Refine Search

New Search

Results in Tata Kota Dan Daerah: 57

(searched for: container_group_id:(103144))
Page of 2
Articles per Page
by
Show export options
  Select all
Nabilla Dina Adharina, Triagung Aulia
Published: 31 December 2022
Tata Kota Dan Daerah, Volume 14; https://doi.org/10.21776/ub.takoda.2022.014.02.7

Abstract:
Kota Bandung merupakan kota terbesar ke tiga di Indonesia. Pesatnya pembangunan menyebabkan tingginya kompetisi antara kebutuhan ruang untuk produktivitas dan ruang hijau yang memiliki peran dalam memberikan jasa ekosistem. Penyediaan RTH pada suatu kota telah ditetapkan oleh peraturan yang mana diturunkan ke dalam rencana tata ruang, yaitu 30% dari luas wilayah. Meskipun begitu, agar RTH mampu secara maksimal berperan memberikan jasa ekosistem dan berkontribusi dalam mewujudkan kota berkelanjutan, kuantitas RTH bukanlah hal utama. Terbentuknya jejaring ekologi RTH kini telah menjadi indikator penting dalam pengembangan RTH. Konsep ini menekankan terbentuknya jejaring dari keterkaitan satu RTH dengan RTH lainnya yang terhubung melalui jalur hijau. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini akan mengidentifikasi seberapa jauh jejaring ekologi RTH di Kota Bandung sudah terbentuk. Hasil analisis menunjukkan bahwa jejaring ekologi RTH belum terbentuk di Kota Bandung, analisis spasial menunjukkan hanya 13% RTH yang sudah terhubung. Hasil dari penelitian ini menekankan bahwa dalam penyediaan RTH tidak cukup hanya dengan melihat distribusi RTH secara kuantitas saja. Bagaimana satu RTH dan RTH lainnya terhubung dengan baik melalui jalur hijau seharusnya menjadi arahan kebijakan yang perlu ditekankan dalam penataan ruang perkotaan agar RTH dapat berperan maksimal dalam mewujudkan kota berkelanjutan. Kata Kunci : Bandung, jejaring ekologi, kota berkelanjutan, ruang terbuka hijau.
Fauzul Rizal Sutikno
Published: 31 December 2022
Tata Kota Dan Daerah, Volume 14, pp 97 – 106-97 – 106; https://doi.org/10.21776/ub.takoda.2022.014.02.6

Abstract:
Di perkotaan Indonesia, banyak permukiman informal dibangun di atas tanah negara sehingga menjadikannya ilegal dan rawan penggusuran. Namun, karena kurangnya sumberdaya untuk melakukan proses penggusuran atau karena kepentingan politik para pengambil keputusan kota, pemerintah secara informal mengizinkan adanya permukiman informal tersebut. Interaksi politik dalam birokrasi perkotaan di Indonesia menimbulkan ketidakpastian bagaimana regulasi diimplementasikan oleh pemerintah terhadap penduduk perkotaan, sektor swasta, dan antarlembaga pemerintah. Studi ini menggunakan stakeholder analysis dan social network analysis untuk mengidentifikasi kesenjangan informasi dan kohesi dalam birokrasi pemerintah yang mempengaruhi agenda politik di balik pengaturan proyek yang berkaitan dengan permukiman informal. Studi ini menemukan bahwa kekuatan politik broker dapat menyebabkan terjadinya ketidakpastian dalam peraturan. Sebaliknya, broker juga memiliki kemampuan untuk menyalurkan sumberdaya ke permukiman informal dengan mengkombinasikan hubungan formal dan informal yang dimilikinya. Kata Kunci : informal, politik, birokrasi, social network analysis.
Rahmaliza, Wido Prananing Tyas
Published: 31 December 2022
Tata Kota Dan Daerah, Volume 14, pp 85-96; https://doi.org/10.21776/ub.takoda.2022.014.02.5

Abstract:
Penetapan sektor unggulan pada Kota Lubuklinggau dilakukan untuk mengetahui sektor-sektor yang mendukung penetapan kawasan perkotaan Lubuklinggau sebagai kawasan strategis provinsi dari sudut kepentingan ekonomi. Metode penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan cara analisis sektor basis dengan metode Location Quotient (LQ) dan penentuan sektor unggulan dengan analisis Shift Share. Hasil analisis menunjukkan bahwa dari 17 sektor PDRB terdapat 11 sektor basis di Kota Lubuklinggau yang didominasi oleh sektor jasa, namun berdasarkan analisis Shift Share ada tujuh sektor yang merupakan sektor unggulan yaitu jasa lainnya, jasa kesehatan, real estat, penyediaan akomodasi dan makan minum, jasa perusahaan, perdagangan besar dan eceran serta transportasi dan pergudangan; tiga sektor potensial yaitu sektor pengadaan air; pengelolaan sampah, limbah dan daur ulang, kontruksi dan jasa pendidikan; empat sektor berkembang yaitu sektor pertambangan dan penggalian, industri dan pengadaan listrik dan gas, serta dua sektor tertinggal yaitu sektor pertanian, kehutanan, perikanan dan administrasi pemerintahan, pertanahan dan jaminan sosial. Sejalan dengan penetapan sebagai kawasan strategis provinsi hasil analisis dapat menjadi rekomendasi fokus pembangunan agar tepat sasaran dan meningkatkan daya saing ekonomi daerah. Dalam rangka optimalisasi tersebut penyerapan tenaga kerja dan penambahan jumlah penduduk juga perlu diperhatikan sebagai dasar dalam optimalisasi kinerja sektor ekonomi pada masa mendatang sehingga meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Kata kunci : Location quotient, shift share, Kota Lubuklinggau, kawasan strategis provinsi
Anisa, Ashar Saputra, Iman Satyarno
Published: 31 December 2022
Tata Kota Dan Daerah, Volume 14, pp 75 – 84-75 – 84; https://doi.org/10.21776/ub.takoda.2022.014.02.4

Abstract:
Gempa bumi 2018 di Kota Palu menyebabkan kerusakan fasilitas umum dan aset masyarakat, hal ini mengharuskan para korban mengungsi ke hunian sementara hingga rumah mereka selesai direkonstruksi atau memperoleh hunian baru. Problematika masyarakat menolak relokasi, masyarakat tidak nyaman tinggal di hunian sementara, hingga pembangunan fasilitas hunian sementara yang meningkatkan biaya pembangunan. Hal ini memecah fokus rehabilitasi dan rekonstruksi. Berdasarkan fenomena tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam situasi darurat regulasi tidak lagi diprioritaskan, sehingga fasilitas penting seperti hunian sementara perlu dipersiapkan secara matang. Penelitian ini bertujuan merencanakan sistem fasilitas hunian sementara dengan konsep multi-fungsi. Pengumpulan data dilakukan dengan survey instansional, pengisian kuesioner, dan mengkaji pustaka. Penelitian ini dilakukan secara kuantitatif dengan menggunakan metode Analisis Hirarki Proses (AHP), dimana peneliti menggunakan kriteria dari 4 Stakeholder untuk menentukan lokasi alternatif yang cocok dikembangkan menjadi kawasan hunian komunal sementara. Penelitian ini juga mengkolaborasikan analisis klasifikasi tingkat bahaya dan klasifikasi kepadatan penduduk. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kawasan hunian komunal sementara terdiri atas tiga hirarki yaitu Kecamatan Mantikulore sebagai Pusat hunian komunal sementara. Kecamatan Palu selatan, Kecamatan Tatanga dan Kecamatan Ulujadi, Kecamatan Palu Utara, dan Kecamatan Tawaeli akan menjadi Sub-pusat pelayanan hunian komunal sementara. adapun Kecamatan Palu Barat dan Kecamatan Palu Timur menjadi kawasan terlayani. Kata Kunci : huntara, hirarki pelayanan, multifungsi, Kota Palu
Walida Magfiroh Burkani, Dessy Angga Afrianti, Sabrina Handayani
Published: 31 December 2022
Tata Kota Dan Daerah, Volume 14, pp 47 – 54-47 – 54; https://doi.org/10.21776/ub.takoda.2022.014.02.1

Abstract:
Bandara Bali Utara merupakan salah satu simpul transportasi yang sedang direncanakan di Provinsi Bali. Bandara ini nantinya akan menjadi bandara penyangga untuk Bandara Ngurah Rai di Kabupaten Badung, selain itu Bandara Bali Utara akan menjadi solusi untuk permasalahan kepadatan di Bali Selatan dan juga menjadi pembangkit perekonomian Bali Utara. Namun hingga saat ini belum terdapat layanan angkutan di Kabupaten Buleleng yang dapat melayani potensi permintaan penumpang Bandara Bali Utara. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar permintaan potensial, konsep operasional, tarif angkutan, dan skenario implementasi operasional dari angkutan pemadu moda di Bandara Bali Utara. Dari hasil analisis yang telah dilakukan didapat jumlah potensial demand tahun dasar sebesar 4.541 orang/hari, berdasarkan lokasi potensial demand tersebut ditentukan satu rute rencana angkutan pemadu moda, yaitu Terminal Banyuasri-Bandara Bali Utara dengan jumlah armada yang akan beroperasi yaitu 28 bus sedang dengan headway sebesar 10 menit. Biaya operasional kendaraan diestimasikan mencapai Rp.335 per bus-km sehingga tarif rencana yang dibebankan kepada penumpang adalah Rp.27.000. Berdasarkan analisis potensial demand di Kabupaten Buleleng, maka ditentukan 4 titik halte, yaitu Halte Pantai Lovina, Terminal Seririt, Halte Celukan Bawang, dan Halte Gerokgak. Kata Kunci : potensial demand, kinerja operasional, biaya operasional kendaraan, tarif, implementasi operasional.
Pradamas Gifarry, Ismu Rini Dwi Ari, Nailah Firdausiyah
Published: 31 December 2022
Tata Kota Dan Daerah, Volume 14, pp 63 – 74-63 – 74; https://doi.org/10.21776/ub.takoda.2022.014.02.3

Abstract:
Blok M merupakan kawasan komersial yang terletak dekat pusat kota Jakarta. Guna lahan yang didominasi oleh perdagangan dan jasa, serta telah dilalui oleh moda angkutan umum seperti BRT dan MRT, membuat Blok M merupakan kawasan yang potensial untuk dikembangkan sebagai kawasan TOD. Hal ini juga tertuang di dalam RDTR DKI Jakarta dan Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 55/2020. Namun, masyarakat lebih memilih kendaraan pribadi untuk menuju Kawasan Blok M dan menyebabkan kemacetan. Kecepatan rata-rata di 2 jalan utama (Panglima Polim dan Iskandarsyah Raya) kurang dari 30 km/jam. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur tingkat kesesuaian Kawasan TOD Blok M berdasarkan ITDP TOD Standard 3.0 dan Permen ATR No. 16/2017. Penelitian dilakukan berdasarkan empat aspek, yaitu campuran dan keragaman pemanfaatan ruang, perencanaan kawasan yang ramah, penunjang kehidupan kawasan TOD serta transit, yang masing-masing dibagi lagi ke dalam variabel-variabel dengan standardnya masing-masing. Hasil penelitian menunjukkan jika tingkat kesesuaian kawasan TOD Blok M adalah 52,4% untuk Blok 1, 42,8% untuk Blok 2 dan 66,6% untuk Blok 3. Aspek perencanaan kawasan yang ramah yang berhubungan dengan variabel jalur pejalan kaki dan pesepeda menjadi aspek dengan nilai terendah di seluruh blok. Sementara itu, aspek transit mendapatkan nilai tertinggi. Secara umum, Kawasan TOD Blok M membutuhkan pengembangan dari aspek koneksi titik transit dengan bangunan, infrastruktur pejalan kaki, infrastruktur kendaraan tidak bermotor serta intensitas bangunan yang akan dirumuskan dengan analytical hierarchy process (AHP). Kata Kunci : Analytical Hierarchy Process, kawasan Blok M,kesesuaian kawasan TOD,transit-oriented development.
Diyah Kumala Sari, Fadjar Hari Mardiansjah
Published: 31 December 2022
Tata Kota Dan Daerah, Volume 14, pp 115-126; https://doi.org/10.21776/ub.takoda.2022.014.02.8

