Refine Search

New Search

Results in Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya: 97

(searched for: container_group_id:101185)
Page of 2
Articles per Page
by
Show export options
  Select all
Sefri Doni, Rita Purnama Sari, Dian Nugraheni, Eryanti Manurung, Anawahidah Rizky Manurung
Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya, Volume 9, pp 1-26; https://doi.org/10.36424/jpsb.v9i1.325

Abstract:
Belum terungkapnya identitas khas Labuhabatu dalam bentuk ragam hias merupakan latar belakang dari penelitian ini. Metode yang dipergunakan adalah kualitatif dengan metode pengumpulan data berupa Diskusi Kelompok Terpumpun atau FGD, wawancara, observasi dan kajian dokumen. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa ragam hias khas Labuhanbatu baru mulai ada sejak tahun 1992 sebagaimana tercantum dalam Pokok-Pokok Pemikiran Pengenalan Industri Kecil Tenunan Kain Tradisionil Dengan Menggunakan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) Di Daerah Tingkat II Labuhanbatu dan Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat II Labuhanbatu, Nomor 3 Tahun 1992 tentang Kain Songket Daerah Labuhanbatu sedangkan pada masa sebelum itu ragam hias yang ada adalah ragam hias melayu pada umumnya. Beberapa motif ragam hias khas yang menggambarkan identitas daerah Kabupaten Labuhanbatu yang telah diidentifikasi dari penelitian ini diantaranya adalah: 1) Pilar, 2) Tumbuk Lada, 3) Ompat Tepak, 4) Sisik dan Buah Nonas, 5) Ajir Sawit dan Bukit Barisan, 7) Ompat Nonas dan Ompat Pohon Kelapa Sawit, 8) Pagar, 9) Bunga Lawang, 10) Terubuk, 11) Pohon Karet, 12) Pucuk Rebung, dan 13) Lebah Bergantung. Sedangkan indikasi geografis yang dapat dan memiliki potensi dijadikan sebagai unsur pembentuk motif ragam hias baru yang menggambarkan kekhasan daerah Kabupaten Labuhanbatu berdasarkan penelitian ini adalah Pilandok, Gamak, Pohon Karet, Sungai, Berombang.
Joshua Jolly Sucanta Cakranegara
Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya, Volume 9, pp 89-112; https://doi.org/10.36424/jpsb.v9i1.355

Abstract:
Artikel ini bertujuan mengkaji eksistensi batik dalam diplomasi Indonesia-Afrika Selatan pada periode kontemporer (1990-2013). Hal ini menjadi penting sebab batik telah menjadi salah satu sarana diplomasi kebudayaan Indonesia setelah pengakuan batik sebagai “Warisan Budaya Dunia” oleh UNESCO. Di sisi lain, kajian untuk melihat akar historis atas pentingnya batik sebagai sarana diplomasi kebudayaan belum memadai. Penelitian ini merupakan penelitian sejarah dengan pendekatan sejarah kebudayaan. Sumber-sumber yang digunakan adalah sumber primer berupa surat kabar serta sumber sekunder berupa literatur terkait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pentingnya batik sebagai sarana diplomasi kebudayaan Indonesia dipelopori oleh Presiden Afrika Selatan, Nelson Mandela. Kecintaannya terhadap batik Indonesia, yang penuh dengan filosofi kesederhanaan, membawa dampak positif bagi perkembangan batik di negaranya dan Indonesia pada periode tersebut. Sejak saat itu, Indonesia mulai mengembangkan lebih lanjut batik sebagai sarana diplomasi kebudayaan yang unggul sampai saat ini.
Kabib Sholeh
Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya, Volume 9, pp 69-88; https://doi.org/10.36424/jpsb.v9i1.354

Abstract:
Palembang merupakan kota tua yang memiliki nama-nama tempat (toponimi) penting dalam sejarah tetapi sayangnya masyarakat belum banyak yang memahami dan mengetahui makna nilai-nilai sejarah toponimi tersebut. Seperti contoh nilai sejarah toponimi anak Sungai Musi di wilayah seberang Ulu 1 Palembang. Anak Sungai Musi merupakan tempat yang memiliki peranan penting dalam perkembangan sejarah sosial, budaya dan ekonomi masyarakat Palembang, sehingga toponimi anak sungai Musi memiliki nilai sejarah yang harus diketahui dan dipahami oleh masyarakat sebagai bentuk identitas sejarah kelokalan. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui dan menganalisis nilai-nilai sejarah toponimi anak Sungai Musi di Seberang Ulu 1 Kota Palembang. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif. Teknik pengumpulan data dimulai dari observasi, dokumentasi, wawancara, serta studi pustaka. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis deskriptif kualitatif dengan reduksi data serta penarikan kesimpulan. Hasil penelitian ini menjelaskan sejarah toponimi anak Sungai Musi di wilayah seberang Ulu 1 Palembang yaitu Sungai Kademangan, Sungai Kedukan dan Sungai Yuching. Sejarah penamaan anak Sungai Musi tersebut tidak terlepas dari peristiwa penting yang ada di sekitar wilayah anak sungai tersebut, baik penamaan dari seorang tokoh lokal atau nama yang diambil dari sebuah wilayah geografis tempat sungai tersebut ada. Nilai-nilai sejarah toponimi ketiga sungai tersebut memiliki nilai sejarah toponimi baik dalam bidang politik, sosial-budaya dan ekonomi.
Faisal Anas
Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya, Volume 9, pp 137-162; https://doi.org/10.36424/jpsb.v9i1.368

Abstract:
Indonesia atau yang sebelumnya bernama Hindia Belanda menjadi bagian dari wilayah penjajahan Jepang pada tahun 1942. Jepang sebagai penguasa baru memiliki kebijakan berbeda dibandingkan pemerintahan kolonial Hindia Belanda. Pada masa ini, umat Islam mendapat ruang yang lebih luas dalam berbagai bidang. Muhammadiyah sebagai salah satu organisasi Islam yang memiliki pengaruh di Indonesia turut mendapat tempat dalam kebijakan baru dari Jepang. Meskipun terkesan memberikan ruang gerak lebih kepada umat Islam, namun dalam bidang pendidikan, terdapat banyak kebijakan baru yang menghalangi perkembangan pendidikan Islam, tidak terkecuali Muhammadiyah. Tulisan berusaha untuk mengungkap pendidikan Muhammadiyah khususnya di Yogyakarta selama masa penjajahan Jepang yang berlangsung sejak tahun 1942 hingga tahun 1945. Penelitian ini menggunakan metode sejarah kritis yang terdiri dari empat tahap, yaitu heuristik, kritik sumber (verifikasi), interpretasi, dan historiografi. Berdasarkan hasil penelitian, kedatangan Jepang di Yogyakarta memberikan pengaruh baru selama masa pendudukannya, khususnya bagi Muhammadiyah. Pendidikan sebagai salah satu bidang sosial yang digarap oleh Muhammadiyah di satu sisi mendapat dukungan jika dibandingkan pada masa kolonialisme Hindia Belanda. Akan tetapi, di sisi lainnya terdapat beberapa kebijakan yang bertentangan dengan keyakinan umat Islam seperti Seikirei dan menghambat pertumbuhan sekolah seperti kurangnya dukungan finansial yang berdampak pada tutupnya sekolah-sekolah Muhammadiyah.
Muhammad Ngafifudin Yahya, Nanang Setiawan
Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya, Volume 9, pp 47-68; https://doi.org/10.36424/jpsb.v9i1.344

Abstract:
Kebijakan reorganisasi agraria memiliki pengaruh besar terhadap kehidupan masyarakat. Sebelum abad ke-20, pemilikan dan penguasaan tanah di Yogyakarta ditentukan dengan sistem apanage. Dimana tanah dimiliki dan dikuasai oleh raja sedangkan rakyat sebagai penghuni tanah hanya memiliki hak nggadhuh dengan kewajiban menyerahkan sebagian hasil garapannya. Hal itu yang kemudian menjadi latar belakang penentuan topik penelitian. Melalui empat tahap dalam metode sejarah yaitu heuristik, verifikasi, interpretasi, dan historiografi, penelitian ini difokuskan pada praktik reorganisasi agraria di Regentschap Adikarto. Didukung berbagai sumber dari arsip laporan resmi pemerintah seperti Rijksblad Kasultanan dan Pakualaman, menunjukkan bahwa tindakan reorganisasi membawa perubahan pada status hukum, seperti menghapuskan sistem apanage, pembentukan unit administrasi kelurahan, memberikan kepastian hak-hak penggunaan tanah, pengadaan peraturan sistem sewa tanah, pengurangan wajib kerja penduduk, dan perbaikan pemindahan hak atas tanah. Pelaksanaan reorganisasi pada akhirnya memberikan pengaruh besar terhadap kehidupan masyarakat Regentschap Adikarto. Berkat kebijakan itu banyak lahan milik masyarakat beralih untuk perluasan bisnis perkebunan berakibat pada terbatasnya tanah pertanian dan monetisasi semakin memperjelas perubahan pola hidup masyarakat.
Yusuf Budi Prasetya Santosa, Hendi Irawan
Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya, Volume 9, pp 113-136; https://doi.org/10.36424/jpsb.v9i1.364

