Abstract
Artikel ini sendiri bertujuan untuk mengkaji tiga hal yaitu (1) Bagaimanakah rekam jejak Etnis Tionghoa di Indonesia, (2)Bagaimanakah pelaksaan tradisi Cap Go Meh di Singkawang? (3) Bagaimanakah peran dari tradisi Cap Go Meh untuk menanamkanpendidikan resolusi konflik pada masyarakat?. Artikel ini dikaji dengan pendekatan kualitatif deskriptif. Hasil penelitian menunjukkanbahwa (1)Kehidupan sosial masyarakat tionghoa di Indonesia telah mengalami pasang surut dari mulai dibatasi sejak keluarnya InpresNo 14 tahun 1967 yang melarang penyelenggaraan ibadah agama atau kepercayaan serta adat istiadat orang Tionghoa. Namun, padaera Presiden Abdurahman Wahid Inpres ini dihapus dan diganti dengan Keppres No 6 Tahun 2000 untuk memutihkan hak mereka.Era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bahkan dikeluarkan Undang-Undang No 40 Tahun 2008 yang melarang adanyadeskriminasi ras dan etnis. (2) Pelaksaan Tradisi Cap Go Meh di Singkawang dilakukan dilakukan melalui tiga acara besar yaitukegiatan Ritual Bersih Jalan di hari ke-14, Pawai Lampion di mala hari ke-15, dan Parade Tatung di hari ke-15. Kegiatan ini diikutioleh hampir semua etnis di Kota Singkawang baik sebagai pelaku parade maupun penonton acara. (3) Pelaksaan tradisi Cap Go Mehternyata dapat dijadikan sebagai media pendidikan resolusi konflik di masyarakat. Model pendidikan resolusi konflik tersebut dapatdikaji dari tiga pendekatan baik peace keeping, peace building, dan peace making. Peace keeping terlihat dari keberadaan oknum TNI,Polisi, dan tokoh lintas etnis maupun agama. Peace building terlihat dari adanya keikutsertaan dari Etnis Dayak dalam kegiatan CapGo Meh meskipun kedua etnis pernah terlibat konflik tahun 1967. Peace making terlihat dari berakhirnya kegiatan Cap Go Mehsebelum Adzan Dzuhur berkumandang. Hal ini dilakukan sebagai upaya menjaga keharmonisan antar etnis di Singkawang