapat menyebabkan penyalahgunaan data para pihak dalam e-commerce sehingga mengalami kerugian. Metode penelitian yang di pakai dalam penulisan makalah ilmiah ini adalah metode Penelitian hukum normatif yang bertujuan untuk menemukan landasan hukum yang jelas dalam meletakkan persoalan yang diangkat, dalam perspektif Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, khususnya yang terkait dengan masalah penerapan asuransi dalam transaksi E-Commerce. Hasil penelitian terungkap bahwa dari pengertian dan batasan tentang asuransi di dalam KUHD, transaksi E-Commerce merupakan obyek yang dapat di asuransikan, karena segala kegiatan didalam transaksi E-Commerce, dapat menimbulkan kehilangan atau kerusakan bagi para pihak yang ada didalamnya. Pengaturan asuransi mengenai E-Commerce di dalam KUHD sebenarnya perlu diatur secara rinci, sehingga pemerintah hendaknya melakukan revisi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, sehingga dapat memberikan pengaturan jelas mengenai asuransi dalam transaksi bisnis E-Commerce atau cyber insurance. Kata kunci : e-commerce, asuransi, KUHD ----- Along with the development of technology and information in the world, new things arise in our daily lives. One is the concept of buying and selling online through the Internet using ecommerce. With e-commerce site selling the traditional concept together buyers and sellers in one room transformed into the concept of distance selling or telemarketing. In this concept, both sellers and buyers will limited by a particular region. However, in addition to providing the advantages, of course, the concept of distance selling via e-commerce can also cause a lot of risk of loss, one of which is the crime of cyber attacks that could lead to misuse of the data of the parties in the e-commerce making a loss. Research methods in use in the writing of this paper is the normative legal research method aims to find a clear legal basis in putting the issue raised, in particular KUHD perspective on issues related to the implementation of the insurance business transactions through the Internet (E-Commerce). The results of the study revealed that out of the definition and limits of insurance in the Commercial code, e-commerce transaction is an object that can be insured, because of all the activities in e-commerce transactions, may cause loss or damage to the party in it. Insurance arrangements on e-commerce in the real KUHD regulated in detail so the government should revise Law No. 40 of 2014 on assurance, so as to provide clear regulation on insurance business in e-commerce transactions. Keywords : e-commerce, insurance, KUHD
Samuel F.B Situmorang
Published: 13 December 2019
Jurnal Ilmiah Dunia Hukum, Volume 4, pp 25-36; https://doi.org/10.35973/jidh.v4i1.1347

Abstract:
Penyelesaian sengketa dapat dilakukan di dalam atau di luar pengadilan. Perihal penyelesaian sengketa di luar pengadilan mempunyai dasar hukum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman Bab XII Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan. Posisi BANI dalam badan peradilan umum adalah di luar badan peradilan umum. Penyelesaian sengketa secara arbitrase dilakukan dengan dasar hukum Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian hukum yang mengutamakan cara meneliti bahan pustaka yang disebut data sekunder, berupa hukum positif dan bagaimana implementasinya dalam praktik. Data kepustakaan yang diperoleh, yaitu berupa hukum positif, kumpulan berbagai ketentuan perundang- undangan yang berlaku di Indonesia saat ini dalam bidang hukum alternatif penyelesaian sengketa. Badan peradilan umum tidak mempunyai kewenangan untuk mengadili sengketa para pihak yang telah terikat dalam perjanjian arbitrase, apabila terdapat tipu muslihat maka dapat dimintakan pembatalan. Pembatalan putusan arbitrase sesuai dengan keadilan jika terdapat syarat-syarat sebagaimana dalam Pasal 70 Undang- Undang Nomor 30 Tahun Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Heru Setiawan
Published: 13 December 2019
Jurnal Ilmiah Dunia Hukum, Volume 4, pp 19-24; https://doi.org/10.35973/jidh.v4i1.1345