Abstract:
Sejak dahulu bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang hebat dalam mengolah makanan. Hal ini dapat dilihat dari keragaman makanan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Keragaman makanan Indonesia telah ada sejak abad ke-10. Perkembangan makanan di Indonesia juga dipengaruhi oleh berbagai kebudayaan asing yang datang silih berganti, mulai dari India, Cina dan Eropa (Portugis, Spanyol dan Belanda). Berdasarkan hasil penelitian ditemukan jika keanekaragaman makanan Indonesia memiliki sejarah yang panjang. Keanekaragaman makanan Indonesia terjadi karena proses akulturasi dengan berbagai budaya asing, seperti India, Cina dan Eropa yang dibawa oleh para pendatang ke Nusantara. Akulturasi yang terjadi disebabkan masyarakat Indonesia memiliki sikap terbuka terhadap hal-hal baru. Namun meski begitu kebudayaan asli Nusantara tidak hilang selama proses interaksi tersebut. Masa penjajahan Jepang, selama periode Perang Asia-Pasifik 1942-1945, sebagai penutup periode imperialisme bangsa asing di Indonesia juga ikut memperkaya perkembangan makanan di Indonesia. Penelitian ini berfokus kepada bagaimana perkembangan sejarah makanan di Indonesia dari abad ke-5 sampai akhir masa pendudukan Jepang. Dan apakah ada tindakan saling mempengaruhi dalam proses pekembangan makanan di Indonesia selama periode tersebut. Penelitian ini menggunakan metodologi penelitian historis yang terdiri dari empat tahap, yaitu heuristik, verifikasi, interpretasi, dan historiografi.
Zulfa Saumia, Erniwati Erniwati
Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya, Volume 9, pp 27-46; https://doi.org/10.36424/jpsb.v9i1.340

Abstract:
Tiong Hwa Hwe Koan (THHK) adalah organisasi Tionghoa modern yang didirikan pada tahun 1900 oleh Phoa Keng Hek dan Lie Kim Hok di Batavia. Organisasi ini berfungsi sebagai organisasi pendidikan dan penyebar nasionalisme di Tiongkok karena minimnya fasilitas pendidikan bagi etnis Tionghoa. THHK ada hampir di seluruh Hindia Belanda. Salah satunya THHK Padang. Kajian ini bertujuan untuk melihat bagaimana proses kemunculannya, apa yang menjadi bagian dari gerakan nasionalis Tionghoa, dan pembentukan identitasnya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah melalui langkah-langkah heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan penjelasan. Studi pustaka diperoleh dari arsip, jurnal, dan buku yang relevan. Bagaimana proses pendirian THHK dengan misi Pendidikan, budaya dan kegiatan sosial. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa THHK memiliki banyak peran di Padang, seperti pendidikan dan kegiatan sosial. Di bidang pendidikan, THHK memberikan pendidikan “kebudayaan” dan ilmu-ilmu lainnya. Di bidang sosial memberikan bantuan untuk bencana alam, mengadakan pertemuan untuk merayakan rasa kebersamaan. persatuan dan nasionalisme terhadap Tiongkok dan sesama etnis Tionghoa. Partisipasi ini tidak hanya di antara pengurus tetapi juga didukung oleh organisasi Tionghoa lainnya dan seluruh masyarakat Tionghoa.
Mardiana Willis, Abdullah Khusairi, Sheiful Yazan
Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya, Volume 8, pp 180-196; https://doi.org/10.36424/jpsb.v8i2.328

Abstract:
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap makna visual dan verbal yang terdapat pada stiker WhatsApp gaya Minangkabau. Metode penelitian yang digunakan kualitatif deskriptif, teknik pengumpulan data ialah observasi dan dokumentasi, teknik analisis data menggunakan analisis semiotika menggunakan teori Ferdinand de Saussure. Hasil dari penelitian ini makna visual, dari ilustrasi yang digambarkan mampu mencerminkan sebuah ekspresi, gestur dan emosi dalam stiker serta mampu membawa citra kebudayaan Minangkabau yang begitu melekat pada karakter stiker. Dari warna yang digunakan dominan warna merah, kuning, hitam dan putih yang dalam setiap warna memiliki falsafah mengenai bagaimana orang Minangkabau berprilaku. Dari tipografi yang digunakan Sans-Serif jenis font Arial dan Blogger sans ini mencerminkan kesederhanaan dalam teks yang disampaikan dan memberi kesan kedekatan dan bersahabat. Makna verbal dalam stiker WhatsApp gaya Minangkabau. Dilihat dari kurenah bakato dalam budaya Minangkabau, yakni cimeeh, kucindan dan garah, dapat dilihat bahwa orang Minangkabau sangat kritis dalam berkomunikasi dan dibutuhkan kreatifitas yang tinggi dalam pemilihan diksi saat menyampaikan sebuah pesan yang agaknya akan menimbulkan pergesekan. Sikap ramah tamah dan humoris menjadi sebuah daya tarik dari masyrakat Minangkabau sendiri.
Hadri Hadri
Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya, Volume 8, pp 269-284; https://doi.org/10.36424/jpsb.v8i2.335

Abstract:
Antar Ajong merupakan salah satu tradisi masyarakat pesisir Melayu Sambas yang masih eksis hingga sekarang di Kabupaten Sambas, tepatnya di Desa Tanah Hitam, Kecamatan Paloh. Antar Ajong merupakan serangkaian ritual upacara tradisional berupa pelepasan perahu kecil yang berisi berbagai sesajian yang dihanyutkan ke laut dan waktu pelaksanaannya pada saat musim tanam tiba, khususnya dalam menanam padi. Artikel ini mengkaji tentang nilai-nilai kehidupan yang terdapat dalam tradisi Antar Ajongdan bertujuan untuk mengetahui nilai-nilai dalam kehidupan apa saja yang terdapat dalam tradisi Antar Ajong. Artikel ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif. Teknik dan alat pengumpulan data dilakukan melalui studi literatur. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa terdapat nilai-nilai dalam aspek kehidupan dalam tradisi Antar Ajong yaitu nilai religius, keindahan, gotong royong, solidaritas, toleransi dan kemasyarakatan.
Ayu Wulandari
Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya, Volume 8, pp 135-161; https://doi.org/10.36424/jpsb.v8i2.316

Abstract:
Perang Dingin antara Blok Barat yang dipimpin Amerika Serikat dan Blok Timur yang dipimpin Uni Soviet membuat dunia terpolarisasi. Untuk mempertahankan eksistensinya, baik Amerika Serikat maupun Uni Soviet saling berebut pengaruh. Berbagai cara dilakukan oleh keduanya termasuk diantaranya adalah melalui misi-misi kemanusiaan. Amerika Serikat misalnya terbukti pernah mengirimkan misi kemanusiaan dengan media Kapal S.S. Hope yang tujuan utamanya adalah memberikan bantuan medis di Indonesia dan beberapa negara Asia Tenggara. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka kajian ini membahas bagaimana safari Kapal S.S. Hope sebagai sebuah misi kemanusiaan dilakukan di Indonesia. Kajian ini dimulai dengan terlebih dahulu melihat historis interkoneksi Indonesia dengan Amerika Serikat. Kajian ini disusun menggunakan metode sejarah dengan majalah dan surat kabar sebagai sumber primernya. Hasil dari kajian ini adalah bahwa selama berlayar di perairan Indonesia, Kapal S.S. Hope singgah di beberapa titik dan memberikan bantuan medis. Misi yang awalnya ditujukan sebagai misi kemanusiaan ini juga mendapatkan dukungan dari Pemerintah Amerika Serikat, yang bahkan dalam beberapa hal dimanfaatkan untuk menarik dukungan rakyat dan Pemerintah Indonesia dalam kontestasi Perang Dingin. Meskipun demikian, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa misi kemanusiaan ini memberikan dampak yang cukup signifikan khususnya dalam bidang kemanusiaan dan kesehatan di Indonesia.
Mardoni Mardoni, Nursyirwan Effendi, Zainal Arifin
Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya, Volume 8, pp 285-308; https://doi.org/10.36424/jpsb.v8i2.361

Abstract:
ABSTRAK Tulisan ini menbahas praktik nilai-nilai guanxi oleh etnis Tionghoa dalam menjaga eksistensi kebudayaannya di Kota Padang. Eksistensi etnis Tionghoa di Kota Padang ditunjukkan identitas Kampung Pondok sebagai ruang publik dan ruang religi, tradisi hari raya imlek, dan usaha perdagangan. Asumsi dasarnya adalah bahwa sebagai etnis yang minoritas di Kota Padang memiliki kemanpuan untuk menjaga eksistensi budayanya ditengah kepungan budaya dominan (Minangkabau). Penulisan artikel ini mengunakan pendekatan antroplogi dengan metode kualitatif dalam corak studi kasus pada Himpunan Tjinta Teman (HTT) sebagai organisasi sosial budaya etnis Tionghoa. Lokasi penelitian di lakukan di Kelurahan Kampung Pondok Kecamatan Padang Barat Kota Padang. Hasil analisis penelitian menemukan bahwa etnis Tiongho sebagai masyarakat yang bermigrasi di Kota Padang manpu menjaga eksistensi kebudayaannya melalui praktik nilai-nilai guanxi. Nilai-nilai guanxi merupakan seperangkat nilai-nilai yang dikembangkan atas dasar persamaan marga, kerabat, profesi dan teman sepermainnan. Nilai guanxi berperan sebagai modal sosial dalam menjaga keberlansungan praktik-praktik kebudayaan etnis Tionghoa di Padang. Praktik nilai guanxi ada secara implisit ada dalam berbagai kegaiatan-kegiatan sosial budaya etnis Tionghoa pada pranata sosialnya. Pranta sosial yang melaksanakan kegiatan-kegiatan sosial budaya ini salah satunya adalah Himpunan Tjinta Teman (HTT) Padang. Organisasi Himpunan Tjinta Teman (HTT) Padang sangat berperan dalam menjaga nilai-nilai guanxi dalam setiap kegiatannya sebagai modal sosial untuk menjaga eksistensi budaya Tionghoa di Padang.Kata Kunci: modal sosial, guanxi, resiprositas, Tionghoa
Kabib Sholeh, Sukardi Sukardi, Aan Suriadi, Liza Nadiya
Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya, Volume 8, pp 162-179; https://doi.org/10.36424/jpsb.v8i2.323

