Abstract
Diskriminasi terhadap etnis Tionghoa di Indonesia terjadi sejak masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda, yang berlanjut hingga saat ini. Strategi politik devide et impera pada masa penjajahan tersebut menghasilkan warisan stigma negatif dan cenderung rasis dari pihak pribumi kepada etnis Tionghoa, dan atau sebaliknya. Kini, muncul isu baru dimana rezim pemerintahan Tiongkok melakukan persekusi terhadap etnis Uighur, mayoritas Muslim di Xinjiang, yang diberitakan oleh hampir seluruh media mainstream nasional dan internasional. Isu tersebut diduga semakin memperkeruh hubungan antara penduduk lokal dengan etnis Tionghoa di Indonesia. Di tengah kondisi demikian, secara mengejutkan didapati koran berbahasa Mandarin yang bernama Guo Ji RI Bao membantah isu tersebut. Media dari kalangan Tionghoa yang tumbuh kembang di Indonesia ini mengusung isu keragaman agama dan moderasi beragama dalam pemberitaannya, termasuk dalam hal pemberitaan mengenai konflik tersebut. Hadirnya koran ini tentu saja menjadi ‘opini pembanding’ bagi warga etnis Tionghoa di Indonesia. Koran ini mengklarifikasi bahwa kasus persekusi yang dialami oleh warga Uighur adalah berita yang tidak benar dan dilebih-lebihkan. Dan hemat penulis, isu yang disampaikan oleh media Guo Ji Ri Bao tentu saja dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjawab “bagaimana media Guo Ji Ri Bao mengonstruksi isu keragaman agama dan moderasi beragama dalam pemberitaan konflik etnis Uighur di Xinjiang?” dan “Apa saja faktor dominan yang paling berpengaruh dalam pemberitaan konfilik etnis Uyghur di Xinjiang pada media ini?”