Refine Search

New Search

Results in Journal Fidei: Jurnal Teologi Sistematika dan Praktika: 93

(searched for: journal_id:(4241448))
Page of 2
Articles per Page
by
Show export options
  Select all
Nadia Illsye Tular, Jefri Susanto Manik
Fidei: Jurnal Teologi Sistematika Dan Praktika, Volume 5, pp 40-57; https://doi.org/10.34081/fidei.v5i1.228

Abstract:
Artikel ini berisi pembahasan tentang penerapan Pendidikan Perdamaian bagi remaja sebagai upaya pencegahan terjadinya konflik antar umat beragama khususnya di indonesia yang memiliki berbagai Agama. Begitu banyak Agama yang ada di Indonesia sehingga seringkali terjadi konflik sosial atau konflik antar umat beragama sehingga mengakibatkan hilangnya rasa damai dalam masyarakat. Dengan demikian, dibutuhkan suatu pencegahan yang sedapat-dapatnya mampu menyelesaikan konflik tersebut. Remaja yang merupakan generasi penerus bangsa tentunya harus dibekali sejak dini mengenai Pendidikan Perdamaian sehingga remaja menyadari bagaimana mereka harus bersikap dalam menghadapi perbedaan-perbedaan tersebut. Metode penelitian yang digunakan dalam artikel ini yaitu metode penelitian kualitatif melalui penelitian pustaka. Hasil dari penulisan artikel ini yakni ada beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk menerapkan pendidikan perdamaian bagi remaja ialah seperti: melakukan edukasi kepada remaja; melibatkan remaja dalam dialog antar agama; menanamkan konsep alkitabiah mengenai perdamaian; serta menyusun kurikulum pembelajaran yang memuat pendidikan perdamaian.
Esti R. Boiliu
Fidei: Jurnal Teologi Sistematika Dan Praktika, Volume 5, pp 58-74; https://doi.org/10.34081/fidei.v5i1.279

Abstract:
Perkembangan revolusi industri 4.0 menimbulkan pergeseran ke arah teknologi digital yang memungkinkan otomatisasi di semua bidang untuk mencapai hasil yang efisien dan efektif termasuk penurunan pertumbuhan iman dan moral setiap orang, khususnya para kaum muda akibat perkembangan industri 4.0. Artikel ini mengungkapkan dampak dari perkembangan era revolusi industri 4.0 terhadap iman dan moral para kaum muda serta pada bagian akhir dijelaskan mengenai implikasinya terhadap Pendidikan Agama Kristen masa kini. Tujuan dari penulisan artikel untuk memberikan pemahaman mengenai tantangan-tantangan dari era revolusi industri 4.0 dan dampaknya terhadap pertumbuhan iman dan moral bagi para kaum muda. Hasil dari artikel untuk melihat bagaimana sumbangsih Pendidikan Agama Kristen dalam menguatkan kembali moral kaum muda yang merosot akibat perkembangan teknologi dengan mengarahkan mereka kepada nilai-nilai ajaran Kristus agar kemerosotan pertumbuhan iman dan moral kembali menjadi lebih baik di tengah-tengah era industri 4.0 ini. Metode yang digunakan dalam penulisan artikel ini adalan kualitatif dengan melakukan pendekatan literatur yang kemudian dapat dianalisis untuk menjelaskan dan memberikan solusi sebagai implikasi Pendidikan Agama Kristen untuk meningkatkan kembali pertumbuhan iman dan moral kaum muda di di era revolusi industri 4.0.
Sabda Budiman, Enggar Objantoro
Fidei: Jurnal Teologi Sistematika Dan Praktika, Volume 5, pp 92-114; https://doi.org/10.34081/fidei.v5i1.304

Abstract:
Tindakan memelihara lingkungan hidup secara intensif dan berkelanjutan menjadi hal utama yang perlu dilakukan. Pemeliharaan lingkungan hidup juga tidak terlepas dari peran serta orang Kristen, terkhusus mahasiswa teologi selaku calon pemimpin di gereja dan masyarakat. Oleh karena itu, mahasiswa di Sekolah Tinggi Teologi (STT) Simpson Ungaran juga perlu memiliki kesadaran yang baik dalam hal memelihara lingkungan hidup. Tujuan penulisan dalam penelitian ini yaitu: “Untuk mengetahui tingkat kesadaran mahasiswa dalam memelihara lingkungan hidup berdasarkan perspektif ekoteologi di STT Simpson Ungaran.” Metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini ialah metode penelitian kuantitatif dengan pendekatan survei. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang penulis lakukan, terlihat bahwa kesadaran mahasiswa memelihara lingkungan hidup berdasarkan perspektif ekoteologi di STT Simpson Ungaran dikategorikan baik dengan persentase 88,79%. Kesadaran mahasiswa memelihara lingkungan hidup yang baik juga terlihat dari kesadaran dalam aspek pemahaman yang memperoleh persentase 91,50% dengan kategori sangat baik, kesadaran dalam aspek pemanfaatan yang memperoleh persentase 87,80% dengan kategori baik, dan kesadaran dalam aspek pelestarian yang memperoleh persentase 90,21% dengan kategori baik.
Measy Zinsky Imanuela Pang, Sally Ingrid Kailola, Roy Imbing
Fidei: Jurnal Teologi Sistematika Dan Praktika, Volume 5, pp 22-39; https://doi.org/10.34081/fidei.v5i1.224

Abstract:
Radikalisme menjadi suatu momok yang menakutkan dan sering terjadi terutama dalam konteks masyarakat majemuk. Radikalisme sering dilakukan oleh kelompok atau komunitas tertentu yang sering mengatasnamakan agama. Radikalisme sering muncul karena pemahaman mereka orang atau komunitas tertentu sudah dibentuk dengan ideologi yang keliru kemudian melahirkan paham radikal, sehingga juga melahirkan pribadi juga komunitas yang tidak berkarakter. Seringnya aksi radikal dikaitkan dengan agama, sehingga peran agama terlebih pendidikan Agama termasuk di dalamnya PAK menjadi upaya penting dalam pencegahan radikalisme. Bertolak dari hal tersebut tujuan penulisan artikel ini yaitu untuk memahami peran PAK dalam pencegahan radikalisme untuk mendukung penguatan komunitas yang berkarakter dan untuk mengetahui model Pembelajaran yang cocok diterapkan sebagai bentuk pencegahan radikalisme. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif dan studi kepustakaan, maka diperoleh hasil bahwa pendidikan Agama Kristen lewat PAK formal yang dilaksanakan di sekolah dan non-formal yang dilakukan di gereja dan keluarga serta dengan menerapkan model Pembelajaran PAK Multikultural dapat menjadi upaya dalam mencegah radikalisme untuk mendukung penguatan komunitas yang berkarakter.
Edwin Gorat, Bartolomeus Diaz Nainggolan, Stimson Hutagalung, Rolyana Ferinia Pintauli
Fidei: Jurnal Teologi Sistematika Dan Praktika, Volume 5, pp 75-91; https://doi.org/10.34081/fidei.v5i1.302

Abstract:
Banyak di antara pasangan muda dari suku Dayak Ngaju yang telah hamil terlebih dahulu sebelum menikah karena kesalahmengertian atau ketidakpahaman penerapan acara hakumbangauh (lamaran). Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mencari relevansi apakah kondisi hubungan berpacaran yang negatif setelah melakukan lamaran sesuai dengan Matius 5:27-28 atau tidak sesuai dan bagaimana relevansi perilaku pernikahan berdasarkan Alkitab dan berdasarkan budaya.Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah kualitatif yang dibarengi dengan studi pustaka, dengan menggunakan studi penafsiran Alkitab, serta mengumpulkan data melalui buku-buku serta artikel yang berkaitan dengan budaya hakumbangauh. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa praktik hidup serumah dan berhubungan seks selain pernikahan sangat kontras dengan matius 5:27-28 Yesus menyatakan perzinaan bukan hanya terjadi saat laki-laki dan perempuan yang tidak terikat pernikahan melakukan hubungan seks akan tetapi perzinaan terjadi dimulai dari pikiran. Penerapan acara hakumbangauh (lamaran) dalam pernikahan secara adat sesungguhnya tidaklah buruk jika norma dan aturan-aturan serta kekudusan pernikahan tetap dijaga dengan baik, akan tetapi jika banyaknya syarat dan uang yang dibutuhkan untuk acara pernikahan adat maka ini memberikan peluang kepada pasangan muda yang akan menikah untuk melakukan praktik hidup serumah dan berhubungan seks di luar nikah. Karna itu pernikahan adat jika dibicarakan dan dijalankan dengan baik maka masih relevan dengan konsep pernikahan masa kini.
Fidei: Jurnal Teologi Sistematika Dan Praktika, Volume 5, pp 132-150; https://doi.org/10.34081/fidei.v5i1.307

Abstract:
Media Sosial seakan telah menjadi kebutuhan masyarakat saat ini. Seiring perkembangan Teknologi Informasi mendorong masyarakat masuk dalam Digital Culture yang telah mengubah gaya hidup mereka. Sehubungan dengan berkomunikasi, saat ini masyarakat lebih menyukai menggunakan media sosial dari pada media konvensional. Sebab media sosial dianggap sebagai medium yang dapat menyampaikan informasi dengan cepat. Selain mereka juga meyakini bahwa media sosial juga dapat mendekatkan interaksi antar individu dan juga dalam sebuah kelembagaan Benarkah demikian? Penelitian ini dilatar belakangi dengan masalah penelitian berikut: Bagaimanakah persepsi para Pejabat GBIS terhadap penggunaan media sosial sebagai medium interaksi di lingkungan organisasi dan gereja lokal? Sedangkan tujuan penelitian ini adalah menjelaskan persepsi para Pejabat GBIS terhadap penggunaan media sosial sebagai medium interaksi di lingkungan organisasi dan gereja lokal. Penelitian ini menggunakan metode Library Research dan Survei. Adapun responden dalam penelitian ini adalah para pejabat Gereja Bethel Injil Sepenuh seluruh Indonesia. Dalam penelitian ini didapatkan hasil bahwa media sosial relevan sebagai medium interaksi di lingkungan antar pejabat GBIS dan gereja lokal. Signifikansi dari penelitian ini adalah diharapkan menjadi trigger bagi para pejabat GBIS untuk memaksimalkan penggunaan media sosial dalam lingkup organisasi sinode dan di dalam gereja lokalnya masing-masing.
Joseph Christ Santo,
Fidei: Jurnal Teologi Sistematika Dan Praktika, Volume 5, pp 1-21; https://doi.org/10.34081/fidei.v5i1.212