Abstract:
Kabupaten Banyumas merupakan salah satu kabupaten yang mengalami urbanisasi wilayah yang ditandai oleh perkembangan kawasan perkotaan yang massif di wilayahnya. Pada tahun 2019 kabupaten ini memiliki tingkat urbanisasi sebesar 49,6% dengan adanya 144 desa perkotaan yang membentuk 26 aglomerasi perkotaan, walaupun aktivitas perdesaan seperti pertanian dan pertambangan, yang dikombinasi oleh pariwisata, dan perindustrian masih menjadi aktivitas utama dari Sebagian besar masyarakat di kabupaten ini. Perkembangan kawasan perkotaan yang membentuk kota-kota kecil memiliki potensi peran dalam peningkatan perekonomian wilayah sebagai jembatan aktivitas yang memperkuat keterkaitan desa kota. Penelitian ini ditujukan untuk menganalisis perkembangan kota-kota kecil di Kabupaten Banyumas dan mengetahui bagaimana peluang pengembangannya dalam peningkatan potensi perannya dalam memperkuat keterkaitan desa kota. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan studi kasus berbasis pada data sekunder. Hasil penelitian menunjukan bahwa pertumbuhan kawasan perkotaan terjadi hampir di seluruh wilayah kabupaten. Teridentifikasi terdapat satu kota sedang, lima kota kecil, serta dua puluh kota kecamatan yang berkembang. Namun keberadaan kota-kota kecil tersebut belum sepenuhnya mampu dalam menyediakan fasilitas pendukung bagi aktivitas perdesaan. Umumnya, kota-kota kecil yang ada hanya dikembangkan sebagai kawasan pelayanan umum yang mampu melayani kawasan perkotaan serta kawasan lain di sekitarnya, dan belum diarahkan menjadi pusat pendukung pengembangan aktivitas perdesaan. Sehingga untuk meningkatkan penguatan potensi perannya dalam kebijakan dan strategi pembangunan wilayahnya perlu menambahkan pengembangan fasilitas di kawasan-kawasan perkotaan, agar mampu menjadikan kawasan-kawasan tersebut sebagai kawasan penyedia fasilitas pendukung sekaligus sebagai pusat transformasi produksi ekonomi dari kawasan perkotaan dan kawasan pertanian perdesaan di sekitarnya, di dalam upaya memperkuat keterkaitan desa kota di Kabupaten Banyumas. Kata Kunci: aktivitas perdesaan, keterkaitan desa kota, perkembangan kota kecil, peran kota kecil, urbanisasi wilayah
Kartika Eka Sari, Sara Irawati
Published: 31 December 2022
Tata Kota Dan Daerah, Volume 14, pp 135-142; https://doi.org/10.21776/ub.takoda.2022.014.02.10

Abstract:
Interaksi yang kuat antara individu dengan penyedia layanan sanitasi merujuk pada peningkatan Kesehatan dan kontribusi masyarakat dan dapat diterapkan sebagai konep peningkatan layanan sanitasi  Pengaruh dari kualitas layanan sanitasi buruk, terutama di perkotaan dapat mencemari lingkungan, selain itu keberadaan limbah domestik yang mengandung mikroorganisme patogen dapat menularkan berbagai jenis penyakit apabila masuk ke dalam tubuh manusia. Sehingga, untuk mencegah dan mengatasi masalah tersebut, perlu adanya pengelolaan limbah. Kota Batu merupakan kota dengan perkembangan yang cukup pesat, terutama dengan jumlah penduduk yang mencapai 205.788 jiwa. Adapun sumber dana pengelolaan limbah salah satunya berasal dari retribusi. Salah satu retribusi yang dipungut atas pelayanan yang disediakan oleh pemerintah kota adalah retribusi penyedotan kakus. Perhitungan tarif retribusi pembersihan atau penyedotan kakus di Kota Batu dilakukan berdasarkan Pedoman Penyusunan Tarif Retribusi SPALD, dengan mempertimbangkan hasil perhitungan WTP yang berasal dari persepsi masyarakat. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan, tarif retribusi terbagi menjadi tiga kelompok tarif, yaitu kelompok tarif rendah dengan rentang harga sebesar Rp. 280.000 – Rp. 470.000, kelompok tarif sedang Rp. 312.000 – Rp. 502.000, dan kelompok tarif tinggi Rp. 343.200 – Rp. 533.200. Hal tersebut masih sesuai dengan hasil perhitungan WTP, dimana menunjukkan bahwa rata-rata WTP dari pengelolaan sanitasi sebesar Rp.287.258,06.
Wisnu Sasongko, Nadiva Azzahra Ramadhani, Eddi Basuki Kurniawan
Published: 31 December 2022
Tata Kota Dan Daerah, Volume 14, pp 127-134; https://doi.org/10.21776/ub.takoda.2022.014.02.9

Abstract:
Walkability is carried out to measure the feasibility of the pedestrian path in the Bintaro Jaya CBD Area, South Tangerang City. According to the RTRW of South Tangerang City in 2011-2031, the Bintaro Jaya CBD area is a strategic area from the point of view of the importance of economic growth and in providing pedestrian paths, it considers aspects of safety, comfort, and security as well as taking into account pedestrian paths with special needs. In the existing condition, it has not been implemented according to the RTRW of South Tangerang City in 2011-2031, namely there are still infrastructure and facilities for pedestrian paths and pedestrian paths with special needs that are uneven, as well as side obstacles and damage to pedestrian paths. The aim of this study is to determine the level of walkability of pedestrian paths in the CBD area of Bintaro Jaya and the type of study is quantitative with the method of analyzing the level of walkability of pedestrian paths using 9 parameters based on Leather et all in 2011. The results of the walkability level analysis show that the lowest walkability score is in segment 3A with a value of 37.0 or not walkable and the highest walkability score is in segment 5A with a value of 74.2 or highly walkable, while the walkability score for one area is 51.7 or waiting to walk.  Keywords: Pedestrian Paths, Walkability, Bintaro Jaya CBD Area.
Lynda Refnitasari, Hendra Wahyu Cahyaka, Krisna Dwi Handayani, Abdiyah Amudi
Published: 31 December 2022
Tata Kota Dan Daerah, Volume 14, pp 55 – 62-55 – 62; https://doi.org/10.21776/ub.takoda.2022.014.02.2

Abstract:
Kerentanan merupakan suatu kondisi dari komunitas atau masyarakat yang menyebabkan ketidakmampuan dalam menghadapi bencana. Kerentanan berpengaruh pada tinggi atau rendahnya tingkat risiko suatu bencana. Semakin tinggi tingkat kerentanan, maka risiko bencana pun akan semakin besar. Dan semakin rendah tingkat kerentanan, maka risiko bencana pun akan semakin kecil. Terdapat beberapa jenis kerentanan, yaitu fisik, sosial, ekonomi, dan lingkungan. Pada penelitian ini, akan memiliki fokus pembahasan pada kerentanan fisik. Sedangkan jenis kerentanan yang lainnya akan digunakan pada rangkaian penelitian berikutnya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dengan skoring/pembobotan berdasarkan acuan dari Perka BNPB No 2 Tahun 2012. Berdasarkan hasil analisis terhadap tingkat kerentanan fisik di wilayah pesisir utara Kota Surabaya terhadap bencana banjir rob dapat diketahui bahwasannya terdapat dua kelurahan yang terkategori dalam tingkat kerentanan fisik tinggi yaitu Morokrembangan dan Perak Utara dengan skor kerentanan masing-masing 2.4. dan 2.6. Hal ini dikarenakan penggunaan lahan di dua kelurahan tersebut didominasi oleh bangunan rumah, fasilitas umum, dan fasilitas kritis lainnya. Analisis kerentanan fisik ini adalah upaya awal dalam menilai kerentanan secara keseluruhan, hingga akhirnya dapat digunakan sebagai pijakan untuk penyusunan strategi peningkatan kapasitas masyarakat dalam mengantisipasi atau mencegah tingginya risiko bencana. Kata Kunci : kerentanan fisik, banjir rob,Surabaya.
Robi Hari Marhesa, Luchman Hakim, Edriana Pangestuti
Published: 3 August 2022
Tata Kota Dan Daerah, Volume 14, pp 25-34; https://doi.org/10.21776/ub.takoda.2022.014.01.4

Abstract:
Desa Ngargoretno merupakan desa wisata di Kabupaten Magelang yang memiliki banyak potensi untuk dikembangkan. Guna mendukung pengembangan dan keberlanjutan Desa Wisata Ngargoretno, maka perlu dilakukan analisis status keberlanjutan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status keberlanjutan Desa Wisata Ngagroretno dari dimensi ekologi, ekonomi, sosial, infrastruktur, dan kelembagaan. Penelitian ini menggunakan analisis Multi Dimensional Scaling Rappfish yang dimodifikasi menjadi Rap-Tourism. Hasil analisis status keberlanjutan Desa Wisata Ngargoretno menunjukkan dimensi ekologi (63,72%) cukup berkelanjutan, dimensi ekonomi (41,87%) kurang berlanjutan, dimensi sosial (49,14s%) kurang berkelanjutan, dimensi infrastruktur (47,01%) kurang bekelannjutan, dan dimensi kelembagaan (74,32%) cukup berkelanjutan.
Ngargoretno Village is a tourism village in Magelang Regency that has a lot of potential to expand. It is located in the heart of the region. It is required to conduct a sustainability assessment of the Ngargoretno Tourism Village in order to assist in the development and long-term viability of the facility. The purpose of this research is to assess the long-term viability of the Ngagroretno Tourism Village from the perspectives of the ecological, economic, social, infrastructural, and institutional components. This research makes use of an examination of a Multi Dimensional Scaling Rappfish that has been developed to become Rap-Tourism.The findings of the research of the Ngargoretno Tourism Village's long-term viability reveal that the ecological dimension (63.72%) is quite sustainable, the economic dimension (41.87%) is less sustainable, the social dimension (49.14s%) is less sustainable, the infrastructure dimension (47.01%) is less sustainable. sustainability, and the institutional dimension (74.32%) is quite sustainable.
Nuril Fikriyah, Christia Meidiana, Kartika Eka Sari
Published: 3 August 2022
Tata Kota Dan Daerah, Volume 14, pp 35-46; https://doi.org/10.21776/ub.takoda.2022.014.01.5