Abstract:
Dalam setiap perkara perdata ataupun pidana sudah dapat dipastikan menggunakan jasa Juru Sita sebagai orang yang bertugas untuk memberi informasi terkait perkara yang sedang dihadapi, baik itu panggilan sidang ataupun pemberitahuan putusan terhadap perkara. Akan tetapi masih ada saja permasalahan yang ditemui di lapangan terkait dengan panggilan dan pemberitahuan sebagaimana dimaksud. Hal ini terjadi akibat kesalahan juru sita atau juru sita pengganti dan aturan tentang pemanggilan itu sendiri. Permasalahan tersebut dapat dilihat antara lain adalah waktu panggilan kurang dari 3 (tiga) hari, hal ini berarti menyalahi ketentuan H.I.R yang mengharuskan panggilan dilakukan minimal 3 (tiga) hari sebelum sidang. Yang kedua pemberitahuan panggilan ataupun isi putusan yang terkesan kaku terhadap aturan yang berlaku. Selain itu masalah yang ketiga yaitu kurang adanya perlindungan secara hukum bagi para pihak yang tidak menerima relaas secara langsung yang berakibat merugikan hak asasi para pihak yang harus dilindungi. Sebagaimana diketahui relaas adalah penyampaian secara resmi (official) dan patut (properly) kepada pihak-pihak yang terlibat dalam suatu perkara di pengadilan. Dari permasalahan diatas maka sudah sepantasnya terdapat perubahan ataupun penambahan aturan mengenai pemanggilan terhadap para pihak jika tidak bertemu, dengan cara pemanggilan melalui media elektronik ataupun media lainnya untuk memberitahukan para pihak, guna terjaminya hak asasi pihak yang berperkara dan terciptanya peradilan yang adil.
Tri Hastuti
Published: 30 October 2016
Jurnal Ilmiah Dunia Hukum, Volume 1, pp 73-90; https://doi.org/10.35973/jidh.v1i1.608

Abstract:
Pemanfaatan sumber daya yang terbatas menyebabkan perlunya suatu perangkat hukum yang dapat mengatur agar semua pihak yang berkepentingan mendapat perlakuan yang adil (win-win solution) dan agar tidak terjadi perselisihan diantara pelaku ekonomi. Fungsi hukum salah satunya adalah mengatur kehidupan manusia bermasyarakat di dalam berbagai aspek. Manusia melakukan kegiatan ekonomi untuk memenuhi kebutuhannya. Manusia tidak bisa memenuhi kebutuhannya sendiri, oleh karena itu manusia melakukan interaksi dengan manusia lainnya. Interaksi ini sering kali tidak berjalan dengan baik karena adanya benturan kepentingan diantara manusia yang berinteraksi. Agar tidak terjadi perselisihan maka harus ada kesepakatan bersama diantara mereka. Kegiatan ekonomi sebagai salah satu kegiatan sosial manusia juga perlu diatur dengan hukum agar sumber daya ekonomi, pemanfaatan dan kegiatannya dapat berjalan dengan baik dengan mempertimbangkan sisi keadilan bagi para pelaku ekonomi. Hukum atau peraturan perekonomian yang berlaku disetiap kelompok sosial atau suatu bangsa berbeda-beda tergantung kesepakatan yang berlaku pada kelompok sosial atau bangsa tersebut. Kata Kunci : Adil, Hukum, Ekonomi
Warsono Warsono
Published: 30 October 2016
Jurnal Ilmiah Dunia Hukum, Volume 1, pp 91-104; https://doi.org/10.35973/jidh.v1i1.609

Abstract:
Koperasi adalah organisasi ekonomi yang dimiliki dan dioperasikan oleh orang-seorang demi kepentingan bersama. Koperasi melandaskan kegiatan berdasarkan prinsip gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan. Koperasi merupakan potret dari ekonomi konstitusional yang diamanhkan dalam Pasal 33 UUD 1945. Dalam praktik, Koperasi sebagai suatu usaha bersama yang disusun dengan asas kekeluargaan dan bukan usaha swasta yang didorong oleh self-interest. Secara ideal praktik apabila dimaknai secara tegas dan menjadi grand design dari kekuatan ekonomi rakyat memberikan pemahaman bahwa partisipasi dan gotong royong akan mewujudkan sebuah kemandirian bagi bangsa Indonesia. Tulisan ini akan mengkaji bagaimana pemaknaan konsep konstitusi ekonomi Indonesia dalam kerangka Pasal 33 UUD 1945 dan bagaimana eksistensi koperasi dalam konsep konstitusi ekonomi Indonesia dalam kerangka Pasal 33 UUD 1945. Kata Kunci: Koperasi, Konstitusi Ekonomi dalam kerangka Pasal 33 UUD 1945
Hidayatika Gilang Pamungkas
Published: 14 December 2019
Jurnal Ilmiah Dunia Hukum, Volume 3, pp 10-19; https://doi.org/10.35973/jidh.v3i1.1354