Abstract:
Dalam Kekristenan, pertumbuhan rohani menjadi prioritas para pemimpin gereja orang percaya maupun para pelayan. Pertumbuhan rohani tidak lepas dari tantangan, dan hal itu merupakan ujian kualitas iman dalam menghadapi tantangan. Harapan dari pertumbuhan rohani adalah orang Kristen yang dengan imannya mampu menghadapi dan mengatasi tantangan yang dihadapi. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan pertumbuhan rohani berdasarkan 1 Petrus 2:1-4, dan harapan yang dapat dicapai bila pertumbuhan rohani iman Kristen ini diaplikasikan dalam hidup orang percaya. Peneliti menggunakan metode penelitian pustaka dengan pendekatan kualitatif deskriptif. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa orang-orang percaya dan pemimpin gereja harus memahami bahwa indikasi pertumbuhan rohani berdasarkan surat 1 Petrus 2:1-4 adalah hidup dalam kesucian, rasa haus dan lapar akan firman Tuhan, dan hidup bergantung kepada Tuhan dalam persekutuan. Agar pertumbuhan rohani teraplikasi dalam kehidupan orang percaya diperlukan keterlibatan gembala dan warga jemaat sebagai pengajar pertumbuhan rohani.
Timothy Soegijanto
Fidei: Jurnal Teologi Sistematika Dan Praktika, Volume 5, pp 115-131; https://doi.org/10.34081/fidei.v5i1.305

Abstract:
Makalah ini dilatarbelakangi pandangan dari kalangan tertentu (khususnya kalangan ateis) bahwa agama Kristen tidak ilmiah, bahkan anti-ilmiah, terutama berkaitan dengan asal mula terjadinya alam semesta. Secara umum terdapat dua pandangan tentang asal mula alam semesta dan asal usul makhluk hidup, yaitu pandangan naturalisme dan pandangan kreasionisme. Di kalangan Kristen (yang berpandangan kreasionisme) masih terdapat tiga pandangan, yaitu: kreasionis bumi muda, evolusi teistik, dan kreasionis bumi tua yang menolak teori evolusi. Makalah ini disusun untuk menjawab pertanyaan: Pandangan manakah yang paling tepat untuk direkomendasikan (khususnya terkait dengan perkembangan temuan sains kontemporer)? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, penulis menggunakan metode riset literatur, mengumpulkan dan menguraikan pokok-pokok pikiran dari ketiga pandangan beserta kekuatan dan kelemahannya. Analisis terhadap kekuatan dan kelemahan dari ketiga pandangan tersebut dilakukan dari perspektif sains dan teologi penciptaan, dan diakhiri dengan kesimpulan dan jawaban atas pertanyaan makalah. Sebagai kesimpulan, penulis menyimpulkan bahwa pandangan kreasionis bumi muda dan evolusi teistik mempunyai posisi lemah dan sulit dipertahankan dan merekomendasikan pandangan kreasionis bumi tua.
Didimus Sutanto B Prasetya, Martina Novalina, Candra Gunawan Marisi, Joni Mp Gultom, Ronald Sianipar
Fidei: Jurnal Teologi Sistematika Dan Praktika, Volume 4, pp 262-279; https://doi.org/10.34081/fidei.v4i2.276

Abstract:
Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Ipoh-Perak, Malaysia sebagian besar memiliki masalah multidimensi dari kampung halaman; umumnya mengalami rendah diri, tidak mempunyai cita-cita, umur relatif muda dan miskin akan pengalaman. Tekanan demi tekanan dari lingkungan pekerjaan, masalah ekonomi, pergaulan buruk dan kekuatiran masa depan di negeri asing justru menambah dampak negatif psikologi. Gereja menjadi bagian penting untuk memberikan pendampingan dan kekuatan iman kepada PMI tersebut, gereja mengelola, mengatur dan melibatkan jemaat dalam pelayanan dan menjaga pengajaran yang benar. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui strategi pentingnya peranan pujian dan penyembahan sebagai strategi pemuridan di BCM Ipoh, Malaysia, (2) mengetahui fungsi pujian dan penyembahan sebagai cara yang berkesinambungan dalam pemulihan gambar diri. Tulisan ini menggunakan penelitian kualitatif deskriptif dengan pendekatan studi pustaka atau literatur. Sebagai hasilnya adalah pujian dan penyembahan dapat menjadi suatu strategi dalam pemuridan yaitu, sebagai pengajaran yang akan menuntun umat kepada pengertian yang benar sehingga menghasilkan respon dan iman kepercayaan (Rom. 10:17). Pujian dan penyembahan memiliki peranan yang penting untuk menyadarkan umat akan posisinya di dalam Kristus dan menyadarkan akan dosa, sehingga bertobat dan berbalik kepada jalan Tuhan, pengalaman pribadi dengan Tuhan, mendatangkan hadirat Tuhan yang membangun iman, harapan dan kasih sehingga menjadi kunci pembuka dalam memulihkan gambar diri PMI di Malaysia.
Joseph Christ Santo, Joko Sembodo, Asih Rachmani Endang Sumiwi, Mariani Harmadi
Fidei: Jurnal Teologi Sistematika Dan Praktika, Volume 4, pp 280-297; https://doi.org/10.34081/fidei.v4i2.277

Abstract:
Spiritualitas memiliki definisi yang beragam, dalam lingkup kekristenan spiritualitas dikaitkan dengan roh yang merupakan unsur terdalam dari manusia, yang mana roh manusia ini memiliki relasi dengan Allah yang adalah roh. Pada umumnya spiritualitas merujuk kepada hubungan individu tersebut dengan Tuhan; penelitian ini memaparkan sisi lain yang belum banyak dibahas, yaitu sisi sosial dari spiritualitas. Efesus 5:18-21 membahas spiritualitas dalam ibadah, tetapi beberapa kata yang digunakan dalam nas ini mengandung unsur relasional sehingga muncul pertanyaan bagaimana keterkaitan spiritualitas dalam ibadah dengan hubungan antarwarga jemaat. Hasil penelitian eksegesis menunjukkan bahwa spiritualitas orang Kristen adalah kondisi seorang Kristen yang mampu menguasai diri karena rohnya ada dalam kendali Roh Kudus; spiritualitas dalam peribadahan yang didasari penuh dengan Roh akan membentuk relasi yang baik antarwarga jemaat, dan pada akhirnya menghasilkan keharmonisan umat Allah.
Yuel Sumarno, Apin Militia Christi, Febie Yolla Gracia, Anastasia Runesi, Hendrik Timadius
Fidei: Jurnal Teologi Sistematika Dan Praktika, Volume 4, pp 226-244; https://doi.org/10.34081/fidei.v4i2.274

Abstract:
Menerapkan strategi pembelajaran merupakan peran penting dalam mewujudkan tujuan Pendidikan Agama Kristen di masa pandemi Covid-19. Tujuannya ialah meningkatkan perserta didik untuk melakukan kegiatan pembelajaran yang beragam secara kreatif, efektif dan efesien. Maka strategi yang cocok digunakan selama pandemi Covid-19 adalah strategi PAIKEM terpadu. Penulis akan melakukan analisis dan mendefinisikan strategi PAIKEM terpadu yang dilakukan oleh guru-guru pendidikan agama Kristen di masa pandemi Covid-19. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui strategi PAIKEM terpadu bagi guru kepada siswa pendidikan agama Kristen di era pandemi Covid-19. Metode yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi PAIKEM efektif digunakan dalam PTK agar seluruh siswa lulus Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) dengan tiga siklus. Karena itu, dalam tataran kebijakan, strategi PAIKEM Terpadu dapat menjadi model pembelajaran wajib dalam meningkatkan ketercapaian KKM siswa.
Fidei: Jurnal Teologi Sistematika Dan Praktika, Volume 4, pp 315-325; https://doi.org/10.34081/fidei.v4i2.250

Abstract:
Di kalangan Kristen dikenal Empat Injil yang biasa disebut dengan Injil menurut Markus, Matius, Lukas dan Yohanes. Keempat Injil tersebut telah disahkan menjadi Kanon melalui proses kanonisasi, bersama dengan surat-surat Perjanjian Baru lainnya, yang memakan waktu yang sangat panjang. Dan dalam catatan sejarah, baru pada abad keempat terbentuklah kumpulan tulisan yang akhirnya dikenal sebagai Perjanjian Baru yang dikenal sekarang (hlm. xi). Dalam Keempat Injil yang dikenal, dicatat dan dikisahkan tentang Yesus Kristus yang mengalami kematian akibat ulah Yudas Iskariot, salah seorang murid Yesus yang mengkhianati-Nya. Kisah tentang hal ini telah berjalan sekian ribu tahun, karena sudah ditetapkan menjadi sebuah Kanon yang dipercaya sebagai Kitab Suci orang Kristen.
Yosep Belay, Yanto Paulus Hermanto, Rivosa Rivosa
Fidei: Jurnal Teologi Sistematika Dan Praktika, Volume 4, pp 183-205; https://doi.org/10.34081/fidei.v4i2.204