Abstract:
Pengelolaan sampah menjadi tantangan serius bagi pengelola dan pembuat kebijakan di perkotaan maupun pedesaan dan oleh karena itu, solusi masalah sampah harus terintegrasi dan berkelanjutan. Desa Sawahmulya merupakan Desa yang ditetapkan sebagai zona prioritas pelayanan sampah di Pulau Bawean. Namun, penanganan sampahnya belum optimal. Pelayanan pengumpulan Desa Sawahmulya belum tersedia di setiap dusun. Keberadan 3 TPS seharusnya dapat melayani seluruh dusun. Tetapi, masih ada dusun yang belum terlayani sehingga menimbulkan TPS ilegal yang berada di tepi pantai dan permasalahan lainnya. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi sistem pengelolaan sampah, menghitung efektivitas pengumpulan sampah, mengevaluasi kinerja TPS, menentukan lokasi dan lingkup pelayanan TPS, serta sistem pengumpulan sampah di Desa Sawahmulya.  Hasil penelitian menunjukkan pengumpulan sampah di Desa Sawahmulya belum efektif, hanya 36% sampah yang terkumpul oleh petugas di TPS, kondisi TPS Sawahlaut sudah melebihi kapasitasnya yakni 143%, dari segi lokasi keberadaan lokasi TPS masih belum memenuhi kriteria kesesuaian lokasi TPS sehingga direkomendasikan untuk membangun TPS Baru di Kebundaya yang mampu melayani 500 KK dan melakukan pemerataan daerah lingkup pelayanan di setiap TPS. Penentuan sistem pengumpulan meliputi pola pengumpulan komunal dan individual tidak langsung dengan memerlukan 7 rute pengumpulan, dan penambahan moda bermotor dengan ritasi sebanyak 2-3 sesuai area pelayanannya.Kata Kunci: Pengelolaan Sampah, Sistem-Pengumpulan-Sampah, TPS.
Ade Atmi Sri Hardini, I Nyoman Suluh Wijaya, Deni Agus Setyono
Published: 3 August 2022
Tata Kota Dan Daerah, Volume 14, pp 9-20; https://doi.org/10.21776/ub.takoda.2022.014.01.2

Abstract:
Kota Malang memiliki pola pertumbuhan ekonomi yang unik, dimana sektor ekonominya sebagian besar disokong oleh industri kecil dan mikro, dengan pola yang demikian melihat keberlanjutan ekonomi pada kampung industri akan lebih mudah dilakukan. Pembangunan berkelanjutan merupakan sebuah konsep yang mencakup tujuan sosial, lingkungan dan ekonomi di dalamnya akan tetapi penilaian keberlanjutan belum terbentuk secara utuh, terutama ketika membahas tentang tiga pilar keberlanjutan, belum ada yang indikor yang baku dalam mengukur tingkat keberlanjutan pada suatu wilayah, terutama yang terkait dengan pilar keberlanjutan ekonomi. Penelitian berfokus pada mengidentifikasi tingkat keberlanjutan tujuh kampung industri di Kota Malang dengan melihat Indikator-indikator produksi berkelanjutan (sustainable production indicators) lalu kemudian dievaluasi dengan menggunakan analisis logika fuzzy untuk mengetahui tingkat keberlanjutan masing-masing kampung industri. Hasil yang diperoleh berupa tingkat keberlanjutan dimana kampung industri sanitair dan kampung industri tempe kedelai dan keripik tempe memiliki tingkat keberlanjutan Medium high sustainability sedangkan kampung industri gerabah, kampung industri rotan, kampung industri marning jagung, kampung industri keramik dan kampung industri mebel memiliki tingkat keberlanjutan Medium sustainability.
Fadjar Iman Nugroho, Deni Agus Setyono, Eddi Basuki Kurniawan
Published: 3 August 2022
Tata Kota Dan Daerah, Volume 14, pp 1-8; https://doi.org/10.21776/ub.takoda.2022.014.01.1

Abstract:
Kota Malang dianugerahkan sebagai kota layak huni berdasarkan IAP dalam kajian Most Livable City Index di tahun 2017. Namun, perlu adanya kajian lebih lanjut dalam mengidentifikasi area mana saja yang masuk dalam kategori kelayakhunian tinggi, sedang, dan rendah di Kota Malang berdasarkan indikator fisik yang mengandung nilai spasial. Fokus dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan menilai zona layak huni di Kota Malang. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis skoring dan analisis spasial menggunakan bantuan GIS. Data-data yang digunakan adalah data sekunder dari instansi terkait serta hasil observasi kondisi eksisting Kota Malang.
Dewi Setyaningrum
Published: 3 August 2022
Tata Kota Dan Daerah, Volume 14, pp 21-24; https://doi.org/10.21776/ub.takoda.2022.014.01.3

Abstract:
Kondisi fisik kampung nelayan Kanigoro belum mewadahi aktivitas, proses tumbuh kembang, dan belum memenuhi kriteria ramah anak. Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor apa saja yang berpengaruh dan membuat suatu kampung dapat dikatakan ramah anak. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif. Pengambilan data pada metode kuantitatif dilakukan dengan menyebar kuesioner kepada 95 responden yang telah ditentukan jumlahnya pada sepuluh RT berdasarkan perhintungan sampel. Data hasil penyebaran kuesioner tersebut kemudian dianalisis menggunakan analisis faktor. Hasil yang diperoleh berdasarkan analisis faktor yaitu terdapat faktor yang sangat berpengaruh dalam mempengaruhi kampung nelayan Kanigoro untuk menjadi ramah anak dengan nilai pengaruh 33,431% yaitu tempat berobat, area bermain, persampahan, fasilitas keamanan dan faktor berpengaruh dengan nilai pengaruh 12,469% yaitu sekolah dan acar cara kebudayaan.
Annisa Nadhira Maudina, Fakultas Teknik Jurusan Perencanaan Wilayah Dan Kota, Imma Widyawati Agustin, Budi Sugiarto Waluyo
Published: 31 December 2021
Tata Kota Dan Daerah, Volume 13, pp 59-72; https://doi.org/10.21776/ub.takoda.2021.013.02.2

Abstract:
Dukuh Atas sebagai kawasan TOD direncanakan sebagai area interchange—pusat integrasi enam moda transportasi umum di DKI Jakarta, yaitu KRL, MRT, LRT, kereta bandara, Transjakarta, dan mini-Transjakarta (feeder)—yang terletak di daerah strategis Segitiga Emas Jakarta yang berskala nasional-internasional sebagai pusat distrik bisnis dan pemerintahan. Namun, penggunaan kendaraan pribadi masih tinggi, mencapai 98% yang melalui ruas Jl. Jendral Sudirman dengan 60% kendaraan bertujuan akhir di Kawasan Dukuh Atas. Secara ideal, TOD mengintegrasikan antara T (transit) dan D (development), sehingga konsep ini dianggap dapat memecahkan permasalahan transportasi. Adapun penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik Kawasan Dukuh Atas sebagai salah satu dari delapan stasiun MRT yang dikembangkan menjadi kawasan TOD di DKI Jakarta. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari (1) gabungan dari ITDP  (2017) dengan parameter yang disesuaikan dengan Permen ATR/BPN No. 16 Tahun 2017, (2) Network-Activity-Human Model dan (3) 3V Framework/ Extended Node-Place Model. Hasil penelitian menujukkan bahwa karakteristik Kawasah Dukuh Atas masih terklasifikasi dalam kawasan TAD, alih-alih kawasan TOD. Hal ini ditunjukkan oleh tersedianya jaringan pejalan kaki, jaringan transportasi dan telah memiliki kawasan dengan 5 jenis campuran guna lahan, namun diantaranya belum memiliki keterkaitan. Karakteristik ini menggambarkan antara komponen “transit†dan “development†belum terintegrasi dan kawasan belum terkoneksi.
Published: 31 December 2021
Tata Kota Dan Daerah, Volume 13, pp 81-86; https://doi.org/10.21776/ub.takoda.2021.013.02.4

Abstract:
Ports are part of a complex urban setting as they provide important economic opportunities, such as access to global supply chains.(Economics, 2021). DivergenceFor an archipelago country that can exploit the maritime potential, Indonesia should be utilizing the potential of logistics transportation aspect, in this research context is Port. The distribution of ports in Indonesia is not evenly distributed if seen from Gross Regional Domestic Product (PDRB), in this case is Dumai City which has a port in the Indonesian archipelagic sea lane (ALKI) 1, although it is in strategic location, it is not reflected from Dumai city  PDRB that can be categorized as lagging compared to other Port cities in Indonesia. To optimize the utilization of existing ports and increase economic growth in Dumai City, PT. Pelindo 1 of Dumai territory plans to develop port capacity by building a special segment of container loading and unloading activities based on the increasingly cheap vessels of containers docked at Dumai Port. To increase the phenomenon that occurs, the research is intended to design the conceptual design of port development by using dynamic system. The aim to the research are how to know cost maintenance, operation-maintenance and revenue at Dumai Port and how to develop this area
Vionna Ariella Fauzia, Fakultas Teknik Jurusan Perencanaan Wilayah Dan Kota, Eddi Basuki Kurniawan, I Nyoman Suluh Wijaya
Published: 31 December 2021
Tata Kota Dan Daerah, Volume 13, pp 87-98; https://doi.org/10.21776/ub.takoda.2021.013.02.5

Abstract:
Kota Yogyakarta merupakan kota pusaka yang memiliki enam kawasan cagar budaya. Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta melalui Keputusan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta 186/KEP/2011 tentang Penetapan Cagar Budaya menetapkan kawasan cagar budaya yang salah satunya adalah Kawasan Cagar Budaya Kotabaru. Kawasan Cagar Budaya Kotabaru memiliki karakteristik kawasan yang menerapkan konsep garden city dengan langgam bangunan kolonial dan indis serta memiliki pola radial konsentris. Seiring dengan perkembangan zaman, Kawasan Cagar Budaya Kotabaru yang semula difungsikan untuk permukiman berubah menjadi zona perdagangan dan jasa serta zona perkantoran. Perubahan fungsi bangunan ini menyebabkan pengelola/pemilik bangunan memiliki peluang untuk merubah fasad bangunan hindia belanda yang disesuaikan dengan tren yang lebih modern. Lebih dari 40% bangunan hindia belanda di Kawasan Cagar Budaya Kotabaru mengalami perubahan dan masih terus berlangsung. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi tipologi bangunan hindia belanda dan mengetahui tingkat perubahan bangunan hindia belanda di Kawasan Cagar Budaya Kotabaru. Data penelitian diperoleh dari observasi dan wawancara yang akan diolah menggunakan architectural micro analysis dan analisis tingkat perubahan bangunan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat perubahan elemen bangunan memiliki rata-rata tingkat perubahan yang kecil dan bahkan tidak ada perubahan.
Satria Arif Santosa, Fakultas Teknik Jurusan Perencanaan Wilayah Dan Kota, Dian Dinanti, Nindya Sari
Published: 31 December 2021
Tata Kota Dan Daerah, Volume 13, pp 73-80; https://doi.org/10.21776/ub.takoda.2021.013.02.3

Abstract:
Desa Wisata Adat Ngadas merupakan salah satu desa wisata berlokasi di Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang. Keanekaragaman bentang alam dan tempat bermukimnya suku Tengger yang memegang teguh adat dan tradisi yang menjadikan daya tarik wisata Desa Ngadas. Seiring berjalanannya waktu wisatawan berkunjung semakin meningkat, hal ini memberikan pengaruh terhadap kualitas hidup masyarakat setempat. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui tingkat kualitas hidup berdasarkan persepsi masyarakat dan identifikasi faktor yang memiliki pengaruh signifikan terhadap kualitas hidup. Metode analisis yang digunakan adalah statistik deskriptif dan analisis faktor konfimatori (CFA). Berdasarkan hasil analisis statistik desripitf dapat diketahui kualitas hidup masyarakat bernilai 3,63 dengan kategori sedang serta faktor yang mempengaruhi kualitas hidup masyarakat adalah material well-being dan health and safety well-being.
Adhania Nurhana, Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Jurusan Perencanaan Wilayah Dan Kota, Abdul Wahid Hasyim,
Published: 31 December 2021
Tata Kota Dan Daerah, Volume 13, pp 47-58; https://doi.org/10.21776/ub.takoda.2021.013.02.1