Abstract:
Indonesia sudah seharusnya tidak hanya berjaya di darat tetapi juga berjaya dan berdaulat di laut dan di darat dapat terlaksana dengan baik. Menarik lagi bagi pemerintah terkait nilai-nilai sejarah kemaritiman Sriwijaya untuk dimaknai bukan hanya sebagai bacaan sejarah saja tetapi nilai-nilai yang terkandung di dalamnya belum dipahami dengan mendalam, padahal membawa dampak positif bagi pembangunan dunia maritim di Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis nilai-nilai sejarah kemaritiman Sriwijaya bagi Indonesia. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode sejarah dengan langkah-langkahnya adalah, heuristik (pengumpulan data), verifikasi data (kritik sumber), interpretasi sejarah (penafsiran sejarah) dan historiografi (penulisan sejarah). Kesimpulan penelitian ini adalah sejarah kemaritiman Sriwijaya memiliki nilai-nilai sejarah dan budaya yang luar biasah yaitu nilai politik maritim, ekonomi maritim, sosial-budaya maritim sehingga dari nilai-nilai tersebut dapat dijadikan sebagai bentuk dasar nilai yang pernah hidup dan pernah ada di Indonesia dalam ikut serta membangun kemajuan maritim di Indonesia.
Olivir Srue
Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya, Volume 8, pp 309-334; https://doi.org/10.36424/jpsb.v8i2.363

Abstract:
Ritus Lero Batsir dilakukan oleh masyarakat Desa Wermatang dengan tujuan untuk memintah turunnya hujan bagi mereka disaat musim kemarau tiba. Ritus Lero Batsir dikenal secara nasional seperti pawang hujan yang mampu untuk menurunkan bahkan dapat menyetop turunnnya hujan. Hal tersebut dapat dilakukan di Desa Wermatang karena pada dasarnya pola kehidupan masyarakat desa masih berlandaskan pada adat istiadat yang masih kental, sehingga ritus lero batsir bagi mereka ialah sebuah tindakan yang akan mengghidupkan mereka pada saat musim kemarau. Kegiatan ini yang dilakukan oleh masyarakat Desa Wermatang terus menerus dan jarang ditemukan diseluruh desa yang berada di Kabupaten Kepulauan Tanimbar melainkan hanya dilakukan oleh masyarakat Wermatang, karena mereka menganggap bahwa lero batsir memiliki kekuatan untuk mendatangkan hujan. Tujuan dari penelitian ini yaitu bagaimana proses ritus lero batsir itu dilakukan sehingga disebut sebagai kearifan budaya bagi masyarakat Wermatang. Metode penelitian yaitu deskriptif kualitatif yaitu untuk menggambarkan secara lengkap dan mendeskripsikan setiap proses ritus lero batsir. Warisan budaya dari para leluhur yang telah meninggal sejak dulu yang masih terus dipelihara dan dilestarikan. Terdapat nilai-nilai sosial yang hidup di tengah masyarakat yang mesti diketahui dan dilestarikan serta dilaksanakan yaitu nilai penghormatan kepada leluhur, nilai rasa syukur, nilai penyembahan, nilai ketaatan dan kesetiaan, nilai kebersamaan dan persekutuan, nilai saling menghormati antar warga, nilai penyucian diri dan nilai kasih.
Mathias Jebaru Adon, Agustinus Asman
Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya, Volume 8, pp 197-223; https://doi.org/10.36424/jpsb.v8i2.329

Abstract:
Penelitian ini berfokus pada penggalian nilai-nilai filosofis yang terkandung dalam budaya pele rsuku Kasong Manggarai-Flores-Nusa Tenggara Timur. Budaya peler adalah ritus yang berisi penghormatan dan rekonsiliasi terhadap alam ciptaan. Karena itu, menggali kekayaan filosofis yang terkandung dalam budaya peler merupakan bentuk penghormatan terhadap kekayaan kearifan lokal. Kearifan lokal ialah filsafat yang hidup di dalam hati masyarakat berupa kebijaksanaan hidup yang melukiskan kedalaman batin manusia dan keluasan relasionalitas manusia dengan sesama, serta menegaskan keluhuran rasionalitas hidupnya. Maka menggali kekayaan filosofis budaya peler merupakan bentuk penghargaan terhadap kebijaksanaan hidup masyarakat Manggarai. Filsafat relasional Martin Buber menjadi kerangka filosofis untuk menggali dan memahami kekayaan filosofis yang terkandung dalam budaya peler. Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara dan studi kepustakaan. Studi ini menemukan bahwa budaya peler suku Kasong Manggarai merupakan sebuah model relasi I and Thou dalam terang pemikiran Martin Buber. Peler sebagai sebuah model relasi I and Thou mengandung didalamnya penghormatan dan penghargaan terhadap alam. Nilai-nilai yang mengalir dari budaya ini ialah keharmonisan, tanggung jawab dan penghargaan terhadap alam semesta. Sumbangan penelitian ini terletak pada penggalian butir-butir kebijaksanaan orang Manggarai dalam merawat dan melestarikan alam.
Sudirman Sudirman
Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya, Volume 8, pp 224-243; https://doi.org/10.36424/jpsb.v8i2.330

Abstract:
Pemerintah Hindia Belanda mengalami kewalahan dalam menguasai Aceh dengan cara kekerasan. Oleh karena itu, mereka mengubah strategi dalam menguasai Aceh, di antaranya melalui sistem pendidikan. Untuk itu, Pemerintah Hindia Belanda mendirikan berbagai lembaga pendidikan di Aceh, salah satunya adalah MULO Koetaradja dengan harapan dapat melemahkan perjuangan rakyat Aceh melawan Belanda. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan menjelaskan sistem pendidikan MULO Koetaradja (Meer Uitgebreid Lagere Onderwijs) dan konstribusinya bagi pergerakan nasional di Aceh. Dalam penelitian ini digunakan metode sejarah kritis supaya mendapatkan data yang akurat dan pemahaman yang menyeluruh tentang MULO Koetaradja dan konstribusinya. Pengumpulan data dilakukan dengan cara membaca sejumlah arsip dan buku di perpustakaan, kemudian mencatat bagian-bagian yang sesuai dengan pokok bahasan. Selanjutnya, melakukan verifikasi dan interpretasi terhadap data serta menyimpulkannya. Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa pendidikan MULO Koetaradja dimaksudkan untuk mendidik orang-orang yang dapat bekerja menjadi pegawai pada administrasi Pemerintah Hindia Belanda. MULO Koetaradja menerapkan sistem diskriminasi pendidikan berdasarkan status sosial. Kurikulum yang diterapkan lebih banyak mata pelajaran bahasa Belanda dan tenaga pengajarnya berasal dari orang Belanda. Orang Aceh lulusan sekolah tersebut menjadi pelopor munculnya tatanan baru mengenai sistem pendidikan, tradisi yang tidak sesuai, serta keinginan membangun organisasi sosial-politik guna melakukan berbagai perbaikan dalam kehidupan masyarakat. Berdasar pada apa yang mereka lihat dan rasakan selama menempuh pendidikan, muncul kesadaran untuk berjuang secara diplomasi melalui organisasi pergerakan.
Afiliasi Ilafi, Dhiana Putri Larasaty
Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya, Volume 8, pp 244-268; https://doi.org/10.36424/jpsb.v8i2.332

Abstract:
Dalem Notonegoro merupakan bekas Rumah Bupati Notonegoro salah satu Bupati Pemalang yang saat ini telah ditetapkan sebagai Bangunan Cagar Budaya dengan dibuktikan adanya SK penetapan Cagar Budaya nomor 432/1493/Tahun 2018 oleh Bupati Pemalang. Rumah Bupati Notonegoro atau dikenal dengan sebutan Dalem Kenaren diperkirakan dibangun pada tahun 1825 beralamat di Jalan Kyai Makmur, perkiraan tahun tersebut dibuktikan adanya inskripsi yang tertulis pada kayu di bagian molo (struktur bagian atap bangunan). Sebagai salah satu Bangunan Cagar Budaya, pemerintah Kabupaten Pemalang berupaya untuk melaksanakan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2010 dengan melakukan serangkaian kegiatan konservasi bangunan cagar budaya dengan merevitalisasi bangunan tersebut. Sebagai bangunan cagar budaya yang sudah berusia lebih 50 tahun, maka pelestarian rumah sejarah Dalem Notonegoro perlu dilakukan sesuai dengan undang-undang cagar budaya. Pada penulisan ini hendak mendeskripsikan bagaimana peranan Pemerintah Daerah Kabuten Pemalang dalam upaya pelestarian cagar budaya, selain itu sejarah keberadaan Rumah Bupati Notonegoro atau Dalem Kenaren akan dideskripsikan pada penulisan ini. Penulisan ini berupa penelitian deskriptif kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif sedangkan teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik studi kepustakaan, dokumentasi dan wawancara. Adapun data yang digunakan berasal dari data primer dan data sekunder, sedangkan sumber data berasal dari sumber data primer dan sumber data sekunder. Adapun Hasil dan analisis meliputi deskripsi terkait asal usul Rumah Sejarah Dalem Notonegoro yang semula merupakan kediaman Bupati Pemalang yang bernama R.A.A Notonegoro yang tidak lain adalah Bupati Pemalang kemudian sepeninggalnya, Dalem Kenaren ditempati oleh anak kedua Bupati Notonegoro yang Bernama Raden Ayu Dipokusumo. Selanjutnya, Dalem Kenaren diwariskan kepada anak bungsunya Bupati Notonegoro yang Bernama Raden Ngabehi Surjowinoto. Hingga ditahun 2000-an, Dalem Kenaren ditempati oleh Eyang Titi yang merupakan ahli waris Dalem Kenaren pada waktu itu sebelum dibeli oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Pemalang. Dalam pelestarian Dalem Notonegoro atau Dalem Kenaren yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Pemalang berupa pembelian rumah Bupati Notonegoro kepada ahli waris pada waktu itu yakni Eyang Titi selanjutnya dilakukan konservasi Rumah Bupati Notonegoro atau Dalem Kenaren yang mencakup dari tahun 2018 hingga tahun 2021 berupa memperbaiki bangunan agar seperti sediakala. Kegiatan konservasi tersebut dilakukan secara LPSE dengan menjaring pihak kontraktor yang memiliki kredibelitas dalam ranah cagar budaya. Dengan adanya penelitian terhadap salah satu Bangunan Cagar Budaya yang ada di Kabupaten Pemalang dapat menjadi referensi masyarakat dalam penelitian sejenis.
Muhamad Alnoza
Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya, Volume 8, pp 23-44; https://doi.org/10.36424/jpsb.v8i1.250

