Pengkajian Desain Interior sebagai Media Pembantu Pembelajaran Anak Down Syndrome di Denpasar

Abstract
Down syndrome adalah sebuah bentuk kelainan pada kromosom yang membuat penderitanya mengalami keterlambatan pertumbuhan fisik dan mental. Kromosom anak down syndrome berjumlah 47 buah, dikarenakan pada kromosom 21 mereka tidak sepasang melainkan tiga buah. Menurut narasumber, Anak down syndrome lebih kalem dan lebih mudah untuk diarahkan ketimbang anak dengan gangguan autis. Namun, konsentrasi dan fokus anak down syndrome sangat mudah terganggu melalui cahaya, suara, bau, dan lainnya. Oleh karena itu diperlukan rancangan ruangan yang dapat membantu anak down syndrome melakukan pengembangan bakat di Rumah Ceria POTADS Bali. Penulis mengumpulkan beberapa penelitian terdahulu sebagai bahan tolak ukur penulis, seperti penelitian Penelitian Adzara dan Widajanti pada 2016 yang membahas ukuran dan bentuk ruang kelas yang ideal untuk anak down syndrome di kota Tangerang, serta Penelitian Amanda Mulia dan Eunike Kristi pada 2012 yang membahas tentang fasilitas terapi anak down syndrome di Surabaya. Tujuan pengkajian ini adalah untuk mengetahui dan mengambarkan ruangan seperti apa yang dapat membuat anak down syndrome nyaman dalam melakukan pengembangan bakat. Metode penelitian yang penulis gunakan adalah Penelitian desriptif kualitatif, bertujuan untuk mengambarkan, melukiskan, menjelaskan, dan menjawab secara lebih rinci permasalahan yang akan diteliti. Perancangan interior untuk anak down syndrome harus sesuai dengan aktivitas yang dilakukan pada ruangan tersebut. Contohnya, ruang terapi dapat mengurangi stimulus untuk anak down syndrome agar mereka dapat fokus, ruang senam dibuat agar anak-anak down syndrome menjadi terstimulus dan gembira, dan ruang kreativitas atau ruang kelas dibuat untuk anak down syndrome dapat tenang dan fokus. Pada penelitian ini, penulis menemukan bahwa ruangan pengembangan bakat pada POTADS Bali dapat dirancangan untuk 1 anak down syndrome dan 1 terapis. Penulis merancang dengan lantai menggunakan bahan kayu/karpet, dinding berwarna putih tanpa ornamen, plafon menggunakan gypsum putih. Semua material yang digunakan sering dilihat oleh anak down syndrome, dan stimulus yang kemungkinan dapat mengganggu anak down syndrome di redam.