Abstract:
Perdagangan manusia telah menjadi permasalahan sangat serius di nasional maupun internasional. Bentuk-bentuk kejahatan perdagangan manusia beragam. Salah satunya penyelenggaraan perkawinan antar negara melalui pesanan (Mail-Order Bride). Ada dua bentuk, pertama dilakukan pekerja asing dengan perempuan Indonesia untuk waktu tertentu dan perempuan mendapat kompensasi finansial. Kedua, pengantin perempuan tidak mengetahui kondisi sebenarnya dari calon suami. Perdagangan manusia menunjukkan penghormatan kemanusiaan sebagai pemberian Allah telah dinodai, sehingga dianggap melanggar Hak Asasi Manusia
Anggraeni Endah Kusumaningrum
Published: 17 December 2017
Jurnal Ilmiah Dunia Hukum, Volume 1, pp 1-17; https://doi.org/10.35973/jidh.v1i1.603

Abstract:
Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis transaksi terapeutik sebagai sarana perlindungan hukum bagi pasien. Transaksi terapeutik adalah perjanjian antara dokter dengan pasien yang memberikan kewenangan kepada dokter untuk melakukan kegiatan memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien berdasarkan keahlian dan keterampilan yang dimiliki oleh dokter tersebut. Hubungan hukum dalam transaksi terapeutik tersebut, menimbulkan hak dan kewajiban yang harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh masing-masing pihak. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dengan sumber data utama adalah data sekunder yang didukung data primer. Data primer diperoleh secara langsung melalui wawancara dan data sekunder berupa bahan hukum, baik primer, sekunder dan tertier yang akan dianalisis secara kualitatif melalui pengkoleksian data, mereduksi data, bahwa Transaksi terapeutik memposisikan kedudukan dokter dan pasien, pada hubungan yang sederajat dengan harapan akan dapat memberikan perlindungan hukum bagi para pihak, namun pada kenyataannya norma-norma tersebut belum dapat memberikan perlindungan hukum.Hal itu terjadi disebabkan karena belum adanya pengaturan pelaksanaan transaksi terapeutik secara konsisten. Kata Kunci : transaksi terapeutik, perlindungan hukum ---- This paper aims to know and analyze therapeutic transactions as a means of legal protection for patients. Therapeutic transactions are agreements between physicians and patients who authorize the physician to perform activities to provide health services to patients based on the skills and skills possessed by the doctor. The legal relationship in such therapeutic transactions creates rights and obligations that must be obeyed and implemented by each party. This research uses normative juridical approach method with primary data source is secondary data supported by primary data. Primary data is obtained directly through interviews and secondary data in the form of legal materials, both primary, secondary and tertiary which will be analyzed qualitatively through data obtained that therapeutic transactions position physicians and patients, on equal relations in the hope of providing legal protection for the parties, but in fact these norms have not been able to provide legal protection. That happens because there is no arrangement of the implementation of transactions therapeutic consistently. Keywords: therapeutic transactions, legal protection
Habibie Rahmatullah
Published: 13 December 2019
Jurnal Ilmiah Dunia Hukum, Volume 4, pp 37-44; https://doi.org/10.35973/jidh.v4i1.1348

Abstract:
Pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemerintah Daerah merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan pengelolaan daerah dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Dari beberapa macam alat tangkap salah satunya adalah alat tangkap pukat hela (mini trawls) dan pukat tarik (seine nets) atau disebut dengan pukat arad yang merusak lingkungan ekosistem sumberhayati bawah laut. Secara hukum alat ini telah dilarang tentang Alat Penangkapan Ikan Yang Mengganggu Dan Merusak ekosistem bawah laut. Harapannya pengelolaan sumberdaya perikanan dan pengelolaan wilayah pesisir harus berpijak pada komitmen arus keutamaan yaitu pengelolaan sumberdaya yang tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan generasi sekarang, tetapi juga harus memperhatikan dan mempertimbangkan kepentingan generasi dimasa yang akan datang.
Ichsan Muhajir
Published: 13 December 2019
Jurnal Ilmiah Dunia Hukum, Volume 4, pp 1-9; https://doi.org/10.35973/jidh.v4i1.1346

