Abstract
Arsitektur melayu memiliki tipologi yang sangat banyak, diantaranya rumah melayu Limas, rumah Lontiak, rumah Begonjong, rumah beratap Layar dan Bersayap, rumah Melayu Peranakan (campuran etnis China), serta beberapa tipikal rumah melayu lainnya. Selain memiliki 4 (empat) ruangan yaitu selasar, rumah induk, telo dan penanggah, rumah melayu juga memiliki ornamen yang terdapat pada atap lisplank dan dinding serta tiang rumah. Salah satu rumah tradisional yang ada di kabupaten Kampar yaitu Rumah Lontiok (Lentik) Melayu Majo. Tulisan ini mengidentifikasi dan mendokumentasikan rumah ini sebagai salah satu bangunan melayu yang perlu dijaga dan dilestarikan. Metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus digunakan dalam penelitian ini dikarenakan objek penelitian yang sudah hilang dimakan usia. Teori tentang arsitektur Melayu dan ornamen bangunan Melayu sebagai background knowledge dengan didukung informasi yang diperoleh dari literatur dan data dilapangan serta pelaku kegiatan dalam lingkup penelitian. Pengolahan dan analisis data dilanjutkan dengan mengevaluasi dan membuat sketsa dan penggambaran ulang, kemudian diakhiri dengan penyusunan hasil temuan lapangan. Secara umum rumah ini dibagi kedalam 2 (dua) masa bangunan, bagian pertama yaitu rumah induk, dan yang kedua yaitu dapur, terdapat penghubung antara rumah induk dan dapur. Rumah melayu Majo merupakan bangunan bertipologi panggung dengan ciri khas atap Lontiak. Ornamen yang pertama kali terlihat pada rumah ini adalah Selembayung atau Tanduk Buang, terdapat pula ornamen seperti tombak terhunus yang disebut tombak-tombak begitu juga dengan sayap layang-layang yang terletak pada keempat sudut atap. Bermacam jenis ukiran juga terdapat pada setiap sudut bangunan ini.Kata-kata Kunci: Arsitektur Melayu, Kampar, Riau, Rumah Lontiak, UkiranMALAY ARCHITECTURE: IDENTIFICATION MALAY LONTIAK HOUSE OF KAMPAR MAJO TRIBEMalay architecture has a lot of typologies in roof forms, such as Limas, Lontiak, Begonjong, Layar and Sayap, Peranakan (a mixture of ethnic Chinese), and several other typical Malay houses. One of the traditional houses in Kampar regency is the Lontiok (Lentik) Melayu Majo house which was built involving the wider community and traditional ceremonies. This paper identifies and documents this house as one of the Malay buildings that need to be preserved. The research method used is a qualitative research method with a case study approach. The theory of Malay architecture and ornaments as background knowledge is supported by information obtained from the literature, field data, and activity actors within the scope of research. Processing and analysis data is continued by evaluating, sketching, and re-drawing, then ending with the preparation of field findings. In general, this house is divided into 2 (two) building part, the first line is the main house, and the second building mass is the kitchen, there is a connection between the main house and the kitchen. Majo Melayu House is a stage building with the characteristic of Lontiak roof. The ornaments that were first seen in this house is Selembayung or Tanduk Buang; there were also ornaments such as unsheathed spears called Tombak-tombak and Sayap Layang-layang on the four corners of the roof. Various types of carvings are found in every segment of this building.Keywords: Malay Architecture, Kampar, Riau, Lontiak House, CarvingREFERENCESCreswell, John W. (1998). Qualitative Inquiry and Research Design: Choosing Among Five Tradition. SAGE Publications, London.Efendi, Tenas. (2007). “Bangunan Tradisional Melayu dan Nilai Budaya Melayu” dalam Heddy Shri Ahimsa-Putra (Ed). Masyarakat Melayu dan Budaya Melayu dalam Perubahan. Hal. 597-626. Adicitra Karya Nusa, Yogyakarta.Efendi, Tenas. (2014). Rumah, An Ode to the Malay House. Areca Books, Penang.Faisal, Gun. (2017). Transformasi Identitas Arsitektur Vernakular Pesisir: Tinjauan Kasus Permukiman Suku Akit Di Pulau Rupat, Proseding Seminar Nasional II Arsitektur USU. Medan: Universitas Sumatera Utara.Firzal, Yohannes. (2015). Reconstructing Socio-Cultural Identity: Malay Culture and Architecture in Pekanbaru, Indonesia, Ph.D. dissertation, Newcastle University, Newcastle.Husny, M. L. (1976). Bentuk Rumah Tradisi Melayu. B.P. Husni, Medan.J. K. Shireen, A. M. Nor Hanita and N. M. Nawawi. (2017). The Resilience of Tradition: Malay Allusions in Contemporary Architecture. Areca Books, Penang.Moleong, Lexy J. (2011). Metode Penelitian Kualitatif. Remaja Rosdakarya, Bandung.Mudra, Mahyudin Al. (2004). Rumah Melayu: Memangku Adat Menjemput Zaman. Adi Cita Karya Nusa, Yogyakarta.Nazuki, Siti Najwa dan Kamarudin, Zumahiran. (2017). Techniques of wood carving applied in the architectural elements of malay vernacular buildings. Journal of Built Environment, Technology and Engineering Vol. 2, Hal. 198-202.Rashid, Mohd Sabrizaa B. Abd. (2017). Rumah Kutai: Documentation of Memories. Institut Darul Ridzuan, Malaysia.Rumiawati, Asnah dan Prasetyo, Yuri Hermawan. (2013). “Identification Typology of Architecture Traditional Malay Houses in Langkat District and Its Changes”. Jurnal Permukiman, Vol. 8, No. 2, Hal. 78-88.Wahyuningsih dan Abu, R. (1986). Arstektur Traditional Daerah Riau. Depdikbud Provinsi Riau, Pekanbaru.Waterson, Rexona. (1997). The Living House: An Anthropology of Architecture in South-East Asia. Thames and Hudson, London.Yuan, L.J. (1987). The Malay House: Rediscovering Malaysia's Indigenous Shelter System. Institut Masyarakat, Pulau Pinang, Malaysia.Zain, Zairin dan Fajar, Indra Wahyu. (2014). “Disain Struktural Dalam Perspektif Kearifan Lokal (Local Wisdom Perspective) pada Rumah Tradisional Melayu di Kota Sambas Kalimantan Barat”. Langkau Betang, Vol. 1, No. 2, Hal. 17-29.Zain, Zairin. (2017). “Identifikasi Pola Struktur Rumah Tinggal, Studi Kasus: Arsitektur Tradisional Melayu Di Kota Pontianak”. Langkau Betang, Vol. 4, No. 1, Hal. 44-66.