Abstract:
Intensitas mobilitas dari suburban menuju pusat kota terus meningkat setiap tahunnya. Pergerakan yang terjadi bervariasi menggunakan berbagai moda, baik pribadi maupun umum. Namun, pergerakan dengan kendaraan pribadi memperburuk kemacetan, sedangkan fasilitas kendaraan umum masih memiliki banyak permasalahan, salah satunya overcapacity, ketidapastian waktu tunggu, dan belum adanya integrasi antar moda. Pemerintah menyelenggarakan kereta api ringan (Light Rail Transit/LRT) sebagai solusi permasalahan transportasi tersebut dengan mengadakan sistem transportasi massal dalam Kawasan Metropolitan Jabodebek dengan Stasiun LRT Harjamukti, Depok sebagai stasiun akhir dari segmen Cawang-Cibubur. Pembangunan Stasiun LRT Harjamukti, Depok menyebabkan peningkatan aksesibilitas wilayah di area sekitar pembangunan, sehingga terjadi peningkatan kebutuhan lahan di area sekitar proyek pembangunan. Namun, keterbatasan lahan yang tersedia menimbulkan terjadinya kelangkaan terhadap lahan di kawasan tersebut, sehingga terjadi peningkatan nilai ekonomi lahan yang kemudian terefleksi dalam pembentukan harga lahan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan harga lahan, menyusun peta pola distribusi spasial harga lahan permukiman, serta menyusun peta spasial dan model harga lahan permukiman di area sekitar proyek Stasiun LRT Harjamukti, Depok. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis karakteristik harga lahan, analisis regresi linear berganda, dan metode interpolasi cokriging. Dengan menggunakan data hasil kuesioner, observasi, wawancara, serta tinjauan terhadap data sekunder, penelitian ini memperoleh model harga lahan akhir berupa Y = 7.375.584,160 + 177.232,579X2.2 – 61.060,826X2.4 + 25.075,015X2.5 + 93.258,006X4.1 + 293.584,789X5.1. Berdasarkan analisis regresi linear berganda yang dilakukan, diperoleh subvariabel luas lahan, jenis dan kualitas permukaan jalan, waktu tempuh menuju pusat kota, lebar jalan, kualitas jaringan persampahan, dan status kepemilikan lahan sebagai subvariabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap pembentukan harga lahan di area permukiman sekitar proyek pembangunan Stasiun LRT Harjamukti, Depok.
Alfan Sutantio, Program Studi Arsitektur Universitas Muhammadiyah Jakarta, Guntur Ismawan, Muhammad Arifandy Abdul Gani Haji Karim, Dedi Hantono
Published: 31 July 2021
Tata Kota Dan Daerah, Volume 13, pp 9-14; https://doi.org/10.21776/ub.takoda.2021.013.01.2

Abstract:
Kota Jakarta Memiliki kepadatan dan kota yang sangat kompleks sehingga tidak dapat menampung seluruh kegiatan didalamnya dikarenakan semakin berkembangnnya penduduk atas berbagai aktifitas sehingga terjadinya transformasi atas kegiatan di pinggiran kota sehingga terjadinnya alih fungsi lahan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang sudah diberlakukan oleh pemerintah Kota DKI Jakarta. Dari hal tersebut munculnnya rumusan masalah mengenai kondisi sebelum dan sesuda dari kawasan Kalijodo, serta dampak sosial ekonomi yang dihasilkan dari relokasi permukiman kawasan terbuka Kalijodo. Metode yang digunakan berupa kualitatif deskriptif Metode tersebut berupa pembahasan opini atau teori yang di gabung dari beberapa teori dengan mengacu dari beberapa jurnal, artikel ilmiah atau bentuk tulisan ilmiah lainnya. Analisis yang digunakan berupa dampak sosial ekonomi relokasi terhadap permukiman warga di kalijodo dengan di tampilkan dalam bentuk tabel serta dari hasil tersebut memiliki kesimpulan bahwa dampak relokasi Kawasan Kalijodo mendapat kehidupan yang mencukupi dan lebih baik dari sebelumnya. Penataan kawasan tersebut berdampak untuk membentuk karakter warga yang lebih bermoral dan sejahtera.
Johannes Parlindungan Siregar, Perencanaan Wilayah Dan Kota Universitas Brawijaya
Published: 31 July 2021
Tata Kota Dan Daerah, Volume 13, pp 15-22; https://doi.org/10.21776/ub.takoda.2021.013.01.3

Abstract:
Ruang publik sangat penting sebagai katalis bagi kohesi sosial. Jaringan jalan lingkungan berperan sebagai saluran bagi pertukaran ekonomi yang sekaligus berperan untuk menjadi penghubung antara warga. Kota Malang adalah sebuah kota yang mengalami urbanisasi secara cepat dan membutuhkan ruang publik yang juga seharusnya terintegrasi dengan perencanaan permukiman. Makalah ini memaparkan kajian mengenai peranan jaringan jalan lingkungan di kawasan perumahan menyediakan ruang publik. Kajian ini mempergunakan metode space syntax dengan data berupa peta axial line untuk mengidentifikasi karakteristik konfigurasi ruang dan analisa deskriptif atas hasil observasi atas karakteristik aktivitas. Kemudian, analisa dilanjutkan dengan membuktikan hubungan antara karakteristik konfigurasi ruang dengan interaksi sosial dengan mempergunakan analisa korelasi product moment. Kajian ini menemukan karakteristik konfigurasi jalan lingkungan mempengaruhi timbulan interaksi sosial di sekitar jalan lingkungan. Dengan demikian, struktur jalan lingkungan penting untuk mendukung terbentuknya ruang publik yang berkualitas.
Dinar Amelia Ashary, Perencanaan Wilayah Dan Kota Universitas Brawijaya, Wawargita Permata Wijayanti, Dian Dinanti
Published: 31 July 2021
Tata Kota Dan Daerah, Volume 13, pp 36-44; https://doi.org/10.21776/ub.takoda.2021.013.01.5

Abstract:
Industri pengolahan non migas menjadi salah satu pilar perekonomian masyarakat Indonesia salah satunya adalah sektor Industri Kecil dan Menengah (IKM), IKM mampu menyerap tenaga kerja lebih dari 60% dari sektor industri, memiliki ketahanan akan kiris ekonomi dan juga berperan dalam ekonomi lokal, karena penyerapan tenaga kerja yang memanfaatkan masyarakat di sekitarnya. Industri pengolahan kayu menjadi salah satu industri yang berkembang pesat namun memiliki permasalahan terhadap ketersediaan bahan baku. Agar industri dapat terus berkompetisi salah satu strategi untuk efisiensi produksi dengan memanfaatkan industri yang beraglomerasi. Aglomerasi ini biasanya memunculkan manfaat ekonomi berupa limpahan tenaga kerja, kerja sama suplier khusus, terjadinya transfer pengetahuan dan teknologi, serta kerja sama pemasaran. Salah satu aglomerasi industri di Kota Malang ialah Industri Mebel Tunjungsekar. Produktivitas sentra industri mebel ini mengalami rintangan terutama pada persediaan bahan baku kayu dan tenaga kerja yang masih mengandalkan kekerabatan, selain itu ini belum didukung kelembagaan yang baik serta belum ada jaringan pemasaran yang kuat. Maka penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana tingkat produktivitas sentra indutri mebel sebagai salah satu bentuk terjadinya aglomerasi menggunakan rumus produktivitas yaitu perbandingan nilai total output/ pendapatan dengan nilai total input/ pengeluaran (biaya tenaga kerja, modal dan bahan baku) di tahun 2019. Hasil analisis menunjukkan bahwa ke-30 industri mebel memiliki nilai di atas 1,0 dengan rata-rata nilai 1,31. Nilai produktivitas yang tidak jauh di atas 1,00 dikarenakan masih terdapat permasalahan pada tingginya biaya bahan baku dan modal namun tidak diimbangi dengan tingginya jumlah pesanan produk mebel yang terjual.
Rachmat Hidayat Romeon, Universitas Teknologi Yogyakarta Program Studi Perencanaan Wilayah Dan Kota, Annisa Mu’Awanah Sukmawati
Published: 31 July 2021
Tata Kota Dan Daerah, Volume 13, pp 1-8; https://doi.org/10.21776/ub.takoda.2021.013.01.1

Abstract:
Negeri Saleman merupakan salah satu wilayah yang terletak di Desa Sawai, Kecamatan Seram Utara, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku yang memiliki beragam potensi alam berupa wisata pantai dan wisata bahari. Namun, wisata di Negeri Saleman belum terkelola dengan baik karena masih terbatasnya keterlibatan pemerintah daerah. Wisata-wisata yang ada masih dikelola secara mandiri oleh masyarakat setempat. Untuk itu, penelitian bertujuan untuk menggali bentuk-bentuk partisipasi masyarakat lokal dalam pengelolaan potensi wisata di Negeri Saleman. Penelitian menggunakan metode penelitian kualitatif dengan teknik analisis deskriptif kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi lapangan, wawancara mendalam dengan teknik purposive sampling kepada 7 informan, dan telaah dokumen. Hasil penelitian menunjukan bahwa bentuk partisipasi masyarakat lokal Negeri Saleman adalah sebagai pelaku utama pariwisata, seperti penyedia jasa akomodasi wisata dan oleh-oleh khas Negeri Saleman. Selain itu, ada juga peran dari local champion, yaitu tokoh adat dan Bapa Raja yang berperan sebagai pengawas dan pengendali aktivitas wisata agar keberlanjutan aktivitas wisata dapat terjamin. Faktor yang mendorong keterlibatan masyarakat lokal adalah motif ekonomi terkait dampak ekonomi wisata terhadap peningkatan taraf hidup masyarakat setempat.
Dian Dinanti, Perencanaan Wilayah Dan Kota Universitas Brawijaya, Iman Tunas Pratama
Published: 31 July 2021
Tata Kota Dan Daerah, Volume 13, pp 23-34; https://doi.org/10.21776/ub.takoda.2021.013.01.4

Abstract:
Berdasarkan RPJMD Kabupaten Mojokerto misi ketiga memiliki tujuan yaitu “meningkatnya konektivitas ekonomi melalui ketersediaan sarana dan prasarana transportasi serta teknologi informasi komunikasi yang memadai dan handal”. Salah satu indikasi keberhasilan pembangunan adalah terpenuhinya kondisi konektivitas yang ideal yang mendukung perkembangan wilayah sehingga pemerataan pembangunan dapat tercapai. Tujuan penelitian ini adalah menilai tingkat konektivitas wilayah berdasarkan elemen-elemen sarana prasarana transpotasi pada seluruh wilayah Kabupaten Mojokerto. Teknik analisis yang digunakan adalah indeks konektivitas, indeks sentralitas marshall dan indeks gravitasi. Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan nilai indeks konektivitas Kabupaten Mojokerto adalah >1, sehingga dapat disimpullkan bahwa secara umum pertumbuhan Kabupaten Mojokerto termasuk dalam klasifikasi wilayah yang maju. Pada perhitungan indeks sentralitas marshall, Kecamatan Gedeg, Kemlagi, Mojosari dan Ngoro merupakan wilayah yang paling mudah untuk diakses yang berpotensial sebagai wilayah pemusatan kegiatan. Sedangkan pada indeks gravitasi, kawasan yang memiliki daya tarik kuat yaitu di sekitar Kota Mojokerto dan pusat Kabupaten Mojokerto, yaitu wilayah yang telah dilalui oleh jalan arteri dan kolektor
Baiq Vidy Tiara Dewi, Institut Teknologi Yogyakarta, Annisa Mu'awanah Sukmawati
Published: 31 December 2020
Tata Kota Dan Daerah, Volume 12, pp 83-93; https://doi.org/10.21776/ub.takoda.2020.012.02.3