Abstract:
Negara hukum merupakan esensi yang menitik beratkan pada tunduknya pemegang kekuasaan negara pada aturan hukum. Pemerintah sebagai pemegang kekuasaan harus mewujudkan pemerintahan yang baik, salah satunya dengan mengelola keuangan negara secara bertanggung jawab. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengelolaan keuangan negara yang berdasarkan asas akuntabilitas yang dapat mewujudkan good governance. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini yaitu: (1) Prinsip akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara; (2) Mewujudkan good governance melalui asas akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara. Motode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu yuridis normatif maksudnya data yang diperoleh dengan berpedoman pada segi-segi yuridis, selain itu juga berpedoman pada segi-segi empiris yang dipergunakan sebagai alat bantu. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa prinsip yang digunakan dalam pengelolaan keuangan negara salah satunya adalah akuntabilitas yang berorientasi pada hasil terkandung makna bahwa setiap pengguna anggaran wajib menjawab dan menerangkan kinerja organisasi atas keberhasilan atau kegagalan suatu program yang menjadi tanggung jawabnya. Asas akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara sangat mempengaruhi terwujudnya good governance di Indonesia.
Yasminingrum Yasminingrum
Published: 30 October 2016
Jurnal Ilmiah Dunia Hukum, Volume 1, pp 105-112; https://doi.org/10.35973/jidh.v1i1.610

Abstract:
Kebijakan lingkungan hidup harus dijalankan tanpa ada kompromi antara aktor pemegang kebijakan dengan masyarakat industriawan maupun masyarakat umum. Kenyataannya seringkali kebijakan lingkungan hidup tidak sejalan dengan konsteks good governance yang mengarahkan pada prinsip partisipasi, penegakan hukum, transparasni, daya tanggap, consensus orientation, keadilan, effectiveness and efficiency, akuntabilitas dan visi strategis oleh karena itu kebijakan lingkungan hidup selalu mempertimbangkan setiap aktivitas yang memanfaatkan sumber daya alam dan lingkungan agar tercapai tujuan perlindungan hukum dan pengelolaan lingkungan hidup yang sesuai dengan konsteks good gonernance. Kata Kunci: kebijakan, Lingkungan Hidup, Good Governance.
Amira Velda Narindra
Published: 14 December 2019
Jurnal Ilmiah Dunia Hukum, Volume 3, pp 1-9; https://doi.org/10.35973/jidh.v3i1.1353

Abstract:
Pekerja perempuan turut berkontribusi meningkatkan pembangunan Nasional. Maka sudah selayaknya pemenuhan hak bagi pekerja perempuan khususnya dibidang industrial mendapatkan perhatian khusus. Hak pekerja perempuan pada implementasinya masih ditemukan adanya penyimpangan, maka studi pustaka ini bertujuan untuk mengetahui pemenuhan hak pekerja perempuan oleh perusahaan dan bagaimana tingkat pemenuhan kebutuhan pekerja perempuan. Pelaksanaan pemenuhan hak pekerja perempuan merupakan suatu kewajiban yang harus diusahakan demi terjaminnya hak pekerja perempuan.
Muh Endriyo Susila, Dirwan Suryo Soularto
Published: 30 October 2016
Jurnal Ilmiah Dunia Hukum, Volume 1, pp 61-71; https://doi.org/10.35973/jidh.v1i1.607