Abstract:
Ragam teori kepemimpinan umumnya berorientasi pada pengembangan karakter, skill dan manajemen kepemimpinan dengan penekanan yang kuat pada sisi pragmatis. Berbeda dengan pendekatan teori tersebut, prinsip Alkitab menekankan pada nilai-nilai spiritualitas sebagai pondasi kepemimpinan Kristen. Signifikansi spiritualitas menjadi permasalahan sekaligus unsur fundamental bagi konsep kepemimpinan Kristen masa kini sebagaimana yang dikaji dalam tulisan ini. Metode yang digunakan adalah kualitatif deskriptif dengan pendekatan studi kepustakaan (library research) dan komparasi. Melalui analisis studi ini, dijumpai bahwa terdapat dua pola dasar kepemimpinan yang berbeda antara konsep Alkitab dan kecenderungan para pemimpin Kristen masa kini. Alkitab menekankan pada pondasi spiritualitas dengan visi Allah sebagai penggerak tujuan akhir, sementara gagasan kepemimpinan Kristen saat ini cenderung menggunakan teori kepemimpinan sekuler dengan penekanan yang kuat pada hal-hal pragmatis yang antroposentris sebagai tujuan akhirnya.
Damaiyanti Sinaga, Christina Dameria, Dewi Sintha Bratanata
Fidei: Jurnal Teologi Sistematika Dan Praktika, Volume 4, pp 159-182; https://doi.org/10.34081/fidei.v4i2.161

Abstract:
Terminal illness merupakan penyakit yang menyebabkan penderita mengalami berbagai dinamika kedukaan seperti marah, depresi, menolak bahwa ia seorang penderita dan kematian yang segera terjadi. Karena kematian bagi seorang penderita terminal illness tidak terjadi secara mendadak tetapi proses yang membuat penderita terminal illness semakin lama menjadi sekarat. Dalam proses tersebut, penderita terminal illness membutuhkan pelayanan pastoral. Selain kunjungan pastoral, HKBP juga melayankan perjamuan kudus bagi penderita terminal illnes di HKBP. Tetapi pelayanan ini dilaksanakan atas permintaan keluarga, jika mereka sudah siap untuk melepas keluarga mereka yang sakit. Ada anggapan bahwa perjamuan kudus adalah pelayanan untuk mempersiapkan kematian. Jadi, ada yang menerima dan ada yang menolak. Tulisan ini bertujuan untuk meninjau dan menganalisis makna teologis dan tujuan pelayanan perjamuan kudus bagi orang sakit di HKBP. Metode pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam dan studi pustaka serta analisis data dilakukan dengan analisis mengalir, yaitu mengumpulkan, mengolah, dan menarik kesimpulan. Dari data yang diperoleh bahwa perjamuan kudus kudus mengandung fungsi pastoral seperti menopang, menyembuhkan, dan mendamaikan dan dapat dilayankan sebagai pelayanan tanpa permintaan keluarga atau ijin keluarga. Sebab, perjamuan kudus bukan untuk melegitimasi kematian dari orang yang menerima perjamuan tersebut. Selain itu, perjamuan kudus juga dapat diberdayagunakan sebagai bentuk persekutuan yang mempersatukan keluarga. Melalui persekutuan tersebut atau kehadiran secara fisik, keluarga bisa berdoa dan membuka ruang percakapan pastoral bagi keluarga sehingga keluarga bisa satu hati berdoa bagi PTI.
Sukardin Zebua, Talizaro Tafonao, Dewi - Lidya S, Ellyzabeth Sinaga, Ardianto Lahagu
Fidei: Jurnal Teologi Sistematika Dan Praktika, Volume 4, pp 245-261; https://doi.org/10.34081/fidei.v4i2.275

Abstract:
Sikap intoleransi yang ada di Indonesia saat ini telah menciptakan suatu perbedaan didalam masyarakat khususnya di antara siswa di sekolah. Dengan melihat problem tersebut maka diharapkan para guru agama Kristen mampu memberi membimbing kepada setiap siswa. Tujuan penulisan artikel ini adalah melihat sejauhmana keterlibatan para guru pendidikan agama Kristen dalam mendeteksi intoleransi diantara siswa. Metode yang digunakan penelitian adalah kulitatif deskriptif dengan kajian adalah guru Pendidikan Agama Kristen sebagai ujung tombak dalam menekan terjadinya intoleransi di antara siswa di sekolah. Hasil kajian ini adalah guru sebagai pelopor utama dalam mencintai keberagaman, mengajarkan perbedaan sebagai anugerah Tuhan, mengajarkan toleransi sebagai ajaran Tuhan Yesus. Dengan demikian salah satu cara dalam menekan terjadinya intoleransi adalah lewat pengajaran, pendampingan dan pembimbingan oleh guru-guru agama Kristen di sekolah.
Paskah Parlaungan Purba
Fidei: Jurnal Teologi Sistematika Dan Praktika, Volume 4, pp 298-314; https://doi.org/10.34081/fidei.v4i2.284

Abstract:
Persoalan remaja Kristen pada masa globalisasi saat ini sangat rentan dengan kemerosotan karakter. Kemerosotan karakter itu seperti menjadi mementingkan diri sendiri dan gampang terpengaruh negatif dari media sosial. Permasalahan ini menjadi tantangan bagi orang tua Kristen dalam mendidik anak remajanya. Penelitian ini mengkaji Pendidikan Kristen Keluarga dengan Pembentukan Karakter Remaja di GBI Cipta Asri Batam. Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode kuantitatif. Teknik pengumpulan data dengan penyebaran kuesioner kepada 30 responden jemaat GBI Cipta Asri Batam. Hasil penelitian menjelaskan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara Pendidikan Kristen Keluarga terhadap Pembentukan Karakter Remaja. Data menunjukkan bahwa kenakalan remaja berkurang karena pengaruh pelaksanaan Pendidikan Kristen Keluarga, dimana skor yang diperoleh ialah 53,3 % (berada pada kategori cukup). Artinya, terdapat pengaruh yang signifikan Pendidikan Kristen Keluarga terhadap Pembentukan Karakter Remaja.
Shirley Lasut, Johny Hardori, Sadrakh Sugiono, Yada Putra Gratia, Channel Eldad
Fidei: Jurnal Teologi Sistematika Dan Praktika, Volume 4, pp 206-225; https://doi.org/10.34081/fidei.v4i2.273

Abstract:
Kemajemukan masyarakat Indonesia yang hidup di berbagai kepulauan memiliki sumber kekayaan alam dan kekayaan budaya yang besar. Namun disisi lain, pluralitas kultural ini memiliki potensi terjadinya disintegrasi atau perpecahan bangsa karena perbedaan pendapat dan pandangan hidup yang dianut. Hal ini membuktikan bahwa masyarakat Indonesia belum berhasil mengembangkan pendidikan yang menumbuhkan perilaku memberi apresiasi pada perbedaan-perbedaan budaya, agama maupun kebiasaan masyarakat suku. Fakta ini mendorong pendidikan Agama Kristen untuk segera melaksanakan peranannya dalam mempersatukan kemajemukan yang ada. Artikel ini bertujuan untuk membahas tentang pendekatan Pendidikan Agama Kristen dalam kehidupan masyarakat majemuk di Indonesia. Prosedur penelitian dari tulisan ini menggunakan metode kualitatif dan kajian kepustakaan khususnya mengenai pendekatan dan pengaturan pendidikan agama Kristen dalam kehidupan masyarakat majemuk. Hasil penelitian menyatakan bahwa guru Pendidikan Agama Kristen dan pengajar di gereja memasukkan pembahasan masyarakat majemuk dalam kurikulum atau ajaran dasar gereja yang selanjutnya dikembangkan dimensi pengetahuan, sosial, spiritual, dan komunal dari peserta didik dan jemaat.
Yunianto Yunianto, Hani Rohayani
Fidei: Jurnal Teologi Sistematika Dan Praktika, Volume 4, pp 140-157; https://doi.org/10.34081/fidei.v4i1.243

Abstract:
Ada orang Kristen yang mempercayai Alkitab sebagai pegangan hidup yang tidak memiliki kesalahan, namun sebagian orang Kristen memiliki keraguan akan hal tersebut. Perdebatan ini muncul setelah adanya kelompok-kelompok yang memberikan kritik kepada Alkitab, yang kemudian disebut sebagai kelompok Kritik Tinggi (Higher Criticism) dan Kritik Rendah (Lower Criticism). Dari kritik-kritik yang ditujukan kepada Alkitab ini, maka munculah keraguan dan sikap terhadap Alkitab, bahwa Alkitab memiliki kesalahan. Pada makalah ini penulis hendak memberikan paparan tentang ketidakbersalahan Alkitab atau dalam ilmu teologi lebih dikenal dengan istilah Ineransi Alkitab agar orang Kristen memiliki keyakinan yang teguh terhadap buku pengangan yang harus dipercayai yaitu Alkitab. Dalam makalah ini penulis menggunakan metode penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan studi pustaka. Penulis berusaha memaparkan bahwa Alkitab yang dipercayai sebagai buku pegangan orang Kristen adalah kebenaran Allah yang harus dipercayai dan diterima dengan iman.
Eny Suprihatin
Fidei: Jurnal Teologi Sistematika Dan Praktika, Volume 4, pp 117-139; https://doi.org/10.34081/fidei.v4i1.153

Abstract:
Dunia berkembang sangat cepat. Berbagai media sosial hadir dan bersaing untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia, yaitu cinta dan harga diri (Abraham Maslow). Penelitian ini menggunakan studi kepustakaan dengan mengadakan survei terhadap data yang sudah ada dan menggali teori-teori yang telah berkembang sehubungan dengan kebutuhan dasar manusia dan media sosial, serta analisis teks terhadap Roma 12:2. Tujuan penelitian ini sebagai kontekstualisasi Roma 12:2 dalam memberikan rambu-rambu bagi orang Kristen yang mengaktualisasikan diri di media sosial. Dari hasil pembahasan ditarik kesimpulan bahwa kontekstualisasi Roma 12:2 dalam dunia digital: Pertama, menjadi pertimbangan moral dalam bermedia sosial yaitu tidak serupa dengan dunia. Kedua, sebagai pertimbangan mental. Orang Kristen memercayai dicipta segambar dan serupa dengan Allah. Sebagai orang yang telah mengalami pembaruan budi tidak perlu mencitrakan diri dengan cara salah dalam memenuhkan kebutuhan aktualisasi diri. Ketiga, mendorong perubahan motivasi dalam bermedia sosial. Orang percaya menjadikan apa yang baik, berkenan dan sempurna sebagai motivasi dalam bermedia sosial. Keempat, menjadi pertimbangan etika dalam mengaktualisasikan diri di dunia digital. Dalam konteks saat ini, dunia digital dan media sosial adalah suatu keharusan. Roma 12:2 memberikan teguran keras: "Jangan menjadi seperti dunia." Orang Kristen memang hidup di dunia, tetapi perilaku dunia tidak boleh memasuki kehidupannya. Orang Kristen yang matang tahu memilih dan berbuat baik, yang menyenangkan Allah dan sempurna.
Eka Nur Cahyani, Hendi Hendi
Fidei: Jurnal Teologi Sistematika Dan Praktika, Volume 4, pp 99-116; https://doi.org/10.34081/fidei.v4i1.171