Abstract:
Indonesia rentan terhadap bencana gempa bumi karena terletak pada garis Ring of Fire Samudera Pasifik. Gempa beruntun yang terjadi sejak 29 Juli 2018 menyebabkan banyak kerugian bagi masyarakat di Pulau Lombok. Gempa bumi dengan main shock berkekuatan 7,0 SR yang terjadi pada 5 Agustus 2018 memberi dampak kerusakan besar bagi Kabupaten Lombok Utara karena menjadi pusat gempa. Penelitian berlokasi di Kecamatan Tanjung karena mengalami dampak kerusakan terbesar serta merupakan salah satu pusat pemerintahan di Kabupaten Lombok Utara. Gempa bumi memberi dampak signifikan bagi aspek sosial dan ekonomi. Penelitian bertujuan untuk menilai dampak akibat bencana gempa bumi berdasarkan aspek sosial dan ekonomi di Kecamatan Tanjung Kabupaten Lombok Utara. Penelitian menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif dan pemetaan untuk menujukkan sebaran spasial daerah kerusakan. Pengumpulan data menggunakan metode observasi, wawancara, kuesioner, dan telaah dokumen. Jumlah sampel penelitian sebanyak 100 reponden dengan nilai error 10% dengan teknik Proportionate Sampling yang disebar ke tujuh desa di Kecamatan Tanjung. Penelitian menunjukkan bahwa terdapat perubahan signifikan kondisi sosial ekonomi masyarakat sebelum dan setelah gempa bumi di Kecamatan Tanjung. Desa Jenggala menjadi desa dengan perubahan sosial ekonomi tertinggi atau paling rentan terdahap bencana gempa bumi. Perubahan sosial ekonomi diakibatkan oleh tingginya tingkat ancaman di desa tersebut. Selain itu, juga disebabkan oleh kerusakan infrastruktur, lamanya proses evakuasi, banyaknya korban, perubahan fisik lingkungan, serta karakteristik sosial ekonomi penduduk. Penelitian ini dapat menjadi acuan pemerintah daerah dalam menentukan upaya mitigasi terhadap bencana gempa bumi di Kecamatan Tanjung Kabupaten Lombok Utara.
Mochamad Trias Sembada, Fakultas Teknik Jurusan Perencanaan Wilayah Dan Kota, Septiana Hariyani,
Published: 31 December 2020
Tata Kota Dan Daerah, Volume 12, pp 60-69; https://doi.org/10.21776/ub.takoda.2020.012.02.1

Abstract:
DKI Jakarta selain merupakan Ibukota Negara Indonesia juga menjadi pusat bisnis dan pemerintahan dengan jumlah penduduk mencapai 10.374.235 jiwa dan kepadatan penduduk mencapai 15.663 orang per . Dinamika kota-kota besar dengan karakter pertumbuhan penduduk dan kepadatan lalu lintas yang tinggi membuat kebutuhan terhadap pengembangan sistem transportasi terutama transportasi massal cepat (Mass Rapid Transportation-MRT) menjadi cukup besar. Selain itu, pengembangan sistem transportasi ini juga untuk mengimbangi pertumbuhan kendaraan pribadi yang terus mengalami peningkatan sedangkan sistem moda shares angkutan umum cenderung mengalami penurunan hingga 3% sejak tahun 2002. Saat ini, terdapat upaya pengembangan sistem angkutan umum massal berbasis jalan dan berbasis rel berdasarkan RTRW DKI Jakarta 2010-2030. Berkaitan dengan kondisi tersebut perlu adanya kajian terhadap penilaian pelayanan transportasi umum guna menarik masyarakat dalam menggunakannya agar permasalahan lalu lintas yang ada dapat terselesaikan. Tujuan penelitian ini antara lain adalah mengetahui karakteristik masyarakat yang memiliki preferensi dalam menggunakan moda MRT dan faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi masyarakat dalam menggunakan moda MRT. Penelitian ini menggunakan metode analisis statistic deskriptif dan analisis faktor. Berdasarkan hasil analisa diketahui masyarakat yang memiliki preferensi untuk menggunakan moda MRT sebesar 98% dengan karakter sebagian besar berjenis kelamin Laki-laki, rentang usia 25-35 Tahun, jenis pekerjaan pegawai swasta, dan tingkat penghasilan ≥Rp.4.000.000. Tujuan perjalanan menuju perkantoran, dan memiliki keperluan perjalanan untuk bekerja. Selanjutnya dari analisis faktor dihasilkan 17 kelompok faktor yang mempengaruhi preferensi masyarakat dalam menggunakan moda MRT, dengan kelompok faktor nomor 1 yang memiliki tingkat variasi eigen value tertinggi.
Nisrina F Shakia, Fakultas Teknik Jurusan Perencanaan Wilayah Dan Kota, Wisnu Sasongko,
Published: 31 December 2020
Tata Kota Dan Daerah, Volume 12, pp 71-82; https://doi.org/10.21776/ub.takoda.2020.012.02.2

Abstract:
Kecamatan Kepanjen merupakan satu dari tiga puluh tiga kecamatan di Kabupaten Malang yang hanya memiliki lima RTH publik aktif dengan total luas sekitar 3,00 ha. Maka dari itu, Kecamatan Kepanjen belum dapat memenuhi persentase minimal penyediaan RTH publik pada kawasan perkotaan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk merumuskan rekomendasi penyediaan RTH publik aktif di Kecamatan Kepanjen berdasar persepsi masyarakat. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis Hierarki Proses (AHP). Hasil analisis kebutuhan RTH publik aktif mengidentifikasi bahwa Kecamatan Kepanjen hanya memiliki dua desa yang telah memenuhi persentase minimal penyediaan RTH publik aktif, yaitu Desa Ngadilangkung dan Desa Kedungpedaringan. Hasil kuesioner menunjukkan bahwa masyarakat Kecamatan Kepanjen memilih faktor kenyamanan sebagai faktor utama yang harus dipertimbangkan dalam penyediaan RTH publik aktif. Hasil analisis AHP juga menunjukkan bahwa kenyamanan merupakan faktor yang paling berpengaruh dalam penentuan lokasi penyediaan RTH publik aktif di Kecamatan Kepanjen. Berdasar hasil dari kedua analisis tersebut, selanjutnya disusun rekomendasi penyediaan RTH publik aktif di Kecamatan Kepanjen, yaitu perlu adanya penyediaan fasilitas yang dapat menunjang kenyamanan masyarakat ketika berkunjung ke RTH publik aktif. Fasilitas tersebut dapat berupa tempat duduk di dekat ruang bermain anak, sehingga pengunjung dapat menemani anak mereka bermain sembari bersantai
Baiq Vidy Tiara Dewi, Program Studi Pwk Universitas Teknologi Yogyakarta
Published: 31 December 2020
Tata Kota Dan Daerah, Volume 12, pp 83-93; https://doi.org/10.21776/ub.takoda.2020.012.02.5

Abstract:
Indonesia rentan terhadap bencana gempa bumi karena terletak pada garis Ring of Fire Samudera Pasifik. Gempa beruntun yang terjadi sejak 29 Juli 2018 menyebabkan banyak kerugian bagi masyarakat di Pulau Lombok. Gempa bumi dengan main shock berkekuatan 7,0 SR yang terjadi pada 5 Agustus 2018 memberi dampak kerusakan besar bagi Kabupaten Lombok Utara karena menjadi pusat gempa. Penelitian berlokasi di Kecamatan Tanjung karena mengalami dampak kerusakan terbesar serta merupakan salah satu pusat pemerintahan di Kabupaten Lombok Utara. Gempa bumi memberi dampak signifikan bagi aspek sosial dan ekonomi. Penelitian bertujuan untuk menilai dampak akibat bencana gempa bumi berdasarkan aspek sosial dan ekonomi di Kecamatan Tanjung Kabupaten Lombok Utara. Penelitian menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif dan pemetaan untuk menujukkan sebaran spasial daerah kerusakan. Pengumpulan data menggunakan metode observasi, wawancara, kuesioner, dan telaah dokumen. Jumlah sampel penelitian sebanyak 100 reponden dengan nilai error 10% dengan teknik Proportionate Sampling yang disebar ke tujuh desa di Kecamatan Tanjung. Penelitian menunjukkan bahwa terdapat perubahan signifikan kondisi sosial ekonomi masyarakat sebelum dan setelah gempa bumi di Kecamatan Tanjung. Desa Jenggala menjadi desa dengan perubahan sosial ekonomi tertinggi atau paling rentan terdahap bencana gempa bumi. Perubahan sosial ekonomi diakibatkan oleh tingginya tingkat ancaman di desa tersebut. Selain itu, juga disebabkan oleh kerusakan infrastruktur, lamanya proses evakuasi, banyaknya korban, perubahan fisik lingkungan, serta karakteristik sosial ekonomi penduduk. Penelitian ini dapat menjadi acuan pemerintah daerah dalam menentukan upaya mitigasi terhadap bencana gempa bumi di Kecamatan Tanjung Kabupaten Lombok Utara.
Mochamad Trias Sembada, Jurusan Perencanaan Wilayah Dan Kota, Septiana Hariyani,
Published: 31 December 2020
Tata Kota Dan Daerah, Volume 12, pp 60-69; https://doi.org/10.21776/ub.takoda.2020.012.01.3

Abstract:
DKI Jakarta selain merupakan Ibukota Negara Indonesia juga menjadi pusat bisnis dan pemerintahan dengan jumlah penduduk mencapai 10.374.235 jiwa dan kepadatan penduduk mencapai 15.663 orang per . Dinamika kota-kota besar dengan karakter pertumbuhan penduduk dan kepadatan lalu lintas yang tinggi membuat kebutuhan terhadap pengembangan sistem transportasi terutama transportasi massal cepat (Mass Rapid Transportation-MRT) menjadi cukup besar. Selain itu, pengembangan sistem transportasi ini juga untuk mengimbangi pertumbuhan kendaraan pribadi yang terus mengalami peningkatan sedangkan sistem moda shares angkutan umum cenderung mengalami penurunan hingga 3% sejak tahun 2002. Saat ini, terdapat upaya pengembangan sistem angkutan umum massal berbasis jalan dan berbasis rel berdasarkan RTRW DKI Jakarta 2010-2030. Berkaitan dengan kondisi tersebut perlu adanya kajian terhadap penilaian pelayanan transportasi umum guna menarik masyarakat dalam menggunakannya agar permasalahan lalu lintas yang ada dapat terselesaikan. Tujuan penelitian ini antara lain adalah mengetahui karakteristik masyarakat yang memiliki preferensi dalam menggunakan moda MRT dan faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi masyarakat dalam menggunakan moda MRT. Penelitian ini menggunakan metode analisis statistic deskriptif dan analisis faktor. Berdasarkan hasil analisa diketahui masyarakat yang memiliki preferensi untuk menggunakan moda MRT sebesar 98% dengan karakter sebagian besar berjenis kelamin Laki-laki, rentang usia 25-35 Tahun, jenis pekerjaan pegawai swasta, dan tingkat penghasilan ≥Rp.4.000.000. Tujuan perjalanan menuju perkantoran, dan memiliki keperluan perjalanan untuk bekerja. Selanjutnya dari analisis faktor dihasilkan 17 kelompok faktor yang mempengaruhi preferensi masyarakat dalam menggunakan moda MRT, dengan kelompok faktor nomor 1 yang memiliki tingkat variasi eigen value tertinggi.
Arif Furqon, Fakultas Teknik Jurusan Perencanaan Wilayah Dan Kota, Wawargita Permata Wijayanti, Aris Subagiyo
Published: 31 December 2020
Tata Kota Dan Daerah, Volume 12, pp 95-100; https://doi.org/10.21776/ub.takoda.2020.012.02.4