Abstract:
Ketiadaaan peraturan yang secara khusus mengatur isu malpraktek medik membuat mimpi buruk menjadi ancaman yang nyata bagi profesi medik di Indonesia, Dokter bisa terjerat dalam tuntutan pidana karena berbagai sebab termasuk dugaan malpraktek medik.Tidak ada yang mempersoalkan tuntutan pidana terhadap dokter dalam kasus aborsi ilegal atau perdagangan organ tubuh, tetapi tuntutan pidana terhadap dokter dalam kasus dugaan malpraktek medik telah menimbulkan kontroversi. Dalam kasus dokter Ayu, penjatuhan sanksi pidana oleh majelis hakim kasasi kepada ketiga terdakwa telah membangkitkan gelombang protes dari kalangan dokter di seluruh Indonesia. Putusan Kasasi dalam kasus dokter Ayu telah memunculkan sikap skeptis dari kalangan profesi medik terhadap hukum dan proses penegakkannya. Aparat penegak hukum terkesan lebih condong pada pasisen daripada dokter dalam merespons kasus dugaan malpraktek medik. Perlindungan terhadap kepentingan pasien lebih diutamakan daripada menghargai itikad baik dokter untuk menolong pasien. Kondisi ini telah menciptakan ketakutan dan kekhawatiran di kalangan dokter akan risiko gugatan/tuntutan hukum. Di satu sisi ketakutan dan kekhawatiran di kalangan dokter mendorong para dokter untuk bekerja lebih berhati-hati, namun disisi lain justru mendorong profesi dokter menerapkan apa yang disebut sebagai defensive medicine yang justru akan merugikan pasien dan masyarakat. Tulisan ini akan mengkaji implikasi tuntutan pidana terhdap dokter pada aspek sosial dan yuridis. Kata Kunci : Malpraktik Medik, Tindak pidana Medik, Tuntutan Pidana.
Mashari Mashari
Published: 30 October 2016
Jurnal Ilmiah Dunia Hukum, Volume 1, pp 113-130; https://doi.org/10.35973/jidh.v1i1.611

Abstract:
Membangun sistem peradilan hubungan industrial mempunyai banyak dimensi dan keterkaitannya dengan kepentingan pengusaha, pemerintah, dan masyarakat. Salah satu fungsi lembaga Pengadilan Hubungan Industrial adalah untuk penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang diakibatkan karena banyaknya kepentingan yang saling bertentangan. Permasalahan dalam penelitian sebagai berikut : (1) Bagaimana pelaksanaan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui Pengadilan Hubungan Industrial ? (2) Bagaimana membangun sistem Peradilan Perselisihan Hubungan Industrial yang berwibawa ? Metode peneitian yang digunakan adalah socio legal research, yaitu penelitian yang melihat fenomena hukum dikaitkan dengan masalah yang terjadi di masyarakat dalam pelaksanaan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui Pengadilan Hubungan Industrial sesuai Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Hasilpenelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui Pengadilan Hubungan Industrial kurang sesuai dengan konsep dan teori hukum yang berlaku pada umumnya. Konsep membangun sistem peradilan hubungan industrial yang berwibawa dimulai dengan perubahan secara kelembagaan terhadap sistem Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesian Perselisihan Hubungan Industrial yang mengdopsi sistem penyelesaian perselisihan hubungan industrial dengan memberikan kewenangan penuh kepada Yudikatif. Perubahan secara kelembagaan ini diperlukan penyempurnaan diantaranya: penyempurnaan sistem satu atap; mengembangkan manajemen peradilan yang transparan dan akuntabel; rekruitmen Hakim; batas usia pensiun Hakim; Hakim Karier dan Non Karier; pentingnya pelembagaan eksaminasi putusan; dan perkuat fungsi pengawasan Komisi Yudisial. Selain itu juga para Hakim harus memiliki integritas dan profesionalisme untuk terwujudnya keadilan hukum bagi para pencari keadilan, terutama kalangan pekerja. Masalah sensitivitas hakim Pengadilan Hubungan Industrial terhadap persoalan buruh sangat diperlukan untuk penciptaan kondisi dan dukungan semua pemangku kepentingan (stake holders), termasuk negara dalam memberikan perhatian kesejahteraan kepada para hakim. Kata kunci : Membangun Sistem, Peradilan Hubungan Industrial, Berwibawa
Samuel Ronatio Adinugroho, Anung Aditya Tjahja
Published: 14 December 2019
Jurnal Ilmiah Dunia Hukum, Volume 3, pp 43-54; https://doi.org/10.35973/jidh.v3i1.1357