Abstract:
Di abad ke-21 yang serba cepat, Gereja umumnya dilihat dari perspektif perusahaan. Model bisnis dengan fungsi sebagai manajer tampaknya lebih unggul daripada model alkitabiah dengan fungsi sakramental. Banyak gereja yang pindah jauh dari terminologi keimamatan, dan telah mengusulkan prinsip-prinsip lain yang tidak alkitabiah dalam menyeleksi calon imam. Gereja dalam merekrut calon imam harus mengutamakan fungsi sakramental yang juga diimbangi dengan fungsi manajemen. Penulis mensintesa ide dari buku Six Books on the Priesthood sebagai buku yang menjadi landasan teori dalam membahas kemuliaan jabatan seorang imam dalam menjalankan pelayanan pastoral bagi kaum awam. Tujuannya adalah memberikan alternatif kepada Gereja dalam merekrut calon iman. Hasilnya adalah Chrysostom menekankan kemuliaan jabatan keimamatan dan membutuhkan kualifikasi khusus, penumpangan tangan dan nafas suci, yang tidak diberikan oleh semua orang. Pertama, seorang imam memengang fungsi sakramental. Kedua, seorang imam adalah pelayanan seperti malaikat. Ketiga, seorang imam harus berkarakter seperti Kristus. Keempat, seorang imam atau gembala adalah pelayanan yang sangat sulit. Jabatan seorang imam adalah mulia sebab berhubungan dengan altar, tempat suci pengorbanan dan wewenang untuk mengikat dan melepaskan seperti teladan dari Sang Gembala Agung Yesus Kristus.
Osian Orjumi Moru
Fidei: Jurnal Teologi Sistematika Dan Praktika, Volume 4, pp 78-98; https://doi.org/10.34081/fidei.v4i1.198

Abstract:
Konflik sosial merupakan hal yang wajar dalam suatu proses sosial. Konflik sosial merupakan ciri khas yang menunjukan bahwa suatu masyarakat sedang mengalami proses perubahan secara dinamis. Konflik sosial yang ditata secara baik akan menghasilkan dampak yang baik, sebaliknya jika tidak maka konflik akan berakhir dengan kekerasan dan perpecahan. Hal inilah yang ditunjukan dalam kisah konflik yang tercatat dalam 1 Raja-raja 12:1-19. Kisah tersebut merupakan gambaran utuh dari peristiwa konflik yang tidak tertata dengan baik. Akibatnya, terjadilah kekerasan dan revolusi sosial yang berdampak luas bagi seluruh masyarakat Israel. Berdasarkan konsep dasar tersebut, maka tulisan ini bertujuan untuk memberikan penjelasan yang komprehensif tentang sebab, bentuk dan akibat dari peristiwa konflik dalam kisah 1 Raja-raja 12:1-19. Tulisan ini juga bertujuan untuk menjelasan tentang relevansi kekinian yang dapat dipelajari dari kisah konflik sosial dalam 1 Raja-raja 12: 1-19. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan sosio-historis melalui studi kepustakaan untuk menghasilkan suatu kesimpulan penelitian terhadap kisah 1 Raja-raja 12:1-19. Hasil penelitian terhadap topik “Israel dan konflik sosial” menunjukan bahwa tindakan penindasan, ekploitasi dan diskriminasi diduga telah menjadi faktor utama penyebab terjadinya konflik sosial dan perpecahan masyarakat Israel.
Timotius Haryono, Attilovita Attilovita
Fidei: Jurnal Teologi Sistematika Dan Praktika, Volume 4, pp 60-77; https://doi.org/10.34081/fidei.v4i1.126

Abstract:
Aluk To Dolo merupakan agama leluhur yang memengaruhi pandangan hidup bagi orang Toraja. Kebanyakan penganut Aluk To Dolo telah beralih untuk memeluk agama Kristen namun masih ada yang bertahan. Berdasarkan hal tersebut pewartaan kabar keselamatan memerlukan usaha kreatif agar dapat menjangkau seluruh penganut Aluk To Dolo. Jembatan komunikasi yang tepat diperlukan untuk mengatasi hal tersebut. Aluk To Dolo memiliki ajaran Puang Tomanurun Tamboro Di Langi’ dan Eran Di Langi yang mirip dengan prinsip kabar keselamatan. Oleh karena itu, Puang Tomanurun Tamboro Di Langi’ dan Eran Di Langi dapat digunakan untuk jembatan komunikasi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan tipe penelitian preskriptif. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan model komunikasi kabar keselamatan berdasarkan Injil Yohanes 4:1-42 yang menggunakan jembatan komunikasi Puang Tomanurun Tamboro Langi’ dan Eran Di Langi ’bagi penganut Aluk To Dolo di Tana Toraja. Hasil penelitian ini adalah model komunikasi Yesus Tomanurun Tomboro Langi’ untuk mengomunikasikan kabar keselamatan kepada penganut Aluk To Dolo di Tana Toraja.
Yohanes Parapat, Mark Phillips Eliasaputra
Fidei: Jurnal Teologi Sistematika Dan Praktika, Volume 4, pp 43-59; https://doi.org/10.34081/fidei.v4i1.184

Abstract:
Pandemi Covid-19 memberikan persoalan baru bagi gereja dalam melaksanakan misinya, khususnya terhadap kelompok terdampak ekonomi. Artikel ini bertujuan mengusulkan strategi misi sesuai Amanat Agung, di era pascapandemi atau “the new normal”. Studi menggunakan metode kualitatif deskriptif dan pengumpulan data dilakukan dengan kajian literatur. Dengan pemahaman dan persiapapan untuk pelaksanaan misi sesuai Amanat Agung secara holistik, pemanfaatan teknologi serta sumber daya manusia militan yang berkomitmen, gereja dapat melakukan panggilan misinya dengan efektif, khususnya kepada kelompok yang terdampak pandemi Covid-19 secara ekonomi, baik pekerja maupun pengusaha. Pandemi Covid-19 memunculkan tantangan sekaligus peluang bagi gereja menjalankan panggilan misinya dan menghasilkan buah bagi Tuhan.
Jakson Sespa Toisuta
Fidei: Jurnal Teologi Sistematika Dan Praktika, Volume 4, pp 23-42; https://doi.org/10.34081/fidei.v4i1.178

Abstract:
Seluruh dunia tergoncang akibat munculnya pandemi Covid-19. Tidak terkecuali dunia pendidikan. Sekolah dan kampus akhirnya ditutup dan diharuskan belajar dari rumah secara online sebagai salah satu cara memutus rantai penyebaran Covid-19. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peran dosen dalam mengatasi permasalahan pembelajaran jarak jauh secara online terhadap mahasiswa di Sekolah Tinggi Teologi Blessing Indonesia Makassar pada masa pandemi Covid-19. Metode penelitian, deskriptif kualitatif. Data diperoleh dengan wawancara, observasi dan analisis dokumentasi. Responden sebanyak 8 orang dosen, data wawancara di transkrip secara verbatim kemudian dianalisa dan disimpulkan. Hasil penelitian didapatkan tiga tema, yaitu: Pertama; ditetapkan platform WhatsApp Grup sebagai media utama yang digunakan dalam proses belajar online, karena dianggap lebih sederhana, efisien dan hemat biaya bagi mahasiswa yang mayoritas di daerah yang sulit terjangkau signal internet. Kedua; beberapa dosen siap membantu mahasiswa dengan menyalurkan dana dalam jumlah tertentu untuk memenuhi kebutuhan kuota internet mahasiswa, memberikan pendampingan motivasi belajar dengan terus membangun komunikasi yang bersahabat dengan mahasiswa melalui whatsapp group diluar jam perkuliahan. Ketiga; harapan dari dosen kepada mahasiswa adalah mahasiswa bisa membangun konsep belajar mandiri (Self Regulated Learning) untuk mengembangkan pengetahuan, karakter dan kerohaniannya (aspek kognitif, afektif dan psikomotorik) sekalipun jauh dari kontrol dan pengawasan dosen secara langsung.
Dwi Ratna Kusumaningdyah, Arif Wicaksono
Fidei: Jurnal Teologi Sistematika Dan Praktika, Volume 4, pp 1-22; https://doi.org/10.34081/fidei.v4i1.225

Abstract:
Kekerasan terhadap perempuan telah menjadi bagian dari sejarah manusia. Akibatnya terjadi tindakan diskriminatif terhadap perempuan dan hal ini menempatkan perempuan dalam posisi subordinasi jika diperhadapkan dengan kedudukan seorang laki-laki dalam struktur kemasyarakatan. Menghadapi situasi seperti ini, acap kali gereja tidak mengungkapkan suara keadilan untuk menyejajarkan posisi perempuan dengan laki-laki. Jika diskursus ini dilihat dalam kerangka hak azasi manusia, maka hal ini dapat dipandang sebagai bentuk pelanggaran hak azasi manusia karena kedudukan perempuan telah didegradasi dari hakikatnya yang sejajar dengan laki-laki. Artikel ini hendak menyoroti tentang kekerasan yang dialami oleh perempuan sebagai bentuk pelanggaran hak azasi manusia. Dengan menggunakan metode fenomenologi yang dilengkapi dengan analisis dan interpretasi tekstual terhadap beberapa bagian Alkitab, dihasilkan sebuah rekomendasi bagi gereja untuk bertindak dalam menyuarakan keadilan bagi perempuan. Gereja harus menjadi pendamping dan sekaligus menjadi agen perubahan terhadap tindakan kekerasan bagi perempuan, yang merupakan bagian langsung dari pelanggaran hak azasi manusia.
Fidei: Jurnal Teologi Sistematika Dan Praktika, Volume 3, pp 160-180; https://doi.org/10.34081/fidei.v3i2.132