Abstract:
Pantai Lariti merupakan salah satu obyek wisata paling potensial di Kabupaten Bima, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Meski Lariti memiliki daya tarik wisata yang indah, namun pantai tersebut memiliki masalah yang cukup serius terkait dengan lokasinya yang dekat dengan tambak ikan. Kondisi ini membuat wisatawan tidak nyaman dengan bau dan limbah dari kolam. Selain itu minimnya infrastruktur membuat jumlah pengunjung ke pantai ini juga semakin berkurang dalam kurun waktu tiga tahun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana persepsi wisatawan terhadap pasokan pariwisata di Pantai Lariti dan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan kondisi Lariti. Kami menggunakan analisis deskriptif dengan IPA dan analisis faktor untuk menentukan faktor yang berpengaruh terkait dengan penawaran wisata. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir 50% wisatawan tidak puas terkait dengan aspek penawaran pariwisata yag ditawarkan pada Pantai Lariti. Sehingga, 12 dari 20 atribut penelitian menjadi prioritas pemerintah untuk meningkatkan pasokan pariwisata di Pantai Lariti.Atribut-atribut inilah yang akan diprioritaskan penanganannya guna peningkatan kualitas aspek penawaran di Pantai Lariti. Dengan harapan, jumlah kunjungan wisatawan ke Pantai Lariti akan semakin meningkat dan dapat meningkatkan pendapatan daerah Kabupaten Bima
Rizky Ika Ramadhan, Jurusan Perencanaan Wiayah Dan Kota Fakultas Teknik Universitas Brawijaya, Wulan Dwi Purnamasari, Wisnu Sasongko
Published: 15 August 2020
Tata Kota Dan Daerah, Volume 12, pp 1-14; https://doi.org/10.21776/ub.takoda.2020.012.01.1

Abstract:
Taman Siring Pierre Tendean merupakan salah satu ruang publik yang terdapat di Kota Banjarmasin yang berbentuk ruang terbuka hijau dan memiliki berbagai macam fasilitas untuk mendukung aktivitas masyarakat. Ruang publik yang dapat mengakomodasi kebutuhan masyarakat untuk beraktivitas akan menciptakan keterikatan antara masyarakat dengan suatu ruang publik.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas Taman Siring Pierre Tendean berdasarkan indikator PPS (Project for Public Space), keterikatan masyarakat (place attachment), dan hubungan antara kualitas taman dengan keterikatan masyarakat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan IPA (Important Performance Analysis) untuk mengetahui kualitas Taman Siring Pierre Tendean, analisis tingkat place attachment untuk mengetahui keterikatan masyarakat pada Taman Siring Pierre Tendean, dan korelasi Pearson Product Moment untuk mengetahui kuat hubungan kualitas taman terhadap keterikatan masyarakat pada Taman Siring Pierre Tendean. Berdasarkan hasil analisis, dapat diketahui bahwa kualitas Taman Siring Pierre Tendean cukup baik, karena mayoritas atribut telah berada pada kuadran B dan D pada diagram kartesius. Keterikatan masyarakat pada Taman Siring Pierre Tendean dinilai tinggi (3,25) dan termasuk dalam keterikatan level 3 “extention attachment”. Berdasarkan hasil analisis korelasi, terdapat hubungan antara kualitas taman dengan keterikatan masyarakat pada Taman Siring Pierre Tendean dengan arah hubungan yang berbanding lurus dan kuat hubungan yang lemah. Adanya hubungan menunjukkan adanya perubahan pada kualitas taman akan menyebabkan terjadinya perubahan pada keterikatan masyarakat pada Taman Siring Pierre Tendean.
Syavana Fairuzahira, Wara Indira Rukmi, Kartika Eka Sari
Published: 15 August 2020
Tata Kota Dan Daerah, Volume 12, pp 29-38; https://doi.org/10.21776/ub.takoda.2020.012.3

Abstract:
Permukiman tradisional merupakan permukiman yang masih menjaga tradisi, budaya, adat-istiadatnya. Elemen-elemen ekistik adalah elemen yang membentuk suatu permukiman, yang merupakan hasil interaksi antara manusia dengan lingkungannya. Kampung Naga yang merupakan salah satu permukiman tradisional di Jawa Barat yang masih bertahan hingga kini, terbentuk dari elemen ekistik. Pada penelitian ini, peneliti mengidentifikasi elemen pembentuk permukiman dari Doxiadis (1968) yang terdapat di permukiman tradisional Kampung Naga. Metode penelitian adalah deskriptif-eksplanatif dengan metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis behaviour mapping. Variabel penelitian ini adalah elemen ekistik yang terdiri dari fisik alam, manusia dan masyarakat, bangunan, dan jaringan. Hasil penelitian ini diketahui bahwa di dalam permukiman tradisional Kampung Naga, seluruh elemen pembentuk permukiman permukiman memiliki sifat timbal balik, dari elemen manusia dan masyarakat dengan elemen lainnya.
Program Studi Perencanaan Wilayah Dan Kota Universitas Teknologi Yogyakarta, Annisa Mu'awanah Sukmawati
Published: 15 August 2020
Tata Kota Dan Daerah, Volume 12, pp 15-28; https://doi.org/10.21776/ub.takoda.2020.012.01.2

Abstract:
Desa Kembang adalah salah satu desa di Kabupaten Pacitan yang rentan mengalami bencana banjir. Desa Kembang telah ditetapkan sebagai Desa Tangguh Bencana (Destana) sejak tahun 2012. Meskipun dana tanggap darurat, dana untuk Pengurangan Risiko Bencana (PRB) untuk program Destana Desa Kembang sudah tersedia, dan penyelenggaraan pendanaan sudah dilakukan dengan baik, namun masih terdapat indikator-indikator pada penyelenggaraan penanggulangan bencana yang belum efektif. Artikel ini bertujuan untuk menilai penyelenggaraan penanggulangan bencana program Destana di Desa Kembang.Penelitian menggunakan metode kuantitatif melalui teknik analisis deskriptif kuantitatif dengan Skala Likert dan skoring. Indikator yang digunakan, meliputi peta dan kajian risiko, peta dan jalur evakuasi serta tempat pengungsian, sistem peringatan dini, pelaksanaan mitigasi struktural, pola ketahahan ekonomi masyarakat, perlindungan kesehatan pada kelompok rentan, pengelolaan sumber daya manusia untuk PRB, dan pengelolaan aset produktif masyarakat. Sumber data diperoleh dengan metode pengumpulan data primer melalui kuesioner, observasi, dan wawancara, serta metode pengumpulan data sekunder melalui telaah dokumen. Teknik pengambilan sampel menggunakan Stratified Random Sampling dengan jumlah sampel 100 responden, meliputi pemerintah desa, tim siaga dan tanggap bencana (TSB), Karang Taruna, serta masyarakat umum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyelenggaraan penanggulangan bencana Desa Kembang melalui program Destana sudah efektif karena delapan indikator yang digunakan berada pada daerah respon efektif. Indikator yang paling efektif adalah ketersediaan peta dan jalur evakuasi, serta tempat pengungsian (74%). Sedangkan indikator yang paling tidak efektif adalah perlindungan aset produktif utama masyarakat (63%). Maka dapat disimpulkan bahwa, dari segi perencanaan penyelenggaraan penanggulangan bencana telah dipersiapkan dengan baik dengan membuat dokumen kajian risiko bencana dan tempat serta jalur evakuasi bencana. Namun, jika dilihat dari aspek ketahanan ekonomi atau terkait produktivitas masyarakat masih belum optimal. Padahal, aspek ekonomi adalah salah satu aspek yang paling terdampak bencana dan perlu diantisipasi langkah tindak lanjutnya. Diperlukan upaya dari pemerintah dan pemangku kepentingan lain dalam mencari alternatif ekonomi untuk ketahanan ekonomi masyarakat.
Adelita Virenza Nurubiatmoko, Fakultas Teknik Jurusan Perencanaan Wilayah Dan Kota, Wara Indira Rukmi, Kartika Eka Sari
Published: 15 August 2020
Tata Kota Dan Daerah, Volume 12, pp 39-50; https://doi.org/10.21776/ub.takoda.2020.012.01.4

Abstract:
Kawasan Jalan Rajawali merupakan salah satu kawasan cagar budaya yang berkembang menjadi pusat kegiatan komersial. Karakterisitik Jalan Rajawali sebagai pusat kegiatan komersial terlihat dari adanya 27 bangunan cagar budaya yang dimanfaatkan sebagai perkantoran dan perdagangan. Namun seiring berjalannya waktu, kondisi fisik bangunan tersebut yang mengalami kerusakan bahkan hilang dan diganti dengan bangunan baru. Hal tersebut merupakan dampak dari perkembangan kegiatan komersial, yang menyebabkan penurunan nilai budaya dan identitas yang membentuk citra kawasan Jalan Rajawali sebagai kawasan bersejarah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui objek utama dari masing-masing elemen citra kawasan Jalan Rajawali, sehingga dapat menjadi dasar perencanaan yang memperkuat karakter kawasan. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah multi criteria analysis (MCA) dengan menggunakan kriteria organisasi visual pembentuk citra kawasan berdasarkan Teori Gestalt. Hasil mental map menunjukkan bahwa terdapat 5 path, 2 edge, 3 district, 3 node, dan 8 landmark di Kawasan Jalan Rajawali. Hasil MCA menunjukkan bahwa Jalan Rajawali objek utama path, Sungai Kalimas objek utama edge, kawasan cagar budaya objek utama district, Taman Sejarah Jayengrono objek utama node, dan Jembatan Merah objek utama landmark.
Shinta Permana Putri, Institut Teknologi Bandung
Published: 15 August 2020
Tata Kota Dan Daerah, Volume 12, pp 51-58; https://doi.org/10.21776/ub.takoda.2020.012.01.5

Abstract:
The positive image of the city plays a strong role in determining the success of city branding. The positive image of the city makes it easier to form competitive advantages. These city images can be communicated in various ways, and one of them through culture. This research was conducted to determine the influence of the image of traditional markets as a part of the culture of Solo in attracting residents and tourists to stay and visit. Multiple linear regression is used to test and find traditional market image factors that influence the success of city branding. The study used 120 samples consisting of residents and tourists. Sampling uses the combined sampling method. The results of the study show that there is an influence between the traditional market image on the success of city branding. Traditional markets have been proven to be able to influence the formation of a positive image of Solo although it is not the only determinant of the success of city branding. Traditional market condition and traditional market reputation are significant factors in attracting residents and tourists to stay and visit Solo.
, Jurusan Perencanaan Wilayah Dan Kota, Achmad Alansyah
Published: 30 December 2019
Tata Kota Dan Daerah, Volume 11, pp 77-84; https://doi.org/10.21776/ub.takoda.2019.011.02.4