Abstract:
Kajian ini secara umum membandingkan nilai dan norma pada prasasti-prasasti Kawali dengan naskah Sanghyang Siksa Kanda Ng Karesian. Masalah utama dalam penelitian ini adalah meninjau pertautan nilai dan norma antara prasasti-prasasti Kawali dengan naskah Siksa Kanda Ng Karesian. Tujuan dari dilakukannya kajian ini adalah untuk mengetahui adanya indikasi keberlanjutan norma dan nilai pada dua sumber tertulis. Penelitian dilakukan dengan menerapkan tiga tahapan yang di antaranya pengumpulan data, analisis dan penafsiran. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dapat diketahui bahwa terdapat beberapa nilai dan norma yang dilanjutkan dari masa dikeluarkannya prasasti-prasasti Kawali hingga masa ditulisnya naskah Sanghyang Siksa Kanda Ng Karesian. Nilai dan norma yang dilanjutkan di antaranya, anjuran untuk mengabdi pada raja, menjaga alam, berperilaku adil dan tidak berjudi.
Khairul Nizam Bin Zainal Badri
Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya, Volume 8, pp 67-86; https://doi.org/10.36424/jpsb.v8i1.287

Abstract:
The 16th century had shown that Western powers so vigorously expanded their influence in the East. Their main goal is to spread the mission of Christianization and reap wealth within the Malay world. Aceh is considered the main rival in the East because of its power as the strongest country in the Malay world and its position as a major center of trade routes. The reign of the 8th Sultan of Aceh, Sultan Alauddin Mansur Shah is regarded as a critical period for the Muslims in the East because at that time the Portuguese and the Spanish conspired to conquer the Muslim countries. The situation is causing Sultan Alauddin Mansur Shah to take steps to defend Islam and the sovereignty of the states in the Malay world. This study uses the qualitative method. The archival approach was chosen to examine the documents relevant to the scope discussed. In order for the study to be more structured, the aspect of historiography based on the sequence of events becomes a consideration. To ensure the accuracy of events within the reign of Sultan Alauddin Mansur Shah, the cross-reference technique of information is done. This technique is very important and relevant given that no thorough research has ever been conducted for the reign of Sultan Alauddin Mansur Shah with respect to the scope of the study. The result of the study indicates that Sultan Alauddin Mansur Shah emphasized the understanding of monotheism-Sufism among the community to develop the spirit of jihad against Western colonialists. Apart from that, he also implemented the constitution based on Islamic law. In order for the sovereignty of states in the Malay reserved, he has built good relations with other states of Pahang and Brunei in particular that each has a great influence within Malaya and Borneo.
Hasbi Marwahid
Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya, Volume 8, pp 105-134; https://doi.org/10.36424/jpsb.v8i1.309

Abstract:
Yogyakarta merupakan salah satu daerah tujuan wisata terkemuka di Indonesia. Hal ini karena dukungan dari pelbagai faktor seperti sejarah dan kebudayaannya. Pembangunan pariwisata di Yogyakarta sekarang tentu tidak lepas dari upaya-upaya awal pemerintah dalam mengembangkannya pasca kemerdekaan. Pembangunan pariwisata seiring dengan upaya pemerintah memulihkan perekonomian daerah yang rusak pasca perang. Artikel ini berfokus pada strategi dan upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah dalam membangun kembali pariwisata di Yogyakarta. Sumber yang digunakan meliputi arsip pemerintah, koran, dan majalah sezaman. Dengan menggunakan metode sejarah, hasil dari kajian ini menunjukan keterlibatan aktif dari pemerintah telah berhasil membangkitkan kembali pariwisata yang ada di Yogyakarta dengan adanya kebijakan, koordinasi, subsidi dan pendirian sebuah badan yang mengelola.
Gilang Hasbi Asshidiqi, Irma Agustiana
Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya, Volume 8, pp 87-104; https://doi.org/10.36424/jpsb.v8i1.290

Abstract:
Budaya merupakan hasil cipta, karya, dan karsa dari masyarakat yang menunjukkan identitas dari masyarakat yang membawanya. Budaya menjadi nilai tawar suatu kelompok, seperti suku Osing. Suku Osing menjadi objek perebutan dan taklukan yang digunakan untuk kepentingan kerajaan disekelilingnya seperti perluasan wilayah, mobilisasi kekuatan, ekonomi, bahkan pengaruh kultural. Salah satu kerajaan yang berupaya untuk menguasainya adalah Kesultanan Mataram. Kesultanan Mataram berupaya menanamkan budaya Jawa dan Islamisasi terhadap masyarakat Blambangan. Sehingga masyarakat Blambangan mengembangkan kebudayaan Osing untuk bertahan dan melawan pengaruh budaya Mataram. Penulisan artikel ini bertujuan untuk mengetahui sejarah perlawanan masyarakat Blambangan dan bagaimana mempertahankan diri dari dominasi budaya Mataram hingga tetap bertahan hingga saat ini. Penulisan artikel ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan menggunakan metode studi pustaka. Metode studi pustaka merupakan metode dengan menghimpun sumber kepustakaan. Melalui pencarian referensi mengenai permasalahan yang ditemukan berupa textbook, jurnal, artikel ilmiah, yang sesuai. Lalu di gunakan langkah-langkah penelitian sejarah meliputi, heuristik, verifikasi, interpretasi, dan historiografi. Sehingga dapat diketahui perlawanan budaya rakyat Blambangan melalui komunitas Osing berhasil dilakukan dalam menghadapi pengaruh Mataram dan pada akhirnya masyarakat Osing bertahan hingga saat ini sekalipun Islamisasi terjadi tetapi tetap memegang ajaran nenek moyang.
Leni Marpelina, Rahmat Fajar Asrofin
Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya, Volume 8, pp 45-66; https://doi.org/10.36424/jpsb.v8i1.282

Abstract:
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikanmuseum virtual yang saatini berkembang di Indonesia, baik berupa ruang perlombaan, ruang diskusi, ruangpertunjukan maupun wisata museum virtual. Metode penelitian yang digunakan adalah deskripsi kualitatif dengan pendekatan eksplorasi. Pengumpulan data menggunakan studi literatur dengan menelusuri berbagai laporan, publikasi jurnal, dan situs web. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pandemi covid telah mengakibatkan sebagian besar museum diseluruh dunia ditutup untuk sementara bahkan secara permanen. Penutupan museum tersebut berakibat pada penurunan jumlah pengunjung dan penutupan museum, kendala pada pemeliharaan museum, dan peningkatan layanan digital museum.Dampak lain adalah kerugian finansial secara besar-besaran pada periode covid 19.Agar tetap bertahan, maka hampir seluruh museum mempromosikan museum virtual.Museum virtual dalam segala bentuknya, telah membuka pintu bagi pengunjung yang dapat mengunjungi museum tanpa mengenal batas ruang dan waktu.
Ahmad Syahrir, Rifal Rifal, Abdul Rahman, Ahmadin Ahmadin
Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya, Volume 8, pp 1-22; https://doi.org/10.36424/jpsb.v8i1.214

Abstract:
Pekerjaan menjadi pedagang antar pulau sulit dilakukan oleh banyak orang, selain menggunakan modal yang besar, memiliki pula resiko yang besar. Berbeda halnya dengan pedagang tuju-tuju yang terletak di wilayah Pantai Timur Sulawesi, menjadikan pekerjaan ini menjadi tradisi dari sanak keluarga mereka. Demi mempertahankan penetrasi ekonomi maka diperlukan strategi dalam menjalin hubungan dengan para pedagang yang tidak pernah bertemu secara langsung, adapun strateginya yaitu, lempu (jujur), getteng (nilai keteguhan dan keyakinan) dan materru’ (berani). Inilah yang dipegang teguh para pedagang Tuju-tuju saat bertransaksi dengan pedagang dari Nusa Tenggara Timur dan sekitarnya. Artikel ini bertujuan mengungkap strategi ekonomi pedagang dari tradisi keluarga yang dimiliki, dengan metode kualitatif dengan tipe deskriptif.Teknik pengumpulan data diperoleh dengan penelitian lapangan yang mencakup observasi, dokumentasi dan wawancara.Bahwa strategi ekonomi yang berasal dari tradisi keluarga berupa jujur, keyakinan, dan keberanian, mampu membuat masyarakat yang bekerja sebagai pedagang menjadi sukses. Hal tersebut dapat diukur dari akumulasi modal, kepemilikan barang dan jasa, dan investasi kerja yang terus menaik.
Andri Nurjaman, Dadan Rusmana,
Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya, Volume 7, pp 227-250; https://doi.org/10.36424/jpsb.v7i2.258