Abstract:
Perjumpaan injil dan budaya dalam misi ada kalanya menimbulkan ketegangan. Bahkan tidak sedikit muncul penolakan akibat kurang pekanya sang pewarta injil terhadap budaya dari masyarakat tertentu. Kepekaan tersebut perlu dibangun agar injil dapat dikomunikasi kepada mereka sesuai konteks budayanya masing-masing. Tujuannya adalah untuk mengurangi kesalahpahaman disampaikan. Melalui metode kontekstualisasi, diharapkan ketegangan dapat teratasi serta akan terbangun jembatan yang dapat menghubungkan injil dan budaya.Rumusan masalah di dalam penelitian ini adalah bagaimanakah metode kontekstualisasi dapat menjembatani injil dan budaya dalam misi? Adapun Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan bagaimana metode kontektualisasi dapat menjembatani injil dan budaya dalam misi. Sedangkan metode yang dipakai oleh penulis adalah menggunakan literature reasech. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa metode kontekstualisasi dapat digunakan dalam menjembatani injil dan budaya dalam misi bahkan juga dapat mengurangi ketegangan antara injil dan budaya.
Erlina Waruwu
Fidei: Jurnal Teologi Sistematika Dan Praktika, Volume 3, pp 246-267; https://doi.org/10.34081/fidei.v3i2.106

Abstract:
Dalam perjalanan umat Kristen dari abad ke abad tema hari sabat menjadi kontroversial yakni muncul beragam pandangan bahkan cenderung saling bertolak belakang. Sebagian terdapat kelompok orang Kristen memiliki sikap mengabaikan hukum hari Sabat karena menganggap sama sekali tidak memiliki peranan penting bagi kehidupan orang percaya masa kini. Penelitian ini menggunakan metode induktif dan kajian kepustakaan. Alasan teologis menjalankan hari Sabat dan peranannya bagi kehidupan orang percaya. Pertama, berbicara dimensi vertikal agar umat Israel mengenang Allah untuk mengadakan persekutuan yang penuh sukacita dengan-Nya dan mengakui Allah sebagai Pencipta yang mengatur, memelihara, dan memiliki segala sesuatu, termasuk umat Israel. Selain itu, berhubungan dengan dimensi horisontal yang mengingatkan bangsa Israel bagaimana Allah telah melepaskan mereka dari penderitaan sebagai budak di masa lampau, sehingga mereka juga memberikan perhentian kepada seisi keluarganya. Kedua, sebagai hari Sabat perhentian yang diberikan-Nya adalah perhentian sebagai hasil dari kelepasan dari beban dosa dan perhentian eskatologis yang akan diterima semua orang percaya dalam dunia kekal di sorga. Ketiga, sebagai kesempatan untuk beribadah, melayani Allah dan sesama, serta bersekutu dengan sesama. Peranan hari Sabat bagi kehidupan orang percaya mencakup secara keseluruhan yakni secara rohani dan jasmani.
Jetorius Gulo
Fidei: Jurnal Teologi Sistematika Dan Praktika, Volume 3, pp 228-245; https://doi.org/10.34081/fidei.v3i2.105

Abstract:
Konsep pemikiran dan cara pandang sebagai orang percaya harus berfokus pada anugerah/kasih karunia Allah yang diberikan secara cuma-cuma. Keselamatan orang percaya atas karya Tuhan Yesus diatas kayu salib. Anugerah memunyai konsep dasar demikian: “yang memberi tidak berkewajiban, yang menerima tidak mempunyai hak”. Sedangkan konsep “perbuatan baik” adalah “manusia mendapatkan sesuatu karena melakukan sesuatu” seperti layaknya seorang pegawai yang diupah bulanan karena melakukan pekerjaannya selama satu bulan. Kalau seseorang mentaati aturan Alkitab, kalau melakukan amal-ibadah maka orang tersebut akan mendapat pahala, itu adalah konsep “perbuatan baik”. Dimana hal tersebut menunjukkan seseorang belum sadar akan arti penebusan itu. Allah yang penuh kasih sayang terhadap manusia. Dia ingin manusia mengasihi Dia, percaya kepada Dia bagaikan seorang Bapa, mengharapkan seluruh keselamatan dan kebahagiaan hanya dari Dia. Kalau Allah mengampuni manusia yang berdosa, menganugerahkan kepada hidup, bahkan hidup kekal, tujuanNya tidak lain ialah supaya dengan penuh kasih dan percaya kembali kepadaNya.
Roy Charly Hp Sipahutar
Fidei: Jurnal Teologi Sistematika Dan Praktika, Volume 3, pp 202-227; https://doi.org/10.34081/fidei.v3i2.152

Abstract:
Artikel ini adalah suatu upaya mencari makna ekoteologis dari teks penciptaan yang ada dalam Sastra Hikmat Perjanjian Lama. Subordinasi tema penciptaan dengan tema teologi lain dalam Perjanjian Lama membuatnya tidak dapat berbicara secara utuh. Demikian pula upaya yang dilakukan dalam menggali tema penciptaan biasanya hanya seputar teks dalam kitab Kejadian, hal tersebut menafikan bahwa ada bagian lain dalam Perjanjian Lama yang berbicara lantang tentang tema penciptaan ini. Oleh karena itu tulisan ini mencoba mengeksplorasi tema penciptaan dari bagian Sastra Hikmat Perjanjian Lama dengan menggunakan metode studi pustaka, meneliti sumber-sumber referensi dari penelitian yang berkaitan dengan teks terpilih dan mengimplementasikannya bagi tanggung jawab umat terhadap pemeliharaan alam. Hasil penelitian mengemukakan bahwa manusia adalah ciptaan yang bertanggung jawab menjamin keteraturan alam, hikmat Tuhan memampukan manusia untuk menjadi sahabat alam.
Dwiati Yulianingsih
Fidei: Jurnal Teologi Sistematika Dan Praktika, Volume 3, pp 285-301; https://doi.org/10.34081/fidei.v3i2.186

Abstract:
Guru Sekolah Minggu seharusnya memberitakan Firman Tuhan dengan banyak variasi sehingga menarik minat anak-anak Sekolah Minggu. Tetapi kenyataannya tidaklah demikian, seringkali kali seorang guru Sekolah Minggu terjebak pada penyampaian dengan cara dan metode yang itu itu saja sehingga anak-anak Sekolah Minggu kurang termotivasi untuk belajar Alkitab. Oleh karena itu kajian tentang upaya seorang guru Sekolah Minggu dalam meningkatkan motivasi anak Sekolah Minggu dalam belajar Alkitab sangat diperlukan. Tujuan dari penulisan ini untuk mendorong guru Sekolah Minggu supaya tidak putus asa mengusahakan adanya cara-cara kreatif supaya motivasi anak Sekoah Minggu meningkat dalam belajar Alkitab. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan deskriptif kualitatif yang menjelaskan dan menggambarkan tentang upaya apa saja yang seharusnnya dilakukan oleh seorang guru Sekolah Minggu dalam meningkatkan motivasi belajar Alkitab berdasarkan sumber yang berkaitan, dihubungkan dengan pengamatan dan pengalaman penulis selama menjadi guru Sekolah Minggu dan mentor guru Sekolah Minggu. Hasil penelitian ialah para guru Sekolah Minggu selalu berusaha untuk meningkatkan motivasi anak Sekolah Minggu dalam belajar Alkitab. Usaha-usaha yang dapat dilakukan oleh seorang guru Sekolah Minggu antara lain ialah membuat suasana belajar Alkitab yang menyenangkan, memilih metode pembelajaran Alkitab yang tepat, memberikan hadiah atas keberhasilan anak, termasuk memberikan pujian pada waktu yang tepat.
Asni Darmayanti Duha
Fidei: Jurnal Teologi Sistematika Dan Praktika, Volume 3, pp 268-284; https://doi.org/10.34081/fidei.v3i2.104

Abstract:
Peran guru Agama Kristen adalah mengajarkan ajaran sehat. Baik dalam pengajaran, pembimbingan dan proses pembelajaran lainnya yang berkaitan dengan doktrin kekristenan (2 Timotius 1:13) ini berhubungan erat dengan kondisi yang dialami oleh banyak sekolah Kristen dan gereja Tuhan. Metode yang digunakan penulis adalah metode penelitian kualitatif, yakni yang berkaitan dengan analisis teks Alkitab yang berusaha menggali makna yang sesungguhnya sesuai dengan tujuan penulis kitab. Agar kita dapat mengetahui makna dan konsep ajaran sehat sesuai dengan apa yang dikehendaki Tuhan, maka penulis menganalisis teks sebagai acuan untuk menjelaskan konsep ajaran sehat tersebut yang dapat diaplikasikan oleh guru agama Kristen di sekolah, keluarga maupun gereja. Seorang Guru PAK mutlak berpegang teguh pada Firman Tuhan sebagai dasar hidu, melakukan Firman Tuhan dalam kehidupan sehari-hari, hidup penuh kasih, dan hidup dalam iman kepada Tuhan Yesus.
Yosefo Gule
Fidei: Jurnal Teologi Sistematika Dan Praktika, Volume 3, pp 181-201; https://doi.org/10.34081/fidei.v3i2.183