Abstract:
Dalam hal mengenai pengangkutan barang melalui laut, maka nakhoda sebagai pemimpin kapal diwajibkan untuk memelihara serta mengatur penempatan barang muatan yang ada di kapal dengan baik dan seksama, agar barang muatan tersebut bisa sampai dalam keadaan selamat selama berlangsungnya pelayaran. Dalam ketentuan Pasal 137 Ayat (1) dan (2) UU No. 17/2008 baik kapal motor ukuran Grosss Tonnage 35 maupun kapal motor ukuran kurang dari Gross Tonnage 35 serta untuk kapal tradisional kurang dari Gross Tonnage 105, ditegaskan yang pada pokoknya menyebutkan : Nakhoda merupakan pimpinan di atas kapal yang memiliki wewenang penegakan hukum dan bertanggung jawab atas keselamatan, keamanan dan ketertiban kapal, serta barang muatan yang menjadi kewajibannya. Dalam ketentuan lain disebutkan pula bahwa Nakhoda adalah pemimpin kapal, yang setiap ada peristiwa tertentu harus mengambil sikap dan bertindak sesuai dengan kecakapan, kecermatan dan kebijaksanaan, sebagaimana diperlukan untuk melakukan tugasnya (Pasal 342 ayat (1) KUHD). Sebagai pemimpin kapal, Nakhoda harus mempertanggung jawabkan segala tindakannya terhadap kapal dan muatannya dalam segala peristiwa yang terjadi di laut. Dari itu pembentuk undang-undang memberi beban tanggung jawab kepada Nakhoda sebagaimana diatur dalam Pasal 342 ayat (2) KUHD, yakni bila tindakan yang dilakukan dalam jabatannya itu merupakan kesengajaan atau kelalaian, yang menimbulkan kerugian pada orang lain. Nakhoda sebagai pemimpin kapal laut dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatan-perbuatan dari mereka yang bekerja sebagai anak buah kapal. Disini letak keistimewaan nakhoda sebagai buruh yang bersama-sama dengan anak buah kapal mengikatkan diri dalam perjanjian kerja laut dengan pengusaha pelayaran sebagai majikan, akan tetapi nahkoda masih pula bertanggungjawab terhadap perbuatan-perbuatan anak buah kapal yang dipimpinnya. Nakhoda selama dalam pelayaran berkewajiban untuk memperhatikan kepentingan pihak-pihak yang berhak atas muatan, dimana perlu dia harus mengambil tindakan untuk kepentingan si pemilik muatan. Disamping itu nakhoda diharuskan juga untuk memelihara buku harian kapal yang isinya mengenai catatan-catatan segala hal yang terjadi selama berlangsungnya pelayaran. Ketentuan-ketentuan tentang hak dan kewajiban atau tanggung jawab nakhoda telah ditetapkan, yang maksudnya adalah memberikan pembatasan-pembatasan yang jelas tentang letak kesalahan dan sejalan dengan itu ditetapkan juga tentang siapakah yang harus menanggung kerugian atas kerusakan atau hilangnya muatan yang diangkut. Namun demikian untuk mengatasi ganti rugi dalam pengangkutan barang telah dapat diselesaikan melalui pihak ketiga yakni asuransi yang telah bekerja sama dengan perusahaan pelayaran.
Milyan Risydan Al Anshori
Published: 30 October 2016
Jurnal Ilmiah Dunia Hukum, Volume 1, pp 45-60; https://doi.org/10.35973/jidh.v1i1.606

Abstract:
Kejahatan transnasional adalah kejahatan yang sarana prasarana serta metode-metode yang dipergunakan melampaui batas territorial suatu negara. Namun demikian belum ada perhatian khusus dari pemerintah untuk menghadapi jenis kejahatan ini dengan menggunakan bea cukai. Padahal jika sarana prasarana dan metode kejahatannya melampaui batas territorial maka sudah otomatis alat bukti dan barang bukti pun melintasi daerah pabean. Karena itu bisa diambil kesimpulan sementara bahwa perlu optimalisasi kewenangan dan tanggung jawab lembaga bea cukai untuk lebih aktif menangkal serangan kejahatan transnasional ini. Kata kunci: kejahatan transnasional, kepabeanan, kewenangan, kelembagaan ----- Transnational crime is a crime which is the tools and methods that is being used is pass through national territorial border. However, there's no sufficient attention from goverment to fight againts this kind of crime by using customs. Even though if the tools and methods have already passed through territorial border so the proof and evidence have passed it too. Due to it, we can take temporary conclutions that the authority and responsibility of customs institution need to be optimalized in order to prevent this transnational crime attack. Keywords: transnational crime, customs, authority, institution.
Nunung Nugroho
Published: 14 December 2019
Jurnal Ilmiah Dunia Hukum, Volume 3, pp 20-34; https://doi.org/10.35973/jidh.v3i1.1355