Abstract:
Rumah adat merupakan peninggalan kebudayaan masyarakat tradisional yang harus dijaga keberadaannya sebagai cagar budaya oleh masyarakat yang hidup saat ini. Di Indonesia, terdapat banyak terdapat rumah yang ada hingga saat ini. Salah satunya adalah rumah adat yang berada di Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat yang dikenal Kampung Naga. Gaya arsitektur rumah adat di Kampung Naga tersebut adalah berupa rumah panggung seperti layaknya rumah tradisional masyarakat Sunda. Karena itu, gayanya yang unik, di sisi rumah adat di Kampung Naga ini juga memiliki filosofi dan nilai-nilai Islam di dalamnya. Tulisan ini bertujuan mengungkap filosofi dan nilai-nilai Islam dalam gaya bangunan rumah adat di Kampung Naga Tasikmalaya. Pengumpulan data dilakukan melalui pengamatan lapangan, wawancara, dan studi kepustakaan. Teknik analisis data yang digunakan adalah kondensasi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan (verifikasi). Hasil penelitian menunjukkan filosofi bangunan rumah adat Kampung Naga dengan bahan alami mencerminkan hubungan baik antara masyarakat adat Kampung Naga dengan alam. Tidak hanya itu, bangunan panggung yang mencerminkan kesederhanaan menunjukan kehidupan masyarakat Kampung Naga. Nilai-nilai Islam dalam bangunan rumah adat Kampung Naga dilihat dari struktur bangunan dan bentuk (model) rumah yang mengandung nilai-nilai hubungan yang harmonis antara manusia, alam dan Tuhan. Dalam Islam disebut dengan istilah habluminallah, habluminanas dan habluminalalam.
Dian Mahendra
Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya, Volume 7, pp 164-193; https://doi.org/10.36424/jpsb.v7i2.243

Abstract:
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pola pikir suku Sasak yang tercermin dalam leksikon-leksikon pertanian tradisional yang mereka gunakan. Pendekatan yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut adalah pendekatan etnolinguistik. Data berupa leksikon-leksikon tradisional suku Sasak diperoleh melalui studi pustaka dan wawancara. Dengan metode distribusional teknik bagi unsur langsung, data yang diperoleh diklasifikasikan berdasarkan satuan-satuan kebahasaan yang membentuknya. Setelah itu, data dianalisis dengan teori semantik leksikal, gramatikal, dan kultural. Hasil analis data menunjukkan bahwa aktivitas pertanian bagi suku Sasak tradisional tidak hanya dipandang sebagai mata pencaharian. Akan tetapi, mereka memandang aktivitas bertanam padi sebagai sesuatu yang sakral yang berhubungan dengan keharmonisan hubungan antara manusia dengan seluruh makhluk ciptaan Tuhan. Melalui leksikon-leksikonnya, suku Sasak mengajarkan kita tentang bagaimana manusia mengelola kebersamaan antar sesama makhluk ciptaan Tuhan untuk mencapai suatu tujuan. Selain itu, mereka juga mengajarkan kepada kita melalui mantra-mantra yang digunakan tentang bagaimana menjaga hubungan vertikal dengan Tuhan.
Khaerul Amri
Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya, Volume 7, pp 143-163; https://doi.org/10.36424/jpsb.v7i2.240

Abstract:
Penelitian ini akan membahas tentang Perubahan politik di wilayah Ooster Districten pada masa kekuasaan kolonial. Metode yang digunakan dalam kajian ini adalah metode sejarah, yang menjelaskan persoalan penelitian berdasarkan perspektif sejarah. Prosedurnya meliputi empat tahapan, yaitu pencarian dan pengumpulan sumber (heuristik), kritik sumber (seleksi data), interpretasi (penafsiran), dan penyajian atau penulisan sejarah (historiografi). Hasil kajian ini menunjukkan bahwa kolonialisme telah merubah wajah Tellu Limpoe. Sistem kerajaan serta wilayahnya diubah menjadi lebih modern ala Belanda yang kemudian diikuti dengan hilangnya kedudukan kaum pribumi. Keadaan ini berlangsung hingga berakhirnya kekuasaan Belanda di Sinjai.
Irfal Mujaffar
Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya, Volume 7, pp 194-226; https://doi.org/10.36424/jpsb.v7i2.255

Abstract:
Popularitas Garut sebagai tujuan utama pariwisata pada periode akhir kolonial menarik minat para pelaku usaha akomodasi untuk merintis usaha-usaha mereka di kawasan ini. Semenjak itu Garut berkembang menjadi salah satu episentrum persebaran hotel-hotel pegunungan (berghotel) yang menawarkan akomodasi bagi para wisatawan. Kondisi tersebut memicu terjadinya persaingan di antara mereka. Artikel ini berfokus pada strategi hotel-hotel pegunungan di Garut dalam menjaring lalu lintas wisatawan. Sumber yang digunakan adalah buku-buku, surat kabar, majalah, buku panduan wisata, dan catatan perjalanan sezaman. Dengan menggunakan metode sejarah, hasil dari kajian ini menunjukan bahwa dalam menyiasati tekanan persaingan untuk mendapatkan wisatawan, hotel-hotel pegunungan di Garut menempuh berbagai strategi melalui pengembangan inovasi dan bentuk-bentuk kolaborasi.
Ayu Wulandari
Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya, Volume 7, pp 251-280; https://doi.org/10.36424/jpsb.v7i2.273

Abstract:
Pelaksanaan Konferensi Asia Afrika (KAA) pada 1955 di Bandung memiliki dampak yang sangat luas. Bagi Indonesia, KAA memberikan warisan posisi yang terhormat dalam diplomasi pascakolonial, khususnya di Asia dan Afrika atau “Dunia Ketiga”. Namun demikian, dampak konferensi ini tidak hanya dirasakan oleh Indonesia secara umum. Konferensi ini juga mengubah citra Bandung yang merupakan kota penyelenggaraan konferensi. Oleh karena itu, kajian ini membahas kondisi Kota Bandung dan masyarakatnya pasca-KAA. Kajian ini disusun menggunakan metode sejarah yang memanfaatkan arsip, majalah, dan surat kabar sebagai sumber primer. Hasil kajian ini menunjukkan bahwa pasca-KAA, Bandung bertransformasi menjadi “Kota Konferensi Internasional”, diikuti oleh pembangunan dan terbentuknya citra Bandung sebagai kota politik global sehingga kota ini juga menjadi ruang terkoneksinya aktor politik global. Ironisnya, prestasi dan modernitas ini justru diikuti oleh perubahan sosial yang menunjukkan sisi lain Kota Bandung. Berbagai masalah sosial dan ekonomi meluas di kota ini mulai dari kemiskinan hingga degradasi moral.
Joshua Jolly Sucanta Cakranegara
Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya, Volume 7, pp 281-311; https://doi.org/10.36424/jpsb.v7i2.274

Abstract:
Artikel ini bertujuan mengkaji upaya pencegahan dan pengendalian penyakit demam berdarah dengue (DBD) di Indonesia pada awal abad ke-21 (2004-2019) beserta dampaknya. Hal ini menjadi penting sebab DBD dinilai sebagai salah satu ancaman ketika Indonesia sedang melawan pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Selain itu, DBD menjadi salah satu penyakit yang telah berada dalam sejarah panjang Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian sejarah dengan pendekatan sejarah kesehatan masyarakat. Sumber-sumber yang digunakan adalah sumber primer berupa surat kabar dan publikasi resmi pemerintah serta sumber sekunder berupa literatur terkait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa status DBD yang telah ditetapkan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) pada 2004 menyebabkan perhatian pemerintah atas DBD makin besar. Pemerintah menetapkan kebijakan kesehatan yang meliputi upaya pencegahan dan pengendalian dengan melibatkan kolaborasi lintas sektor. Meskipun demikian, dampak atas upaya ini adalah jumlah kasus DBD bergerak secara fluktuatif selama lima belas tahun, bahkan meningkat tajam pada 2019.
Khairul Nizam Bin Zainal Badri
Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya, Volume 7, pp 190-142; https://doi.org/10.36424/jpsb.v7i1.256

Abstract:
Aceh is regarded as the strongest ally of the Ottomans in the east, in the 16th century and 17th century AD. At that time, the two governments exchanged gifts with each other, and benefited together; whether in the form of trade, or in the form of technology and the military. The historical record notes that Aceh started making official relations with the Ottomans during the reign of Sultan Salahuddin, which is the 2nd in the Sultanate of Aceh. Yet to be studied in this paper is that the establishment of diplomatic relations between Aceh and Turkey during the reign of Sultan Alauddin Mansur Shah. Remarkably, Sultan Alauddin Mansur Shah hailed from Perak, but was crowned the 8th Ruler of Aceh. This qualitative study uses the library approach entirely to highlight the role and contribution of Sultan Alauddin Mansur Shah in efforts to strengthen cooperation between Aceh and Turkey. With the help of the Ottomans, he launched an attack on the Portuguese in Melaka. Aceh’s strength even feared by the Portuguese authorities in Goa, India, forcing them to seek assistance from Lisbon. In conclusion, Sultan Alaudin Mansur Shah not only gained recognition from the Ottoman government but also succeeded in upholding the greatness of Islam; when reviving the trade routes of Muslims and looking after the welfare of Muslims in the archipelago.
Syaifullah Syaifullah, Eqlima Dwiana Safitri
Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya, Volume 7, pp 31-50; https://doi.org/10.36424/jpsb.v7i1.212

Abstract:
Wali limbung merupakan tokoh agama yang populer di Jawa Tengah, khususnya di daerah Temanggung. Meskipun beliau lahir beberapa abad yang silam, jejaknya masih terasa bahkan di era digital sekarang. Tulisan ini memaparkan historisitas jejak langkah wali limbung dan tradisi Jum’at pahing. Kajian ini menerapkan teori fungsionalisme Bronislow Malinowski. Teori ini menyatakan bahwa setiap unsur kebudayaan memiliki fungsi bagi masyarakat setempat. Data dikumpulkan melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Hasil penelitian ini berisi paparan tentang sejarah Wali Limbung, latar belakang dan tujuan tradisi Jum’at pahing. Latar belakang sejarahnya adalah peresmian penggunaan Masjid Jami’ yang didirikan oleh Wali Limbung bertepatan dengan hari Jum’at pahing. Tujuan tradisi Jum’at pahing adalah memperoleh barokah dan keteguhan hidup.
Adi Putra Surya Wardhana, Fiqih Aisyatul Farokhah
Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya, Volume 7, pp 1-30; https://doi.org/10.36424/jpsb.v7i1.211