Abstract:
Dalam tulisan ini, penulis akan mengkaji dan mendeskripsikan tentang konsep eduecologi dalam PAK konteks sekolah. Metode penelitian pada penulisan artikel ini adalah menggunakan metode kajian kualitatif-deskriptif dengan pendekatan library research, membaca dan membandingkan sejumlah referensi yang berhubungan dengan kajian. Pencegahan perusakan lingkungan hidup sejak dini sangatlah penting. Dalam hal ini PAK berwawasan lingkungan hidup merupakan wahana pembelajaran yang memfasilitasi peserta didik untuk mengenal Allah melalui karya ciptaanNya serta mewujudkan kedamaian di bumi melalui sikap hidup yang mengacu pada nilai-nilai eko-teosentris. Konsep eduecologi dalam PAK konteks sekolah dapat dilakukan melalui pengajaran pendidikan PAK dan fasilitas yang bias dimanfaatkan yaitu, melalui kegiatan belajar-mengajar PAK, lewat budaya sekolah, melalui kegiatan rutin di sekolah, keteladanan guru PAK, kegiatan spontan, pengkondisian lingkungan, lewat peran serta orang tua dari siswa dan peran serta gereja. Melalui PAK berwawasan lingkungan hidup, peserta didik diharapkan akan mengalami perjumpaan yang baik dan benar dengan Allah yang dikenal sebagai pencipta langit dan bumi, dipercaya dan diimaninya, serta dapat memaknai lingkungan hidup sebagai karya ciptaan Allah yang harus dikelola, dirawat dan dilestarikan.
Marthin Steven Lumingkewas
Fidei: Jurnal Teologi Sistematika Dan Praktika, Volume 3, pp 302-317; https://doi.org/10.34081/fidei.v3i2.174

Abstract:
Mark S. Smith merupakan satu di antara peneliti Kitab Ibrani; khususnya teks-teks ANET (Ancient Near Eastern Text) bersama dengan beberap ahli bahasa Semit barat seperti Frank Moore Cross, Michael D. Morgan dan Brevard S. Child. Akan tetapi, Smith lebih dikenal dengan model interpretasi Israel sebagai satu entitas dengan bangsa sekitarnya – dalam hal ini Kanaan. Pendekatan ini menghasilkan metodologi penting untuk melihat Israel dengan cara berbeda – yaitu Israel sebagai bangsa yang identik dengan bangsa-bangsa Kanaan – berlawanan dengan pemahaman yang selama ini melihat kedua bangsa sebagai vis-a-vis berdasarkan informasi Kitab Ibrani. Buku ini berupaya menggambarkan upaya memahami Israel tidak dapat diperoleh melalui sejarah semata. Berbicara mengenai Israel sebagai umat dengan beberapa mishpat, kemudian berlanjut menjadi sebuah bangsa dalam koridor monarki, sampai mereka masuk dan kembali dari pembuangan; termasuk di dalamnya sistem agama mereka, hanya dapat dilakukan melalui memori. Memori yang dimaksud Smith dalam hal ini adalah melalui proses convergence dan differentiation. Pada masa awal Israel, bangsa ini tidak berbeda dengan bangsa-bangsa sekitarnya; termasuk di dalamnya sistem keagaman yang mereka anut. El, Baal, Anat dan Asherah menjadi allah utama Israel. El menjadi sesembahan utama Israel bersamaan dengan Yahweh. Baal menjadi sesembahan Daud ketika ia berseru Baal Perazim (allah memberikan terobosan) dalam 2 Samuel 5:20 dan 1 Tawarik 14:11 (hal.74-76).
Arif Wicaksono, Hendro Hariyanto Siburian
Fidei: Jurnal Teologi Sistematika Dan Praktika, Volume 3, pp 62-87; https://doi.org/10.34081/fidei.v3i1.115

Abstract:
Kesetaraan Gender antara pria dan wanita adalah masalah yang masih sering diperdebatkan hingga saat ini. Keterlibatan perempuan dalam pelayanan juga masih menuai pro dan kontra di kalangan gereja. Beberapa gereja ada yang menyetujui keterlibatan perempuan dalam peribadatan, namun sebagian gereja masih merasa keberatan akan hal itu. Melihat akan hal ini penulis melalukan penelitian ini dengan menelaah teks 1 Timotius 2:9-15. Metodologi yang penulis gunakan dalam menelaah teks tersebut eksegesis tekstual dengan memerhatikan latar belakang surat, gramatikal dan konteks. Metode ini sangat baik digunakan untuk menguraikan teks tersebut. Dengan menggunakan metode ini diharapkan, pembaca dapat memahami apa yang dimaksudkan Paulus dalam teks1 Timotius 2:9-15berkaitan dengan Perempuan dan Peribadatan. Pada dasarnya Paulus menulis surat bukan ditujukan untuk memisahkan derajat status sosial antara laki-laki dan perempuan, melainkan justru Paulus sangat menghargai harkat dan martabat perempuan.
Patrecia Hutagalung
Fidei: Jurnal Teologi Sistematika Dan Praktika, Volume 3, pp 126-143; https://doi.org/10.34081/fidei.v3i1.89

Abstract:
Salah satu penyebab tidak terlaksananya disiplin gereja adalah ketidaktahuan jemaat terhadap keterlibatannya dalam memulihkan sesamanya yang jatuh dalam dosa. Disiplin juga dianggap tidak menggambarkan kasih Allah dan hanya tugas dari seorang pemimpin jemaat. Hal ini berujung pada pembiaran sesama yang berdosa tanpa tindakan menegur sebagai upaya untuk pemulihan. Dalam kasus lain, disiplin ditegakkan tanpa dasar kasih, banyak gereja yang kelihatannya malah menjadi tempat praktek menghakimi. Menegur saudara seiman yang jatuh dalam dosa merupakan perintah langsung dari Tuhan Yesus. Ketika jemaat ambil bagian menerapkan disiplin gereja dengan prosedur yang Alkitabiah, jemaat sedang mengejawantahkan kasih Allah yang bertujuan untuk memulihkan. Artikel ini akan menjelaskan peran atau keterlibatan jemaat dalam disiplin gereja berdasarkan Injil Matius 18:15-20, dengan menggunakan metode studi pustaka yang akan meneliti sumber-sumber dari perpustakaan maupun artikel, penelitian terdahulu dan akan dilakukan kajian teologis berkaitan dengan Matius 18:15-20 sebagai landasan Alkitab dalam penelitian ini. Hasil penelitian akan mengemukakan bahwa jemaat memiliki keterlibatan khusus dalam terlaksananya disiplin gereja.
Nitis Harsono
Fidei: Jurnal Teologi Sistematika Dan Praktika, Volume 3, pp 110-125; https://doi.org/10.34081/fidei.v3i1.95

Abstract:
Bertolak dari pergumulan yang seolah tarik menarik bagi diri Gereja, oleh karena ia sadari bahwa di satu sisi bangsa ini diperhadapkan pada pergumulan yang masih belum terselesaikan, sebagaimana cita-cita para founding fathers yang tertuang dalam Mukadimah UUD 1945, yakni mewujudkan rakyat yang cerdas, sejahtera, bangsa yang berdaulat sehingga berperan dalam mewujudkan perdamaian dunia. Cita-cita tersebut menjadi konteks nasional, yakni masalah besar bangsa ini, yang sekaligus menjadi medan kehadiran Gereja. Di pihak lain, Gereja bergumul dan merasa dirinya terpisah dari bangsa ini, merasa bukan bagian dari dunia ini. Barangkali pikiran ini muncul karena merasa banyak penolakan terhadap dirinya, sehingga enggan, atau paling tidak membatasi dirinya bergaul dengan masyarakat. Tentunya bisa juga dimaklumi, penolakan terhadap kekristenan tak lepas dari sejarah. Tetapi kira-kira bisa jadi penolakan ini hanya di sebagian dari luasnya bentangan wilayah negara kesatuan Republik Indonesia, dan bisa jadi juga merupakan prasangka. Rasa tarik-menarik tadi adalah kesadaran akan lingkungan atau medan sekitar Gereja yang perlu mendapat perhatian dari karya Gereja. Gereja memang dipandang liyan (asing), bukan dari dunia, tetapi ia menjadi warga dunia itu. Gereja sadari bahwa ia harus hadir bagi dunia, meski di lain pihak condong lebih memerhatikan pergumulan dirinya. Teks Yeremia 29:7, menjadi acuan teologis untuk membangun dan menggugah spiritualitas Gereja menjadi karya iman yang konkrit bagi lingkungannya. Karya iman Gereja bagi lingkungan sesungguhnya turut mengatasi pergumulan bangsa, yang tak terpungkiri dengan sendirinya memberi dampak bagi kelangsungan kehadiran Gereja.
Sonny Eli Zaluchu
Fidei: Jurnal Teologi Sistematika Dan Praktika, Volume 3, pp 144-159; https://doi.org/10.34081/fidei.v3i1.109

Abstract:
Kehidupan Simson adalah sebuah studi kepemimpinan yang menarik untuk dikaji. Selama dua puluh tahun menjadi hakim Israel, Simson tampil dengan kekuatan supernatural Allah yang tak tertandingi. Tetapi, awal yang baik itu tidak berakhir dengan tuntas. Simson memerlihatkan kelemahan karakter, dekadensi moral dan pembangkangan terhadap aturan kenaziran yang seharusnya ditaatinya. Simson jatuh ke dalam pelukan berbagai wanita kafir dan kekuatannya hilang akibat rayuan maut Delila. Simson mengira dirinya masih dipakai Tuhan, tetapi kenyataannya berakhir di penggilingan. Penelitian ini merupakan autobiography research yang berfokus pada kehidupan Simson. Framing yang dipergunakan di dalam analisis adalah pendekatan kepemimpinan (leadership). Temuan memerlihatkan bahwa Simson menekankan tipe kepemimpinan personalized charismatic leader. Pengalaman kepemimpinan Simson memberikan dua basis lingkungan yang seharusnya ada di ruang lingkup seorang pemimpin. Pertama basis sosial. Pemimpin yang berada di dalam basis sosial yang baik akan mendapat dukungan moral, emosi dan strategi dari orang-orang yang ada disekitarnya. Melaluinya pemimpin menjalani kekuasannya tidak otoriter, tidak mutlak dan egaliter. Basis kedua adalah lingkungan rohani. Panggilan pelayanan harus diimbangi dengan kehidupan rohani yang kuat. Hanya dengan cara ini seorang pemimpin tetap berada di dalam panggilannya, mengutamakan panggilan dan menjalaninya dengan takut akan Tuhan. Kepemimpinan memang selalu membawa hal-hal korup. Tetapi jika kedua basis ini secara ketat menempel seorang pemimpin, sebesar apapun kekuasaan yang dimilikinya, tetap tidak dapat diselewengkan tanpa diketahui dan dievaluasi.
Agus Kriswanto
Fidei: Jurnal Teologi Sistematika Dan Praktika, Volume 3, pp 20-36; https://doi.org/10.34081/fidei.v3i1.74