Abstract:
Tahu Sumedang merupakan salah satu industri yang paling strategis dan prioritas di Kabupaten Sumedang berdasarkan rencana pembangunan jangka menengah wilayah dan sektor industri. Saat ini ada beberapa masalah strategis industri tahu sumedang seperti bahan dasar tahu Sumedang adalah kedelai yang diimpor dari AS, sehingga tidak menyerap produk pertanian lokal serta adanya Rencana pembangunan jalan tol Cisumdawu yang melewati Kabupaten Sumedang membuat orang hanya melewati kota tanpa mengunjungi kota. Penelitian ini bertujuan untuk memaksimalkan sumber daya lokal berdasarkan isu-isu strategis di desa-desa yang memproduksi tahu sumedang melalui identifikasi rencana aksi untuk pengembangan sumber daya industri tahu sumedang. Untuk menganalisis data, menggunakan dua metode analisis seperti analisis sub sistem dan analisis linkage system. Hasil akhir adalah untuk mengidentifikasi rencana aksi untuk rencana pengembangan industri tahu sumedang yang mencakup rencana pengembangan produk, rencana sistem keterkaitan, dan rencana peningkatan kualitas produk.
, Jurusan Perencanaan Wilayah Dan Kota, Ismu Rini Dwi Ari, Anestia Lairatri Prabandari
Published: 30 December 2019
Tata Kota Dan Daerah, Volume 11, pp 53-60; https://doi.org/10.21776/ub.takoda.2019.011.02.1

Abstract:
Kemiskinan meruapakan permasalahan yang sering terjadi di negara-negara di dunia khususnya pada negara berkembang. Perhitungan nilai kemiskinan mangalami beberapa berubahan atau modifikasi sesuai dengan kondisi saat ini. Kondisi kemiskinan tidak lagi hanya dipandang sebagai keterbatasan seseorang dari sisi finansial (pendapatan), tetapi juga beberapa dimensi lainnya. Pengukuran kemiskinan menggunakan metode Multidimensional Poverty Index merupakan salah satu metode pengukuran kemiskinan yang memperhatikan 3 (tiga) dimensi antara lain pendidikan, kesehatan dan standar hidup. Penelitian ini berlokasi di Kecamatan Kedungkandang. Kecamatan Kedungkandang merpakan salah satu kecamatan di Kota Malang yang memiliki jumlah penerima beras miskin tertinggi yaitu sebesar 5260 KK miskin. Kecamatan Kedungkandang memiliki penduduk sebesar 1.888.175 jiwa yang terbagi menjadi 12 kelurahan. Pengukuran kemiskinan menggunakan Multidimensional Poverty Index di Kecamatan Kedungkandang terbagi mejadi kategori sangat rendah. Kelurahan yang memiliki nilai MPI terendah yaitu Kelurahan Kotalama (0,01) dan Kelurahan Sawojajar (0,01) sedangkang Kelurahan yang memiliki nilai MPI tertnggi adalah Kelurahan Lesanpura (0,07) dan Kelurahan Wonokoyo (0,07). Semakin tinggi nilai MPI mengindikasikan daerah tersebut semakin miskin.
, Jurusan Perencanaan Wilayah Dan Kota, Wawargita Wijayanti, Dian Dinanti
Published: 30 December 2019
Tata Kota Dan Daerah, Volume 11, pp 61-70; https://doi.org/10.21776/ub.takoda.2019.011.02.2

Abstract:
Pengembangan Desa Wisata Pujon Kidul dilakukan dengan memanfaatkan potensi-potensi desa berupa sumber daya alam, potensi pertanian, peternakan, dan budaya. Masyarakat Desa Wisata Pujon Kidul dapat terlibat dengan melakukan salah satu usaha wisata yang ada. Meskipun demikian, tidak semua masyarakat terlibat secara langsung atau tidak terlibat sama sekali dalam usaha wisata. Peran kepemimpinan sangat penting dalam menggerakkan masyarakat untuk terlibat agar masyarakat tidak hanya menjadi objek melainkan menjadi pelaku, pemilik dan pengelola kegiatan wisata yang ada. Hal tersebut dapat terwujud apabila masyarakat memiliki kesiapan untuk mengelola potensi desanya. Oleh karena itu, pemimpin/responden kunci perlu mengetahui bagaimana kondisi kesiapan masyarakatnya, sehingga dapat dilakukan langkah yang sesuai untuk melakukan pengembangan yang lebih lanjut.Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi tingkat kesiapan masyarakat dalam pengembangan Desa Wisata Pujon Kidul. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan melalui wawancara terstruktur kepada 5 orang responden kunci yaitu kepala desa, kepala dusun, dan ketua kelompok masyarakat sadar wisata. Penilaian kesiapan menggunakan dimensi Community Readiness Model, yaitu usaha masyarakat, pengetahuan masyarakat terhadap usaha, kepemimpinan, iklim masyarakat, pengetahuan masyarakat terhadap isu, dan sumberdaya. Klasifikasi tingkat kesiapan terdiri dari 9 tingkat berdasarkan Community Readiness Model yaitu no awareness, denial/resistance, vague awareness, preplanning, preparation, initiation, stabilization, expansion/confirmation, dan community ownership. Hasil analisis menunjukkan masyarakat desa wisata pujon kidul berada pada tingkat kesiapan keenam yaitu inisiasi dengan skor akhir sebesar 3,9. Tahap inisiasi ditandai dengan telah tersedianya cukup informasi untuk menjustifikasi usaha.
Tigor Wilfritz Soaduon Panjaitan
Published: 30 December 2019
Tata Kota Dan Daerah, Volume 11, pp 71-76; https://doi.org/10.21776/ub.takoda.2019.011.02.3

Abstract:
Sejak otonomi daerah diterapkan pasca reformasi tahun 1998, pemerintah daerah di Indonesia memiliki kewenangan untuk menyusun perencanaan tata ruang di daerahnya masing-masing. Menyusun sebuah rencana tata ruang yang kontekstual menjadi salah satu agenda utama desentralisasi kewenangan tersebut. Namun, melalui penelitian yang menggunakan pendekatan fenomenologis diketahui bahwa cita-cita reformasi tersebut tidak serta merta dapat terwujud. Intervensi kepentingan, keterbatasan anggaran dan waktu, keterbatasan data, kompleksitas birokrasi dan lemahnya kualitas aparatur pemerintah, menjadi tantangan yang harus dihadapi. Seorang perencana kota tidak saja dituntut menguasai prinsip-prinsip perencanaan tata ruang yang baik, tapi mereka juga harus memiliki kemampuan bernegosiasi dan mengedukasi para pemangku kebijakan di daerah. Penelitian ini menunjukkan bahwa seorang peneliti dapat berperan lebih baik sebagai perencana kota dibanding perencana profesional dalam merumuskan rencana kota yang lebih kontekstual.
, Jurusan Perencanaan Wilayah Dan Kota, Septiana Hariyani, Bunga Adelia Surya Haryani
Published: 30 December 2019
Tata Kota Dan Daerah, Volume 11, pp 85-92; https://doi.org/10.21776/ub.takoda.2019.011.02.5

Abstract:
Pertumbuhan jumlah penduduk di Kota Batu terus meningkat sebesar 0,83% atau sekitar 1.678 pada tahun 2016 ke 2017. Peningkatan ini menyebabkan peningkatan kebutuhan ruang yang dibuktikan dalam Kota Batu Data dengan adanya perubahan fungsi guna lahan dari yang semula lahan pertanian menjadi lahan non pertanian seperti perumahan dan sarana guna memenuhi kebutuhan penduduk sebesar 10.169 Ha berdasarkan data Kota Batu Dalam Angka Tahun 2017. Adanya perubahan jumlah penduduk dan perubahan penggunaan lahan dapat menyebabkan perubahan bentuk struktur ruang. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi bentuk struktur ruang Kota Batu. Analisis yang digunakan dalam penelitian dalam identifikasi bentuk struktur ruang adalah kepadatan penduduk, kepadatan bangunan, kepadatan jaringan jalan, indeks sentralitas, indeks beta, indeks entropi, Koefisien Dasar Bangunan (KDB) dan Koefisien Lantai Bangunan (KLB). Sedangkan analisis untuk identifikasi pola pergerakan adalah analisis MAT yang digambarkan melalui gambar desire line. Hasil identifikasi bentuk struktur ruang Kota Batu merupakan bentuk monosentris dengan 1 pusat pelayanan di Zona 1, 2 sub pusat di zona 3 dan 9, serta zona lain merupakan sub-sub pusat.
, Fakultas Teknik Jurusan Perencanaan Wilayah Dan Kota, Wara Indira Rukmi, Deni Agus Setyono
Published: 27 July 2019
Tata Kota Dan Daerah, Volume 11, pp 1-10; https://doi.org/10.21776/ub.takoda.2019.011.01.1

Abstract:
Pemerintah Kota Malang menetapkan RW 04 sebagai salah satu kawasan prioritas dalam penanganan permukiman kumuh di Kota Malang. Penetapan RW 04 sebagai kawasan prioritas tersebut disebabkan oleh kondisi lingkungan permukimannya yang tidak layak huni dan cukup padat sehingga membuat Pemerintah Kota Malang melakukan berbagai upaya pengentasan dan penanganan kawasan tersebut yang juga sebagai bagian dari strategi pemenuhan capaian Program 100-0-100. Upaya yang dilakukan pemerintah salah satunya adalah Program PLPBK (Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas). Pelaksanaan PLBPK ini pengelolaannya dilakukan oleh masyarakat melalui BKM dan KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat) serta masyarakat umum. Namun partisipasi masyarakat hanya terfokus pada pembangunan fisik sehingga menjadikan masyarakat cenderung untuk mengandalkan KSM apabila terjadi kerusakan fisik pada saat tahap pasca pelaksanaan program. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi partisipasi masyarakat dalam PLPBK di RW 04 dengan analisis SNA (social network analysis). Hasil penelitian menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat hanya mengikuti 1-2 kegiatan dari total 22 kegiatan. Keterlibatan tersebut menggambarkan kerapatan rendah disebabkan kurang terhubung atau tidak bertemunya antar aktor pada kegiatan yang sama sehingga perlu aktor sentral sebagai jembatan antar aktor yang akan berdampak pada perpindahan informasi yang berpindah secara lambat sehingga masyarakat cenderung mengandalkan KSM. Hasil tersebut menggambarkan belum adanya keberlanjutan dalam Program PLPBK di RW 04.
, Fakultas Teknik Jurusan Perencanaan Wilayah Dan Kota, Wara Indira Rukmi, Chairul Maulidi
Published: 27 July 2019
Tata Kota Dan Daerah, Volume 11, pp 20-30; https://doi.org/10.21776/ub.takoda.2019.011.01.3

Abstract:
Perkembangan permukiman tradisional yang berada pada tengah Kota Malang kondisinya semakin tersudut dan terdesak dikarenakan oleh perkembangan kota. Permukiman tradisional sendiri sebenarnya merupakan aset kawasan kota yang dapat memberikan ciri kota, tatanan lingkungan binaan, ciri aktifitas sosial budaya masyarakatnya, yang merupakan manifestasi nilai sosial budaya masyarakat. Hal tersebut menyebabkan perubahan interaksi sosial dalam pembentukan pola permukimannya(Rapoport,1969). Permasalahan yang terjadi pada kampung dan interaksi sisalamnya menunjukkan perlu adanya kajian lebih lanjut. Oleh karena itu, dibutuhkan adanya penelitian untuk mengidentifikasi dan menganalisis pola permukiman serta perwujudan interaksi sosial dalam pola permukiman kampung yang terdapat pada Kampung Panggung Kota Malang. Metode yang dilakukan untuk mengidentifikasi bagaimana karakteristik pola permukiman dan mengidentifikasi interaksi sosial yang terdapat didalamnya menggunakan teknik metode analisis deskriptif berupa analisis sinkronik/diakronik, analisis behaviour, serta analisis family tree. Hasil identifikasi karakteristik menunjukkan bahwa interaksi sosial dapat terbentuk berdasarkan hubungan kekerabatan tanpa dibatasi oleh pola permukiman, selain itu pola permukiman sendri juga dapat membentuk interaks sosial. Selain itu interaksi sosial yang ditemukan dapat dipengaruhi oleh perubahan fungsi bangunan yang dapat berupa perubahan secara positif maupun konflik
, Fakultas Teknik Jurusan Perencanaan Wilayah Dan Kota, Deni Agus Setyono, Wulan Dwi Purnamasari
Published: 27 July 2019
Tata Kota Dan Daerah, Volume 11, pp 11-20; https://doi.org/10.21776/ub.takoda.2019.011.01.2