Abstract:
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dampak pageblug Covid-19 terhadap tradisi Suran pada masa Adaptasi kebiasaan baru. Suran berasal dari kata Sura, yaitu bulan pertama dalam sistem penanggalan yang dibuat oleh Sultan Agung. Suran adalah tradisi perayaan pergantian tahun Jawa. Namun, perayaan ini terganggu dengan datangnya pageblug Covid-19. Ada beberapa permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. Pertama, penelitian membahas mengenai asal usul Sura dalam sistem penanggalan Jawa yang dikeramatkan oleh orang Jawa. Kedua, penelitian membahas bentuk tradisi Suran di lingkungan pusat kekuasaan Jawa dan beberapa daerah pedalaman. Ketiga, penelitian membahas tentang dampak Covid-19 terhadap perubahan tradisi Suran di Jawa khususnya pusat kebudayaan Jawa, yaitu istana. Penelitian ini menggunakan metode analisis data kualitatif. Studi kepustakaan digunakan untuk mengumpulkan data tentang pelaksanaan Suran pada masa adaptasi kebiasaan baru. Tradisi Suran di pusat kebudayaan Jawa mengalami perubahan karena harus mematuhi kebijakan pemerintah dan protokol kesehatan. Tradisi Suran di beberapa daerah juga dilaksanakan sesuai protokol kesehatan. Namun demikian, makna tradisi Suran tidak mengalami perubahan, yaitu laku prihatin dan mawas diri demi memperoleh keselamatan.
Leni Marpelina
Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya, Volume 7, pp 99-119; https://doi.org/10.36424/jpsb.v7i1.236

Abstract:
Refleksi kritis merupakan "proses pembuatan makna" yang membantu kita menetapkan analisis, menggunakan historical value di masa lalu untuk menginformasikan tindakan di masa depan dan mempertimbangkan implikasi nyata dari pemikiran. Tulisan ini menggunakan refleksi kritis perjuangan Martha Christina Tiahahu sebagai upaya untuk mendapatkan kembali nilai imajinasi nasionalisme saat itu. Pendekatan refleksi kritis bertujuan untuk mengeksplorasi nilai nasionalisme yang muncul pada saat Martha Christina Tiahahu berjuang melawan penjajah. Imajinasi tentang sosok Martha Christina Tiahahu diharapkan menjadi nilai yang utuh dalam konteks perjuangan kontemporer. Karenanya refleksi kritis itu dibutuhkan dalam upaya memupuk imajinasi historis dalam segala kepentingan, tentunya dalam hal ini adalah konteks nilai nasionalisme yang pernah muncul pada masa perjuangan Martha Christina Tiahahu yang secara nilai dibutuhkan dalam masalah Agraria. Harapanya dapat memberikan kecapaian imajinasi nilai perjuangan Martha Christina Tiahahu soal nasionalisme masa lalu dan berharap menjadi pijakan inspirasi bagi masalah-masalah kemanusiaan dibidang budaya agraria kontemporer.
Joshua Jolly Sucanta Cakranegara
Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya, Volume 7, pp 51-73; https://doi.org/10.36424/jpsb.v7i1.217

Abstract:
Artikel ini bertujuan membahas citra ibu kota Palembang dalam historiografi Barat pada abad ke-19. Hal ini dilatarbelakangi oleh berbagai faktor, seperti kejayaan Sriwijaya di masa lampau serta kehidupan masyarakatnya di tepi Sungai Musi yang menjadi daya tarik orang Barat sejak meningkatnya hegemoni Barat di Nusantara pada abad ke-17 dan abad ke-18. Artikel ini menggunakan metode penelitian sejarah dengan menganalisis berbagai historiografi oleh para penulis dan pengelana Barat sebagai sumber primer. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah penaklukan Kesultanan Palembang, ibu kota Palembang mengalami proses konstruksi citra simbolik yang tidak terlepas dari romantisme Barat. Semboyan “Venesia dari Timur” pun menjadi representasi atas kompleksitas kehidupan masyarakat dan bentang alam ibu kota Palembang sekaligus identitas sosial-budaya ala Barat yang melekat atas ibu kota Palembang pada periode selanjutnya, yang tidak terlepas dari periode krusial pada abad ke-19.
Ayu Wulandari
Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya, Volume 7, pp 74-98; https://doi.org/10.36424/jpsb.v7i1.230

Abstract:
Konferensi Asia Afrika (KAA) 1955 meninggalkan banyak warisan yang terwujud dalam solidaritas Asia Afrika. Salah satu bentuk dari solidaritas tersebut ialah pelaksanaan Konferensi Wartawan Asia Afrika (KWAA) pada 1963 yang menunjukkan solidaritas jurnalis dalam dua kawasan untuk memperkuat semangat dekolonisasi demi melawan kolonialisme dan imperialisme. Penyelenggaraan KWAA meninggalkan banyak kesan yang menarik, salah satunya adalah keterlibatan delegasi perempuan. Sayangnya, kehadiran delegasi perempuan dalam KWAA belum banyak mendapat perhatian dari para akademisi. Oleh karena itu, kajian ini membahas delegasi perempuan dalam KWAA dan suara mereka mengenai gagasan semangat dekolonisasi. Kajian ini bertujuan untuk menghadirkan peran perempuan dalam penulisan sejarah diplomasi pascakolonial di Asia Afrika, sehingga penulisan sejarah diplomasi menjadi lebih androgynous. Kajian ini dilakukan dengan metode sejarah, yang hasilnya menunjukkan bahwa beberapa delegasi perempuan yang hadir dalam KWAA adalah “buronan” negara-negara kolonial. Melalui KWAA, mereka menyuarakan pentingnya peran jurnalis dalam mendukung dekolonisasi untuk menghapuskan kolonialisme dan imperialisme di Asia dan Afrika.
Erry Nurdianzah
Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya, Volume 6, pp 297-318; https://doi.org/10.36424/jpsb.v6i2.200

Abstract:
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan akulturasi budaya dalam dakwah Sultan Hadirin pada masa penyebaran Islam Sunan Kudus. Untuk mencapai tujuan tersebut, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif dengan mendeskripsikan proses akulturasi budaya dalam dakwah Sultan Hadirin di Desa Loram Kulon. Hasil penelitian menunjukan bahwa Akulturasi budaya dalam dakwah Sultan Hadirin menempatkan budaya masyarakat Loram Kulon yang masyarakatnya beragama Hindu sebagai entitas yang menerima budaya Islam sebagai budaya baru dalam sistem sosial budaya masyarakat. Akulturasi budaya dalam dakwah Sultah Hadirin terdapat dalam dua bentuk, yaitu dalam bentuk visual dan ritual. Bangunan Gapura Masjid Wali merupakan wujud visual akulturasi antara Agama Hindu dan Islam dalam dakwah Sultan Hadirin, sebab bangunan Gapura menyerupai pura serta berdiri di depan Masjid Wali. Akulturasi budaya dalam bentuk ajaran teraktualisasikan dalam ritual kepelan, nganten mubeng gapuro, serta ampyang maulid.
Ismail Syawal
Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya, Volume 6, pp 171-193; https://doi.org/10.36424/jpsb.v6i2.185

Abstract:
Tulisan ini mengulas tentang beberapa peristiwa yang terjadi di daerah Vorstenlanden di Sulawesi Tengah. Penelitian ini menggunakan metode sejarah melalui empat tahapan, yakni: 1) heuristik, 2) kritik sumber, 3) interpretasi, dan 4) historiografi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa di Sulawesi Tengah pada awal abad XX muncul perlawanan-perlawanan lokal, salah satunya perlawanan Towoalangi terhadap Belanda hingga penandatanganan nota perjanjian pendek (korte verklaring) di Kulawi. Towoalangi merupakan seorang Raja sekaligus sebagai simbol perlawanan masyarakat Kulawi terhadap kolonialisme Belanda awal abad XX. Perang ini adalah salah satu historiografi konflik antara pemerintah kolonial Belanda dengan rakyat Kulawi. Oleh karena itu, peristiwa tersebut tidak dapat dipisahkan dari proses perjalanan sejarah Sulawesi Tengah.
M Rawa El Amady
Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya, Volume 6, pp 145-170; https://doi.org/10.36424/jpsb.v6i2.181

Abstract:
Kajian ini membahas tentang kearifan lokal pada budi daya pertanian di lima desa gambut di Riau. Di Indonesia terdapat 10,8% kawasan gambut dari luas daratan di Indonesia. Masyarakat sudah hidup di kawasan gambut sejak abad ke 3 masehi dan desa gambut di Riau sudah ada sejak abas ke 19. Dapat dipastikan bahwa kearifan lokal sudah menjadi tatanan nilai di masyarakat di kawasan gambut Indonesia, termasuk di Riau. Kajian ini merupakan kajian kualitatif dengan mengacu pada penelitian rapid etnografi, data diperoleh dengan observasi cepat, wawancara mendalam, diskusi grup terfokus dan studi perspustakaan. Informan diperoleh dari kepala desa dan tokoh masyarakat melalaui snow ball. Penelitian dilakukan di lima desa gambut di Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Siak, Kabupaten Kepulauan Meranti dan Kabupaten Indragiri Hilir. Data dianalisis secara diskriptif menggunakan pendekatan konstruktif melalui tahapan dan kecenderungan pola data dan berdiskusi pada teori. Kajian ini melaporkan bahwa kearifan lokal di lima desa gambut berasal dari tanah mineral hulu sungai dan budaya maritim tanah aluvial, yang kemudian membentuk kearifan lokal di desa-desa tersebut;. Masyarakat tidak mengelola gambut dalam atau hanya mengelola gambut dengan kedalaman satu meter; Mata pencaharian masyarakat berbasis pencarahairan jangka panjang dan harian dengan beragam kegiatan dan komuditas misalnya sagu, kelapa, nanas, melon dan cabe, Pengelolaan kesuburan berbasis pada jenis komuditas, dan kanal dangkal; serta terdapat institusi ekonomi toke sebagai pembeli hasil pertanian masyarakat dan penyedia hutang.
Sabinus Beni
Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya, Volume 6, pp 221-247; https://doi.org/10.36424/jpsb.v6i2.192