Abstract:
Sejak awal pembentukannya, warga Gereja Injili di Tanah Jawa bergumul untuk merespons tantangan bernegara dan berbudaya Jawa. Di satu pihak ada kelompok warga yang ingin menjaga kemurnian iman Mennonite dengan menekankan pemisahan antara urusan gereja dan negara, serta menjauhkan diri dari pengaruh budaya; di pihak lain ada kelompok warga yang ingin memberi ruang yang besar bagi keterlibatan bernegara dan berbudaya. Dengan demikian, terjadi kebingungan dalam menyikapi hubungan antara gereja dan negara serta budaya. Tulisan ini bermaksud mengangkat persoalan tentang upaya warga Gereja Injili di Tanah Jawa untuk dapat memberi ruang keterlibatan bernegara dan berbudaya, sambil tetap memelihara identitas iman Mennonite yang diwarisinya. Metode yang digunakan dalam rangka menjawab permasalahan tersebut adalah metode analisis-deskriptif. Analisis dilakukan terhadap materi historis yang merepresentasikan pergulatan sosial-budaya yang dialami oleh warga Gereja Injili di Tanah Jawa.
Syelin Umur
Fidei: Jurnal Teologi Sistematika Dan Praktika, Volume 3, pp 37-61; https://doi.org/10.34081/fidei.v3i1.68

Abstract:
Latar belakang dan karakteristik setiap umat sungguh beragam. Dan seorang pastor atau gembala memikul tanggung jawab untuk melayani atau menggembalakan mereka. Seorang pastor harus memiliki mata yang tajam dan strategi yang tepat untuk melayani umat yang sangat beragam. Kecakapan seorang pastor diperlukan dalam pelayanan penggembalaan. Artikel ini akan mengupas atau menguraikan strategi pelayanan pastoral yang diajarkan oleh Bapa Gereja yang bernama Gregorius Agung. Gregorius Agung menekankan setiap pastor harusnya bisa melihat dan melayani kebutuhan spiritual yang berbeda dari setiap umat. Gregorius Agung mengajarkan pentingnya nasihat-nasihat spiritual yang berbeda sesuai dengan karakter dan kondisi umat yang dilayani. Ada 11 kualifikasi dan 40 strategi bagi para pastor menggembalakan umatnya dengan spirit kerendahan hati seperti teladan dari Sang Gembala Agung Yesus Kristus.
Kalis Stevanus
Fidei: Jurnal Teologi Sistematika Dan Praktika, Volume 3, pp 1-19; https://doi.org/10.34081/fidei.v3i1.119

Abstract:
Tulisan ini hendak menjelaskan mengenai konsep penginjilan, yang terdiri dari enam pokok bahasan, yaitu: landasan teologis penginjilan, pengertian penginjilan, hakikat penginjilan, motivasi penginjilan, pentingnya penginjilan dan terakhir tujuan penginjilan. Penelitian ini menggunakan pendekatan studi literatur dengan penyajian deskriptif. Penginjilan adalah memberitakan tentang karya Kristus yang sudah mati karena dosa-dosa manusia, dikuburkan dan dibangkitkan pada hari yang ketiga (1 Korintus 15:3-4). Yesus Kristus adalah satu-satunya jalan keselamatan bagi umat manusia. Dengan demikian, disimpulkan bahwa penginjilan tetap relevan dan mutlak dilakukan dengan bijak serta tulus oleh setiap pengikut Kristus dengan tujuan supaya setiap orang dapat menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat, dan beroleh keselamatan. Keselamatan harus diterima secara pribadi, artinya respon yang diberikan bersifat pribadi terhadap berita Injil.
Novita Indriani Rorong, Dicky Dominggus
Fidei: Jurnal Teologi Sistematika Dan Praktika, Volume 3, pp 88-109; https://doi.org/10.34081/fidei.v3i1.97

Abstract:
Kekerasan telah menjadi sebuah tindakan yang lumrah dan biasa terjadi dalam kehidupan manusia. Kekerasan disebabkan oleh banyak faktor, namun penulis menyoroti bahwa media elektronik yang menyuguhkan film, game, dan musik yang mengandung unsur kekerasan telah memberikan kontribusi besar untuk menjadi salah satu penyebab terjadinya kekerasan dalam kehidupan manusia. Artikel ini merupakan sebuah studi untuk membangun pedoman etis sebagai pegangan hidup setiap orang Kristen. Pedoman etis ini merupakan sebuah solusi untuk menjawab permasalahan mengenai budaya kekerasan dalam media elektronik yang terjadi dalam kehidupan manusia di era globalisasi dewasa ini. Artikel ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan studi pustaka. Adapun hasil dari penelitian ini adalah budaya kekerasan dapat diatasi dengan menerapkan prinsip kasih sebagai nilai tertinggi di dalam kehidupan seseorang. Selain itu, setiap orang perlu mengembangkan sikap moral dalam kehidupannya seperti menghargai manusia sebagai ciptaan Allah yang serupa dan segambar dengan Allah, memiliki kasih terhadap sesama, dan memiliki pengendalian diri dalam segala hal.
, Dwiati Yulianingsih
Fidei: Jurnal Teologi Sistematika Dan Praktika, Volume 2, pp 227-246; https://doi.org/10.34081/fidei.v2i2.73

Abstract:
Abstrak Rasul Paulus adalah salah satu teolog besar dalam Perjanjian Baru yang kaya dengan pemikiran teologis. Salah satu hasil pemikirannya adalah tentang signifikansi salib bagi kehidupan manusia. Penulis memandang penelitian ini penting, karena akan semakin memperjelas signifikansi salib bagi kehidupan umat manusia. Rumusan Masalah di dalam penelitian ini adalah bagaimanakah signifikansi salib bagi manusia dalam teologi Paulus? Adapun Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan signifikansi salib bagi manusia dalam teologi Paulus. Sedangkan metode yang dipakai oleh penulis adalah menggunakan literature reasech. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa dalam teologi Paulus salib memiliki signifikansi yang besar bagi kehidupan manusia, kerena salib adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan umat manusia, tempat pertukaran penghukuman, jaminan kebebasan dari kutuk, dan tempat pendamaian.Abstrack The Apostle Paul is one of the great theologians in the New Testament who are rich in theological thought. One result of his thinking is about the significance of the cross for human life. The author views this research as important, because it will further clarify the significance of the cross for human life. Formulation the problem in this study is how is the significance of the cross for humans in Paul's theology? The purpose of this study is to explain the significance of the cross to humans in Paul's theology. While the method used by the author is to use the literature reset. The results of the study show that in Paul's theology the cross has great significance for human life, because the cross is the power of God that saves mankind, a place of exchange of punishment, guaranteed freedom from curses, and a place of reconciliation.
Fidei: Jurnal Teologi Sistematika Dan Praktika, Volume 2, pp 303-324; https://doi.org/10.34081/fidei.v2i2.55

Abstract:
AbstrakSocial climber adalah orang yang memerankan dirinya sebagai kaum sosialita melalui aksesoris yang menempel di tubuhnya, tetapi keberadaan materinya tidak mendukung. Bagi mereka kepuasan hidup utamanya bertumpu pada hal material, akibatnya mereka pun kerap bersikap pamer dalam kehidupan sehari hari maupun di media sosial, dengan tujuan agar mendapatkan sanjungan. Corok kehidupan seperti ini harus diwaspadai karena berpotensi membuat pelakunya mengenyampingkan Tuhan. Adapun pendekatan metode yang digunakan dalam penulisan artikel ini adalah metode lingkaran pastoral dan studi literatur.Pelaku social climber cenderung hanya berfokus pada kenikmatan duniai. Kehidupan yang hanya mementingkan unsur-unsur materialis bagian dari keinginan duniawi sebagaimana Alkitab kemukakan. Apabila sudah menjadi pelaku social climber akan merusak jati pribadi yang bersangkutan karena ia tidak bisa menerima keadaan dirinya, akibatnya hal yang salah akan dilakukan guna tuntunan menjadi social climber. Dampak yang bisa mengakibatkan pelakunya korupsi, menghalalkan segala cara untuk mendapatkan sesuatu, dan tentunya ini bertentangan dari perspektif etika Kristen yang mengajaran untuk hidup jujur dan bersyukur akan apa yang dimiliki.Kata-kata kunci: Fenomena, Social, climber, Iman, Kristen, Materi.AbstractSocial climber is a person who plays himself as a socialite through accessories attached to his body, but the existence of the material does not support. For them the main life satisfaction is based on material things, as a result they are often showing off in their daily lives and on social media, with the aim of getting flattery. This type of life must be watched out because it has the potential to make the culprit put aside God. The method approach used in writing this article is the pastoral circle method and literature study.Social climber tends to only focus on worldly pleasures. A life that is only concerned with the materialist elements is part of worldly desires as the Bible says. If you have become a social climber, it will damage the personal identity of the person concerned because he cannot accept his condition, as a result the wrong thing will be done to guide you into a social climber. The impact that can lead to the perpetrators of corruption, justifies any means to get something, and of course this is contrary from the perspective of Christian ethics that teaches to live honestly and be grateful for what is owned.Key words: Phenomenon, Social climber, Faith, Christianity, Material
Fidei: Jurnal Teologi Sistematika Dan Praktika, Volume 2, pp 247-264; https://doi.org/10.34081/fidei.v2i2.54