Abstract:
Program Kampung Deret merupakan salah satu upaya penanganan permukiman kumuh yang dilakukan oleh Gubernur Provinsi DKI Jakarta melalui kebijakan Peraturan Gubernur Nomor 64 Tahun 2013 yang berisi Bantuan Perbaikan Rumah di Permukiman Kumuh Melalui Penataan Kampung. Terdapat dua kawasan permukiman yang keduanya mendapat program Kampung Deret dari Pemerintah Daerah DKI Jakarta namun dengan kondisi fisik lingkungan yang berbeda yaitu Kampung Deret Petogogan dan Kampung Deret Kapuk. Tujuan penelitian adalah untuk mengidentifikasi hubungan antara tingkat penerimaan masyarakat terhadap program Kampung Deret dengan tingkat livability permukiman Kampung Deret Petogogan dan Kampung Deret Kapuk. Analisis yang digunakan adalah analisis tingkat penerimaan masyarakat dan analisis tingkat livability. Secara keseluruhan tingkat penerimaan di Kampung Deret Petogogan memperoleh klasifikasi setuju dan Kampung Deret Kapuk memperoleh klasifikasi sangat setuju dan setuju. Analisis tingkat livability melibatkan teknik skoring dan AHP. Bobot tertinggi yang didapatkan dari AHP adalah ketersediaan air bersih. Penilaian tingkat livability didapatkan dari perkalian skoring kesesuaian lingkungan dengan bobot AHP, secara keseluruhan klasifikasi tingkat livability untuk kedua kampung adalah tinggi. Hasil dari analisis chi square ditemukan adanya hubungan yang lemah antara tingkat penerimaan masyarakat dengan tingkat livability di Kampung Deret Petogogan dan tidak ditemukan adanya hubungan di Kampung Deret Kapuk.
, Fakultas Teknik Jurusan Perencanaan Wilayah Dan Kota, Oktavia Indah Rudinanda, I Nyoman Suluh Wijaya
Published: 27 July 2019
Tata Kota Dan Daerah, Volume 11, pp 43-50; https://doi.org/10.21776/ub.takoda.2019.011.01.5

Abstract:
Kampung kota adalah kelompok perumahan yang merupakan bagian kota dengan kepadatan tinggi dan mengandung arti perumahan yg dibangun secara tidak formal. Penyediaan ruang interaksi sosial masyarakat permukiman kampung berupa ruang publik sebagai sebuah keharusan menjadi sulit terlaksana. Ruang “ambigu” dengan fungsi ganda pun bermunculan seperti jalan untuk ruang bermain, teras untuk ruang interaksi, dst. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan melihat kualitas ruang publik yang terdapat di permukiman kampung baik pusat dan pinggiran kota dan bagaimana persepsi pengguna terhadap kualitas ruang tersebut. Metode peneltian ini berupa analisa penilaian kualitas ruang publik menggunakan Good Public Space Index (GPSI) dan persepsi pengguna ruang publik. Hasilnya menunjukkan bahwa sebagian besar ruang publik yang terdapat di kampung pusat dan pinggiran kota memiliki kualitas ‘sangat baik’ dan ‘baik’. Pada penilaian berdasarkan persepsi pengguna ruang publik, terdapat ruang-ruang yang memiliki kualitas ‘baik’ tetapi memiliki beberapa indikator yang ‘buruk’ sehingga berpengaruh terhadap penilaian kualitas berdasarkan GPSI.
Jayanti Kusuma Wardhani, Fakultas Teknik Prodi Perencanaan Wilayah Dan Kota, Paramita Rahayu, Erma Fitria Rini
Published: 27 July 2019
Tata Kota Dan Daerah, Volume 11, pp 31-42; https://doi.org/10.21776/ub.takoda.2019.011.01.4

Abstract:
Air perkotaan sangat penting dalam menunjang aktivitas masyarakat perkotaan. Keberadaan airperkotaan semakin langka dikarenakan semakin tingginya pertambahan penduduk yang menyebabkan kebutuhan akan air juga meningkat serta aktivitas perkotaan yang semakin intensif. Permasalahan-permasalahan mengenai air perkotaan terjadi hampir di seluruh kota yang ada di Indonesia, tak terkecuali terjadi juga di Kota Surakarta. Oleh karena itu untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut, diperlukan kesesuaian program pengelolaan air perkotaan dalam mengatasi permasalahan-permasalahan air perkotaan di Kota Surakarta. Berdasarkan hasil analisis triangulasi sumber data yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa program yang dilakukan telah mengarah pada penyelesaian permasalahan air perkotaan yang ada di Kota Surakarta. Tetapi tidak semua permasalahan air perkotaan tersebut dapat teratasi. Terdapat permasalahan air perkotaan yang saat ini masih belum teratasi yaitu mengenai hal kelangkaan air, karena belum adanya program yang dibuat. Selain itu terdapat pula permasalahan yang masih jauh dalam penyelesaiannya karena terkendala dalam hal pendanaan. Program yang dibuat dirasa sudah cukup mampu sedikit demi sedikit untuk menanggulangi permasalahan air perkotaan yang ada, ini dibuktikan dengan program yang dilakukan secara terus menerus dan berkelanjutan serta adanya pengecekan dan monitoring dan telah melibatkan seluruh stakeholder.
Rofifah Yusadi, Jurusan Perencanaan Wilayah Dan Kota, Budi Sugiarto Waluyo, Deni Agus Setyono
Published: 30 December 2018
Tata Kota Dan Daerah, Volume 10, pp 91-98; https://doi.org/10.21776/ub.takoda.2018.010.02.4

Abstract:
Creative economy is a new sector in the Indonesian economy. Based on Presidential Instruction (Inpres) Number 6 Year 2009 on Creative Economy Development, the government has supported creative economy policy through creative industry. One of the creative industries sub-sector in Malang is culinary culinary that reach 160.000 users in 2013. However, the existence of online culinary has not been recorded by the government and there has been no study of local product development in RPJMD. Therefore, this research is needed related to the identification of online culinary characteristics and the preparation of action plans of its development. Based on stakeholders analsis, Industrial and Trading Department become the executant of strategic planning. Based on the results of research on 96 units of online culinary, there are 3 factors of value shift which is changes in production, distribution, and marketing processes that can be used as the basis for action plans based on value proposition that is operational excellence. This research comes out into 1 vision, 3 missions with 10 different strategies and 22 action plans for the development of online culinary creative industry in Malang City. Keywords: Creative Industry, Online Culinary, Strategic Palnning, Operational Excellence
, Wara Indira Rukmi
Published: 30 December 2018
Tata Kota Dan Daerah, Volume 10, pp 107-116; https://doi.org/10.21776/ub.takoda.2018.010.02.6

Abstract:
Cultural landscapes formed by continuous reorganization of landscapes by indigenous people in order to adjust land use and spatial structures to achieve the fulfillment of human needs. This process is constantly changing from time to time. Therefore a cultural landscape as a multifunctional landscape that provides a variety of benefits for humans, in producing goods and products. It supports and provides limitations for community in managing local resources, improving culture, and so forth. Indonesia is rich in valuable landscapes as an outstanding cultural landscape for national heritage. These areas contain strong historical values, as inheritance resources, distinctive geomorphology, from the changing of natural systems and biogeophysical and socio-cultural processes. This research constructs a typology of the Old Javanese cultural landscape base on illustrated data at the reliefs on Jawi, Jago and Panataran temple. These temples date from the 12th century AD. This research was conducted with a constructivism perspective. The research is descriptive explorative, using Content Analysis and Cluster Analysis. Cluster analysis findings is that the landscape of Old Javanese Culture was classified into two large groups based on the diversity of features, namely: Natural Landscape and Built Landscapes. On Natural Landscapes classified into two types, residential landscape types (bukur temple and mandala) and worship landscape type. Whereas the Built Landscape is classified as two, Outside kadatwan (staphaka and patapan); and the type of landscape around kadatwan (forest / park and cadastral environment as the residence for kings / aristocrats), artificial, and landscape features. Each landscape has unique composition of features of vegetation, animals, artificial structures, and surrounding scenery.Keywords: Relief, Candi, Lanskap, Jawa.
, Jurusan Perencanaan Wilayah Dan Kota, Imma Widyawati, Dadang Meru Utomo
Published: 30 December 2018
Tata Kota Dan Daerah, Volume 10, pp 99-106; https://doi.org/10.21776/ub.takoda.2018.010.02.5

Abstract:
South Jakarta as the center of residential and economic activities in Jakarta, experienced population growth every year. The increasing population of Jakarta Selatan resulted in an increase in various needs, such as the need for mobilization. The need for mobilization is supported by the transportation in South Jakarta in the form of private vehicles and public transportations. Along with the technology development, the information technology began to be applied in public transport as a solution to the problem of congestion and the problem of conventional public transport. The main purpose of this research is to determine the characteristics and differences of online-based public transportation is South Jakarta. This research use descriptive analysis. Based on the results of descriptive analysis, the differences of online-based transportaion depend on the service provider company. Differences from every online-based public transportation companies are origin country and service coverage, type of vehicle used, service facilities, payment method, point and reward features, peak hours, motorcycles and cars fare, as well as additional fees of cancellation.Keywords: Online based public transportation, South Jakarta
, Perumahan Dinas Pekerjaan Umum
Published: 30 December 2018
Tata Kota Dan Daerah, Volume 10, pp 67-76; https://doi.org/10.21776/ub.takoda.2018.010.02.2

Abstract:
The mainstay tourism destinations in Yogyakarta Special Region are beach tourism destinations. Accessibility in beach tourism destinations does not deter tourists. The purpose of this study is to illustrate the relationship between accessibility to preferences and routes of beach tourism destinations, and identify factors affecting the preferences and routes of beach tourism destinations in Yogyakarta Special Region. The method used is deductive method with quantitative analysis. The analysis method used is using descriptive statistical analysis. The result of the analysis shows that there is a relation between accessibility with preference and route of beach tourism destination. There are beach tourism destinations that are often bypassed and become the referral of Baron Beach and Parangtritis Beach. Factors influencing the preferences and routes of beach tourism destinations are (i) the socio-demographic factor of tourists, consisting of the area of origin of tourists, the source of information, and the frequency of travel, (ii) the amenity factor which includes the availability of tourism facilities and infrastructure and the ability of facilities and infrastructure tourism in meeting the needs of tourists, (iii) tourist behavior factor, consisting of tourist destinations, tourism motivation, and tourist expectations of tourism facilities and infrastructure needed, (iv) tourist attraction factors that include the ability of tourist attractions in attracting tourists, tourist attractions are popular tourists, and tourist activities undertaken by touristsKeywords: Preferences, Routes, Beach Tourism Destinations, Yogyakarta Special Region.
Page of 2
Articles per Page
by
Show export options
  Select all
Back to Top Top