Abstract:
Penelitian dilakukan di Dusun Jambu Desa Semirau Kecamatan Jangkang Kabupaten Sanggau dengan pendekatan kualitatif yang dilakukan melalui terjun langsung ke lapangan untuk melakukan wawancara dengan tetua adat setempat. Penelitian dilakukan untuk menggambarkan secara jelas siklus tahunan budaya Dayak Djongkakng, dimana kondisi saat ini para generasi muda sudah mulai melupakan tahapan siklus tersebut dan cenderung berfokus pada acara gawai sebagai bagian yang sangat ditunggu untuk berpesta. Siklus ini dimulai dari pemilihan lahan pertanian hingga sampai pada masa panen dan dilakukannya acara gawai sebagai ucapan syukur kepada Tuhan. Berdasarkan hasil wawancara, banyak generasi muda yang tidak mengetahui siklus tahunan budaya Dayak Djongkakng selama satu tahun dikarenakan: pengaruh perkembangan zaman yakni televisi, smartphone, media sosial dan tidak adanya kurikulum pendidikan muatan lokal terkait adat dan budaya lokal serta kesadaran generasi muda dalam keingintahuannya akan tradisi adat dan budaya.
Ayu Wulandari
Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya, Volume 6, pp 319-342; https://doi.org/10.36424/jpsb.v6i2.204

Abstract:
Diplomasi kebudayaan merupakan salah satu agenda diplomasi yang kini digalakkan oleh Kementrian Luar Negeri Indonesia. Jika ditelaah lebih jauh, diplomasi kebudayaan telah dilakukan sejak awal Indonesia merdeka. Dalam upaya diplomasi kebudayaan tersebut, kaum perempuan menjadi aktor penting yang tidak bisa diabaikan. Sayangnya, keberadaan perempuan dalam penulisan sejarah diplomasi kebudayaan secara khusus dan sejarah diplomasi secara umum masih mengalami pengeksklusian. Kajian ini membahas keterlibatan dan peran perempuan dalam diplomasi kebudayaan Indonesia sejak 1945 sampai 1960an. Kajian ini bertujuan untuk menghadirkan peran perempuan dalam penulisan sejarah diplomasi kebudayaan, sehingga penulisan sejarah diplomasi kebudayaan menjadi lebih androgynous. Kajian ini dilakukan dengan metode sejarah, yang hasilnya menunjukkan bahwa selama kurun waktu 1945-1960an, banyak perempuan Indonesia yang terlibat dalam diplomasi kebudayaan. Hasil kajian ini menunjukkan bahwa sepanjang periode tersebut kaum perempuan menjadi ujung tombak dalam pelaksanaan diplomasi kebudayaan Indonesia. Apalagi, diplomasi kebudayaan pada saat yang sama merupakan salah satu pendukung keberhasilan diplomasi politik yang menjadi fokus kebijakan Soekarno.
Efrianto Efrianto
Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya, Volume 6, pp 248-269; https://doi.org/10.36424/jpsb.v6i2.198

Abstract:
Nanggalo merupakan nama kecamatan di Kota Padang, kawasan ini memiliki sejarah yang menarik untuk diungkapkan baik dalam konteks budaya maupun sejarah. Nanggalo pada awalnya adalah nama nagari di Kabupaten Padang Pariaman, pada tahun 1978 bergabung ke dalam Kota Padang dan tahun 1980 berubah status menjadi kecamatan. Perubahan status Nanggalo dari nagari ke kecamatan membawa perubahan dalam kehidupan masyarakat di Nanggalo. Tulisan ini menggambarkan sejauh mana perubahan yang terjadi di Nanggalo dalam kurun waktu 1978-2010, pasca berubah status dari nagari ke kecamatan. Untuk menjawab tujuan penulisan diawali dengan heuristik, kritik sumber, interpretasi diakhiri dengan historiografi. Heuristik dilakukan dengan cara studi pustaka dan wawancara, setelah itu dilanjutkan kritik sumber, interpretasi dan historiografi. Hasil penelitian menjelaskan bahwa perubahan terbesar yang terjadi di Nanggalo terjadi pada sosok pemimpin dalam masyarakat, ketika bernagari pemimpin merupakan hasil kesepakatan masyarakat, sekarang berganti dengan pejabat yang ditugaskan ke Nanggalo. Aspek lain adalah tanah yang dulu dominan tanah kaum sekarang, berubah menjadi tanah pribadi.
Ni Made Ayu Erna Tanu Ria Sari
Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya, Volume 6, pp 270-296; https://doi.org/10.36424/jpsb.v6i2.199

Abstract:
Aktivitas keagamaan masyarakat Bali senantiasa berhubungan dengan seni tari Bali memiliki banyak jenis tari-tarian. Tari barong banyak dijumpai di Bali dengan beberapa jenisnya, salah satunya Barong Landung yang merupakan perwujudan manusia atau raksasa. Inilah kemudian oleh masyarakat Bali dimaknai sebagai suatu kekuatan yang diyakini memberikan keselamatan. Permasalahan penelitian difokuskan pada sejarah munculnya Barong Landung, Barong Landung sebagai simbol keterkaitan Pura Dalem Balingkang dengan Barong Landung. Penelitian menggunakan metode kualitatif dengan analisis pada data wawancara, observasi, dan data sekunder. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa Barong Landung adalah perwujudan dari sang Maha Pencipta itu sendiri, yang oleh undagi di masa lalu tentu diwujudkan sesuai dengan keadaan zamannya ketika itu, yakni ketika sedang hangat-hangatnya perkawinan antarbudaya Cina dan Bali. Pesona tarian ini umumnya hanya bisa dinikmati pada momen-momen khusus seperti hari besar keagamaan di Bali biasa disebut Piodalan yang dilangsungkan di pura-pura tertentu.
Hot Marangkup Tumpal Sianipar, Abednego Andhana Prakosajaya, Ayu Nur Widiyastuti
Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya, Volume 6, pp 194-220; https://doi.org/10.36424/jpsb.v6i2.186

Abstract:
Praktik perdukunan banyak digunakan untuk berbagai macam kepentingan. Salah satunya ialah penggunaan santet (ilmu magis) dari seorang dukun. Ini dinilai sebagai tindakan yang merugikan dan membahayakan masyarakat. Praktik perdukunan memang sudah mengakar di Nusantara seperti terlihat pada prasasti-prasasti peninggalan Kedatuan Sriwijaya. Penelitian ini mengambil objek penelitian tiga prasasti peninggalan Kedatuan Sriwijaya, yakni prasasti Kota Kapur, Palas Pasemah, dan Telaga Batu. Penelitian ini bertujuan untuk membahas bentuk praktik dan sifat perdukunan dalam tiga prasasti peninggalan Kedatuan Sriwijaya. Penelitian yang termasuk ke dalam ranah kajian ilmu epigrafi ini menggunakan penalaran induktif. Metode penelitian yang bersifat deskriptif kualitatif. Penelitian terhadap tiga prasasti berangka tahun abad 6-7 M ini menunjukkan bahwa isi tiga prasasti ini mengandung kalimat-kalimat yang mengindikasikan adanya praktik perdukunan. Praktiknya adalah mencelakakan dan merugikan seseorang. Praktik ini beraliran hitam dan bersifat negatif sehingga dilarang oleh pemerintah Kedatuan Sriwijaya. Pelakunya akan mendapatkan kutukan dari raja sebagai hukuman.
Syaifullah Syaifullah
Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya, Volume 6, pp 78-98; https://doi.org/10.36424/jpsb.v6i1.162

Abstract:
Majalah Alo Indonesia merupakan majalah berbahasa Arab yang memuat banyak informasi keanekaragaman budaya Indonesia. Sebagai majalah berbahasa Arab banyak ditemukan kosa kata yang tidak ada padanannya dalam bahasa Arab sehingga diperlukan adanyata’rib (arabisasi). Metode yang digunakan adalah library research dengan menganalisis dan mengelompokkan data-data primer. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan pendekatan morfologis yaitu memfokuskan kepada istilah-istilah budaya dalam majalah Alo Indonesia dengan memperhatikan masuknya unsur-unsur bahasa Asing ke dalam bahasa Arab dan mengganti lafaz-lafaz asing yang paling dekat dengan lafaz Arab. Hasil penelitian meliputi ketentuandan inkonsistensi ta’rib istilah-istilah budaya dan sumbangsih ketentuan ta’rib majalah Alo Indonesia.
Dedi Arman
Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya, Volume 6, pp 99-119; https://doi.org/10.36424/jpsb.v6i1.163