Abstract:
Pembaruan hukum pidana dalam konteks tindak pidana korupsi pada hakikatnya mengandung makna, suatu upaya untuk melakukan reorientasi dan reformasi hukum pidana yang sesuai dengan nilai-nilai sentral sosiopolitik, sosio-filosofis, dan sosio-kultural masyarakat Indonesia yang melandasi kebijakan sosial, kebijakan kriminal, dan kebijakan penegakan hukum di indonesia. Secara singkat dapatlah dikatakan, bahwa pembaruan hukum pidana pada hakikatnya harus di tempuh dengan pendekatan yang berorientasi pada kebijakan (policy-oriented approach) dan sekaligus pendekatan yang berorientasi pada nilai (value-oriented approach). Tuntutan teoritik maupun perkembangan pembaharuan hukum pidana di berbagai negara ada kecenderungan kuat untuk menggunakan mediasi penal sebagai salah satu alternative penyelesaian masalah di bidang hukum pidana. Tidak bisa dipungkiri lagi, bahwa praktek penegakan hukum di Indonesia dalam perkara pidana diselesaiak diluar pengadilan melalui diskresi aparat penegak hukum, yang kemudian meyebabkan tuntutan untuk mempositifkan bentuk-bentuk penyelesaian perkara diluar pengadilan semakin kuat.
Retno Mulyaningrum
Published: 14 December 2019
Jurnal Ilmiah Dunia Hukum, Volume 3, pp 35-42; https://doi.org/10.35973/jidh.v3i1.1356

Abstract:
Penenggelaman kapal oleh Indonesia dalam memberantas penangkapan ikan ilegal menggunakan bahan kimia dikhawatirkan pencemaran lingkungan. Perlindungan hukum terhadap korban dipertimbangkan bahwa hukum yang ada menjalankan diskriminasi dengan cara pemberlakuannya sebagian besar perjanjian perlindungan lingkungan tidak melalui permintaan tanggung jawab negara namun melalui mekanisme insentif dan pertukaran yang beragam dan pelaporan Negara. Perspektif Hak Asasi Manusia (HAM) tentang pencemaran mengacu kasus Gabcikovo bahwa Perlindungan lingkungan adalah bagian penting dari doktrin HAM kontemporer yaitu hak suci HAM.
Purwanto Purwanto
Published: 6 February 2020
Jurnal Ilmiah Dunia Hukum, Volume 4, pp 108-119; https://doi.org/10.35973/jidh.v4i2.1435

Abstract:
Pedoman pembaharuan hukum Indonesia adalah Pancasila. Pancasila Sebagai Pandangan Hidup, Dasar, dan ideologi Bangsa Indonesia. Yang seharusnya diutamakan dalam pembaharuan hukum Indonesia adalah :  Politik hukum , Arah politik hukum dan  Peraturan perundang-undangan yang dibangun untuk mencapai tujuan negara, seharusnya selalu bersumber Pancasila yang termaktub dalam  Pembukaan dan penjelasan Pasal-pasal UUD 1945. Cara membangun hukum nasional yang mendasarkan pada nilai-nilai Pancasila dapat  ditempuh melalui menelaah masalah dengan  pengkajian norma  lama  yang  dianggap  sudah  tidak  sesuai  dengan  kondisi  sosial  masyarakat, melaksanakan kajian ulang terkait perundang –undangan yang belum sesuai dengan Pancasila  dengan menerapkan konsep /nilai- nilai Pancasila.
Page of 1
Articles per Page
by
Show export options
  Select all
Back to Top Top