Abstract
Seiring dengan terjadinya perubahan pada pertanian global saat ini telah memaksa petani mangga untuk memproduksi komoditas secara kontinyu dan bernilai tinggi (melalui berbagai upaya peningkatan nilai tambah). Salah satu upaya petani untuk memenuhi tujuan tersebut adalah dengan melakukan sistem tebasan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelembagaan tataniaga petani mangga yang melakukan sistem tebasan dan mengidentifikasi faktor-faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi petani mangga dalam melakukan sistem tebasan. Regresi multivariate digunakan sebagai alat analisis utama dalam mengolah data primer yang dikumpulkan melalui wawancara dengan 30 orang petani di Desa Pasirmuncang, Kecamatan Panyingkiran, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. Berdasarkan hasil analisis, diperoleh temuan penting, yaitu: (1) Dalam kelembagaan tataniaga mangga dengan sistem tebasan terdapat beberapa lembaga yang turut mengalirkan mangga dari produsen ke konsumen akhir, yaitu pedagang pengumpul tingkat Desa/Kecamatan, pedagang besar, para pedagang di pasar tradisional (lokal), eksportir, suplayer dan supermarket. Dalam pemasaran, buah mangga dikelompokan kedalam dua grade, yaitu grade AB merupakan grade utama, dipasarkan secara luas melalui empat saluran dan grade C (non grade) disalurkan ke pasar-pasar tradisional lokal melalui satu saluran pemasaran. Margin pemasaran paling besar terjadi pada saluran pemasaran yang pelaku-pelaku pasarnya melakukan penanganan hasil lebih intensif seperti suplayer dan supermarket dengan sasaran konsumen kelas ekonomi menengah ke atas. Pada seluruh saluran pemasaran grade AB, pedagang agen selalu mendapatkan marjin keuntungan paling besar, yaitu Rp.2.500,-/kg karena mereka merupakan pihak yang paling besar dalam pengeluaran biaya pemasaran dan juga resiko diakibatkan oleh fluktuasi harga jual mangga. Pengembangan produksi mangga masih perlu kerjasama dengan pelaku agribisnis, petani mendapatkan bantuan permodalan dan bimbingan praktek budidaya yang benai sementara pelaku agribisnis dapat memperoleh hasil mangga yang berkualitas, menciptakan peluang pasar baru dar mendirikan industri pengolah mangga segar untuk menjembatani kelebihan produksi pada waktu panen raya.Rata-rata petani mangga bersifat risk averse (penghindar risiko). (2) Secara serempak, faktor umur, pendidikan, pengalaman, luas lahan, biaya produksi, ketersediaan tenaga kerja dalam keluarga, kemampuan petani menanggung risiko, pendapatan petani dari mangga, dan pendapatan petani dari pekerjaan lainnya) mempengaruhi petani mangga untuk memilih sitem tebasan. Secara parsial, faktor umur petani dan faktor memiliki pekerjaan di luar usahatani mangga mempengaruhi secara negatif terhadap pemilihan sistem tebasan oleh petani mangga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi sistem tebasan di mangga merupakan salah satu alternatif untuk peningkatan keuntungan dan pendapatan bagi petani mangga.