Abstract:
Penulis melalui tulisan ini, bertujuan untuk menjelaskan tentang keselamatan berdasarkan Efesus 2:1-10. Metode penelitian yaitu penelitian kualitatif yang membahas analisis kitab untuk memahami konsep yang ada dalam kitab Efesus. Berdasarkan hasil uraian penulis dalam karya ilmiah mengenai perspektif soteriologi menurut kitab Efesus 2:1-10, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut: pertama, posisi manusia yang berdosa. Manusia memiliki natur dosa, yaitu hidup dalam dosa oleh karena itu dalam keadaan demikian tidak ada hal yang dapat membuat manusia untuk di selamatkan. Kedua, tindakan Allah dalam menyelamatkan posisi manusia yang berdosa maka Paulus menjelaskan sebab oleh karena kasih karunia diselamatkan oleh iman, itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah. Jadi keselamatan itu datang dari tangan kasih dan karunia Allah dan tidak akan hilang oleh karena itu manusia yang adalah buatan Allah untuk melakukan pekerjaan yang baik.
Fidei: Jurnal Teologi Sistematika Dan Praktika, Volume 2, pp 265-285; https://doi.org/10.34081/fidei.v2i2.52

Abstract:
Fenomena permasalahan dalam keluarga seperti perceraian dan KDRT marak terjadi di Indonesia. Hal ini merupakan permasalahan yang serius. Berdasarkan hal tersebut perlu diadakan tindakan preventif untuk menanggulangi permasalahan tersebut yaitu melalui pengambilan keputusan memilih pasangan hidup. Berdasarkan hal tersebut perlu diadakan penelitian faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan memilih pasangan hidup.Pada penelitian ini dilakukan penelitian dengan pendekatan kuantitatif dengan analisis uji regresi tunggal dan uji regresi ganda. Variabel penelitian yaitu X1=saat teduh, X2=beribadah di gereja, dan Y=pengambilan keputusan dalam memilih pasangan hidup. Penelitian dilakukan kepada mahasiswa Kristen se-Surakarta. Dari penelitian ini didadapatkan hasil yaitu pertama, saat teduh memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pengambilan keputusan Pasangan Hidup dengan koefisien Y= 22,446 + 0,193x. Kedua Beribadah di Gereja memiliki peraguh yang signifikan terhadap pengambilan keputusan Pasangan Hidup dengan koefisien Y= 15,311 + 0,442x. Ketiga, Saat Teduh dan Beribadah di Gereja memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pengambilan keputusan Pasangan Hidup dengan koefisien Y= 14, 329 + 0,383X1 +0,116X2.Kata Kunci: Saat Teduh; Ibadah; Gereja; Pasangan Hidup.
, Arif Wicaksono
Fidei: Jurnal Teologi Sistematika Dan Praktika, Volume 2, pp 207-226; https://doi.org/10.34081/fidei.v2i2.75

Abstract:
AbstrakSejak lahir manusia mengalami proses tumbuh kembang fisik, jiwa, dan akal pikiran yang disertai dengan kegiatan belajar. Kegiatan belajar juga terjadi dalam pendidikan agama Kristen, di mana yang menjadi objek belajar adalah Firman Tuhan. Oleh karena itu dalam penelitian ini, peneliti menerapkan pendekatan eksposisi kata belajar yang terdapat di Perjanjian Lama, sehingga mendapatkan makna kata belajar.Kata belajar dalam Perjanjian Lama ditulis dalam dua kata yaitu; pertama, kata לָמַד lamad yang bermakna belajar merupakan proses mendalami, memahami sampai mampu melakukan atau menerapkannya dalam kehidupan. Kedua, kata לַהַג laºhag yang bermakna belajar adalah proses mendapatkan pengetahuan saja, sehingga dalam pendidikan agama Kristen, proses belajar yang dilakukan peserta didik jangan hanya sampai pada mendapatkan pengetahuan saja (firman Tuhan), melainkan harus sampai kepada menerapkan atau melakukannya (firman Tuhan) dalam kehidupan sehari-hari.Kata kunci: Belajar, Perjanjian Lama, pendidikan agama Kristen
Marthin Steven Lumingkewas
Fidei: Jurnal Teologi Sistematika Dan Praktika, Volume 2, pp 388-410; https://doi.org/10.34081/fidei.v2i2.79

Abstract:
Buku ini berupaya memahami ide monoteisme dan siknifikansi Yahweh dalam Ulangan, serta hubungan keduanya melalui beberapa teks yang terekam dalam Perjanjian Lama. Substansi dari penelitian ini adalah eksegesis mendalam beberapa pasal dalam Ulangan yang berhubungan dengan kesatuan Yahweh. Dimana ide utama yang dipaparkan sebagai ‘Yahweh adalah satu’ merupakan tema utama yang berkaitan dengan kesatuan Yahweh, keunikan Yahweh, keberadaan allah lain, arti mengasihi Yahweh, pemilihan Israel dan larangan penyembahan berhala melalui analisis literari-sejarah serta disimpulkan bahwa ide monoteisme modern tidak mampu mewakili model agama Israel yang menetapkan Yahweh sebagai allah ‘unik’ di antara allah lain.
Deky Nofa Aliyanto
Fidei: Jurnal Teologi Sistematika Dan Praktika, Volume 2, pp 244-361; https://doi.org/10.34081/fidei.v2i2.39

Abstract:
“Kristus adalah Ciptaan yang Pertama” merupakan doktrin Kristologi yang diyakini oleh saksi Yehuwa yang dibangun terutama dari Kolose 1: 15. Meyakini Yesus Kristus sebagai ciptaan pertama yang diciptakan oleh Allah, maka pada saat yang bersamaan menolak bahwa Yesus Kristus sepenuhnya Allah. Penelitian ini bertujuan untuk menanggapi Kristologi dari Saksi Yehuwa tersebut dengan cara menginterpretasi Kolose 1: 15 dengan menggunakan metode riset Teologi biblika yaitu pendekatan hermeneutik dan pengkajian Alkitab untuk memahami makna teks dalam konteks penulis mula-mula. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa εἰκὼν menyatakan Kristus dalam wujud manusia memiliki kesetaran dengan Allah. Sedangkan πρωτότοκος menyatakan bahwa Kristus lebih tinggi dari segala yang diciptakan. Kristus bukan diciptakan pertama kali oleh Allah sebagaimana Kristologi saksi Yehuwa.Kata Kunci: Saksi Yehuwa, Kristologi, Gambar, Ciptaan Pertama.
Stefanus M. Marbun Lumban Gaol, Kalis Stevanus
Fidei: Jurnal Teologi Sistematika Dan Praktika, Volume 2, pp 325-343; https://doi.org/10.34081/fidei.v2i2.76

Abstract:
Pendidikan seks sangatlah penting untuk diberikan kepada para remaja, bahkan sejak masih kanak-kanak. Anak-anak dan remaja rentan terhadap informasi yang salah mengenai seks. Tujuan penulisan ini, diharapkan melalui pendidikan seks, orangtua dapat memberikan informasi yang sepatutnya sesuai kebutuhan dan umur anak. Selain itu, dengan pendidikan seks anak juga dapat diberitahu mengenai berbagai perilaku seksual berisiko sehingga mereka dapat menghindarinya. Dengan menggunakan pendekatan penelitian kualitatif yaitu studi literature, dengan menggali berbagai informasi berkenaan dengan pendidikan seks pada remaja, maka diperoleh hasil, pertama: pendidikan seks harus dianggap sebagai bagian dari proses pendidikan untuk memperkuat pengembangan kepribadian. Kedua, orangtua memiliki peran penting untuk menanggulanggi perilaku seks yang menyimpang adalah dengan cara orangtua mengajarkan pendidikan seks secara langsung dan kontinyu pada anak sedini mungkin di dalam keluarga sesuai Alkitab dan norma-norma masyarakat setempat agar remaja meneima seksualitasnya yang adalah bagian integral kehidupannnya dengan penuh tanggung jawab. Kata-kata Kunci: Pendidikan Seks; Remaja; Kristen
Arozatulo Telaumbanua
Fidei: Jurnal Teologi Sistematika Dan Praktika, Volume 2, pp 362-387; https://doi.org/10.34081/fidei.v2i2.45

Abstract:
AbstrakPeran gembala sidang sebagai pendidik dalam pertumbuhan rohani jemaat, memiliki korelasi yang sangat signifikansi. Gembala sidang memiliki peran penting dalam memberikan pertumbuhan rohani kepada jemaat Tuhan. Gembala sidang memiliki peran sebagai pendidik, yakni mendidik, mengajar dan membimbing jemaat kepada pengenalan dan pertumbuhan rohani yang baik. Melalui Firman Tuhan yang diajarkan kepada jemaat, mereka semakin memahami dan hidup di dalamnya dengan efektif dan menjadi pelaku Firman Tuhan. Pertumbuhan rohani jemaat dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas jemaat Tuhan secara konsisten.Berdasarkan hasil penelitian menujukkan bahwa pertumbuhan rohani jemaat dipengaruhi oleh peran gembala sidang sebagai pendidik, yakni: pada tabel 2 menunjukkan 86,7% responden yang menjawab setuju, 10% yang menjawab ragu-ragu dan 3,3% yang menjawab tidak setuju dan pada tabel 5 menunjukkan ada ada 66,7% responden yang menjawab setuju, 26,7% yang menjawab ragu-ragu dan 6,6% yang menjawab tidak setuju. Jadi, peran gembala sidang sebagai pendidik mampu mempengaruhi pertumbuhan rohani jemaat di Gereja Pentakosta Indonesia Orahili Kota.Kata Kunci: Peran, Gembala Sidang, Pendidik, Pertumbuhan Rohani
Page of 2
Articles per Page
by
Show export options
  Select all
Back to Top Top