Abstract:
Tari merawai merupakan tarian yang hampir punah milik Orang Laut yang ada di Pulau Lipan, Desa Penuba, Kecamatan Selayar, Kabupaten Lingga. Tarian ini seakan hilang di Pulau Lipan dan baru kembali ditampilkan tahun 2018 lalu. Fokus tulisan ini dua hal, yakni perkembangan tari merawai di Pulau Lipan, Lingga dan faktor-faktor yang menyebabkan tari merawai terancam punah. Penelitian ini adalah penelitian sejarah. Teknik pengumpulan data adalah studi pustaka, observasi dan wawancara. Temuan tulisan ini menunjukkan tarian merawai berasal dari Pulau Lipan dan tidak ditemukan di daerah lainnya di Kabupaten Lingga. Pada periode tahun 1950-an sampai periode tahun 1990-an, tari merawai sering ditampilkan Orang Laut dalam acara keramaian. Setelah era reformasi, tari merawai makin jarang ditampilkan Orang Laut. Dalam perkembangannya, tari merawai ditampilkan sanggar-sanggar seni yang ada di Kabupaten Lingga dalam event kesenian, tetapi personilnya bukan Orang Laut. Tari merawai yang ditampikan juga sudah tari kreasi. Sejumlah pelaku tari merawai di Pulau Lipan masih ada namun pewarisan tari merawai juga tidak berjalan. Generasi muda Orang Laut lebih tertarik dengan kesenian modern.
Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya, Volume 6, pp 1-32; https://doi.org/10.36424/jpsb.v6i1.150

Abstract:
Kajian ini bertujuan untuk mengungkapkan dan menjelaskan tentang kearifan lokal pembuatan kapal bagan di Nagari Sungai Nyalo Mudiak Aia 1980-2017. Untuk mencapai tujuan tersebut digunakan metode penelitian sejarah yang terdiri dari empat tahap: heuristik, kritik, sintesis dan penyajian hasil dalam bentuk tulisan. Hasil kajian menunjukkan bahwa masyarakat Nagari Sungai Nyalo Mudiak Aia berkerja sebagai nelayan dan pembuat kapal bagan. Tradisi pembuatan kapal bagan masih bertahan di tengah-tengah gencarnya gelombang arus promosi pariwisata di kawasan Sungai Nyalo dan sekitarnya. Tradisi membuat kapal bagan masih diwarisi dari generasi ke generasi. Walaupun kemampuan membuat kapal bagan yang dimiliki para tukang tidak diperoleh melalui pendidikan formal, namun hasil buatan tukang Sungai Nyalo Mudiak Aia sudah memenuhi syarat pokok dalam pembuatan kapal bagan seperti keapungan, kekuatan, dan stabilitas. Ada unsur kearifan lokal dalam mengkonstruksi bodi kapal, contohnya bodi kapal dibuat sedikit lebih lebar kebelakang atau lancip ke depan agar kapal tersebut kuat dan lebih tahan ombak. Kearifan lokal yang diajarkan tukang pada generasi muda bukan hanya tentang teknik membuat bodi kapal yang bagus, akan tetapi juga bagaimana cara memilih dan memperlakukan kayu dengan baik, mengerjakannya, hingga meluncurkan kapal ke laut.
Harmonedi Harmonedi
Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya, Volume 6, pp 33-54; https://doi.org/10.36424/jpsb.v6i1.154

Abstract:
Perguruan Thawalib Padang Panjang has contributed greatly to the nation. The history of its establishment cannot be separated from Surau Jembatan Besi. To uncover this problem the authors conducted research under the title " Perguruan Thawalib Padang Panjang in the Perspective of Educational History 1912-1926". This research aims at revealing the history of Perguruan Thawalib Padang Panjang, and its work in education. it is qualitative research through library studies. After conducting research, it was revealed that Surau Jembatan Besi, is used to implement the traditional education system, turned into Thawalib Padang Panjang, It implements a modern education system. The modernization of education is motivated by the demands of the people who need a noble, intelligent, critical, skilled generation. The renewal efforts carried out is to encourage the students with critical thinking, independent in opinion and skilled the organization, implementing classical system education, establishing teacher handbooks, and developing curriculum. The main figure in the modernization of education in Thawalib Padang Panjang is Sheikh Abdul Karim Amrullah, a charismatic cleric who has been in touch with modernization movements in the Middle East.
Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya, Volume 6, pp 120-144; https://doi.org/10.36424/jpsb.v6i1.167

Abstract:
Penggambaran kedekatan kucing terdapat dalam berbagai folklor di berbagai belahan dunia. Pada masyarakat Sunda, kedekatan tersebut direpresentasikan dalam folklor lisan Nini Anteh dan permainan tradisional anak. Namun, kajian mendalam tentang keterkaitan keberadaan kucing dalam folklor lisan cerita rakyat Nini Anteh dan permainan tradisional anak belum pernah dilakukan. Oleh sebab itu, tujuan kajian ini adalah mengungkap representasi kucing dalam foklor lisan tersebut. Adapun metode penelitian adalah deskriptif-kualitatif dengan pengambilan data melalui studi pustaka serta wawancara mendalam pada informan yang dianggap memiliki enkulturasi penuh. Data yang telah diperoleh kemudian dianalisis meliputi alur, makna, dan fungsinya. Hasil dari analisa tersebut diperoleh bahwa kata kucing dalam permainan tradisional anak merepresentasikan identitas budaya lokal dan kolektif bagi masyarakat Sunda serta media pendidikan bagi anak. Sedangkan kucing dalam cerita rakyat Nini Anteh dipandang sebagai subjek yang penting sebagai representasi dari domestikasi Nini Anteh yang menempatkan perempuan sebagai subordinat dari laki-laki dan menimbulkan ketimpangan sosial berbasis identitas gender.
Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya, Volume 6, pp 55-77; https://doi.org/10.36424/jpsb.v6i1.158

Abstract:
Salah satu manuskrip yang banyak menjadi pusat perhatian para peneliti/pengkaji adalah surat kerajaan/kesultanan, selain karena surat merupakan manuskrip terawal yang dihasilkan oleh masyarakat masa lalu juga dikarenakan surat memiliki struktur tetentu dalam penulisannya. Banyak peneliti/pengkaji yang pernah menjadikan surat sebagai objek penelitian/pengkjiannya seperti halnya Gallop membahas tentang struktur surat menyurat di dunia Melayu mulai dari reka bentuk dan hiasan sampai dengan adat penggiring surat. Oleh karena itu, penulis tertarik dengan hal ini untuk melihat tradisi yang diterapkan oleh pihak Kesultanan Indrapura dalam surat menyurat khususnya dalam mengirim surat ke para depati di Kerinci. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yang bertujuan untuk mengumpulkan data, menganalisis data dan perumusan. Sedangkan untuk memahami isi naskah surat, pemaknaan terhadap teks dan konten naskah menggunakan pendekatan filologi dan kodikologi. Dari naskah surat keterangan Marah Muhammad Baki gelar Tunku Sultan Firmansyah kepada Kyai Depati Empat Pemangku Lima Nan Selapan Helai Kain di dalam Alam Kerinci pada tanggal 29 Mei 1888 M, dapat diketahui tradisi surat menyurat baik struktur surat maupun adat laluan dari surat tersebut. Hal yang menarik dari tradisi tersebut adalah waktu rentang waktu pembacaan surat dari waktu surat tersebut sampai sangat lama sekali hingga sekitar tiga hari tiga malam, karena harus mengumpulkan seluruh depati di Alam Kerinci yang sesuai dengan adat purbakala.
Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya, Volume 5, pp 257-275; https://doi.org/10.36424/jpsb.v5i2.142

Abstract:
Penelitian ini membahas tentang keberadaan Makam Syekh Yusuf atau di kenal juga dengan Tuanta Salamaka di Lakiung Kelurahan Katangka Kabupaten Gowa yang sampai saat ini masih dapat dijumpai dan dikaitkan dengan kegiatan pariwisata, tanggapan-tanggapan dari kalangan masyarakat tentang keberadaan Makam Syekh Yusuf manakala dijadikan sebagai objek wisata budaya, serta apa pengaruhnya bagi masyarakat sekitar makam. Dimana penelitian ini di lakukan pada salah satu daerah yaitu di Kelurahan Katangka Kecamatan Sombaopu Kabupaten Gowa. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan tipe deskriptif. Teknik pengumpulan data diperoleh dengan penelitian lapangan yang mencakup observasi, dokumentasi dan wawancara, Adapun teknik analisis data yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Kata Kunci : Makam, Syekh Yusuf, Budaya dan Pariwisata
Rissari Yayuk
Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya, Volume 5, pp 150-171; https://doi.org/10.36424/jpsb.v5i2.34

Abstract:
AbstrakAbstrak. Semua masyarakat Dayak merupakan rumpun Austronesia. Perlu dibuktikan adanya pewarisan yang ditinggalkan oleh Proto Austronesia ini. Tujuan penelitian mendeskripsikan wujud jejak budaya penutur Austronesia pada masyarakat Dayak Meratus, Kecamatan Hampang, Kabupaten Kotabaru. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Berdasarkan hasil penelitianmembuktikan akan adanya pewarisan kehidupan sosial budaya dan bahasa. Kehidupan sosial budaya masyarakat Dayak Meratus Kecamatan Hampang memiliki kemiripan bentuk maupun konsep dengan Austronesia, meliputi peralatan hidup, hunian, pemenuhan kebutuhan hidup, pakaian asesoris, dan kepercayaan. Sementara itu, dari perbandingan kosakata kedua penutur menggambarkan adanya hubungan kekerabatan yang diwariskan sebesar 48%. Atau dengan kata lain bahasa Dayak Meratus Kecamatan Hampang, Provinsi Kalimantan Selatan berada dalam kategori keluarga bahasa dengan Proto Austronesia. Kesimpulan wujud jejak penutur Autronesia masa silam pada masyarakat Dayak Meratus Kecamatan Hampang ini dibuktikan dengan unsur nonlinguistik dan linguistik.
Page of 2
Articles per Page
by
Show export options
  Select all
Back to Top Top