PEMBERDAYAGUNAAN IMBAL HASIL WAKAF UANG MELALUI SUKUK: REGULASI, IMPLEMENTASI, DAN MODELNYA UNTUK PEMBERDAYAGUNAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DI INDONESIA

Abstract
UMKM memiliki peran strategis dalam pembangunan ekonomi nasional, bahkan dapat bertahan dari krisis yang terjadi pada 1997-1998 di Indonesia. Sayangnya, ketangguhan UMKM ini tidak berarti apa-apa dihadapkan COVID-19. Cash Waqf Linked Sukuk (CWLS) yang merupakan hasil integrasi dari wakaf tunai dengan Suku Negara hadir di tengah ancaman krisis dari COVID-19. Kemanfaatannya dapat dijadikan sebagai sarana pembangunan nasional dan kesejahteraan sosial, termasuk perberdayaan UMKM. Tulisan ini merupakan penelitian pustaka dengan menelusuri aturan perundang-undangan, jurnal-jurnal, buku-buku, hasil penelitian, dan sumber-sumber lain di internet yang dapat membantu penulis untuk menganalisis dan merumuskan model pemanfaatan dari imbal hasil CWLS untuk pemberdayagunaan UMKM. Studi ini menyatakan bahwa inovasi dalam pengelolaan wakaf tunai merupakan bentuk biokratisasi hukum ekonomi Islam yang mendapat perhatian serius oleh pemerintah akhir-akhir ini. Pemerintah dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) bersinergi dalam membuat produk hukum berupa peraturan perundang-udangan dan fatwa-fatwa yang melegalkan wakaf tunai, sukuk, dan CWLS. Platform CWLS merupakan penempatan dana wakaf tunai pada Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) untuk mendukung program pembangunan sarana sosial. Imbal hasil darinya akan dimanfaatkan untuk renovasi Gedung Retina Center, pembelian peralatan kesehatan dan terlayaninya 2.513 pasien dhuafa secara gratis di Rumah Sakit Wakaf Achmad Wardi BWI-WD. Pemberdayagunaan bagi hasil CWLS dapat juga digunakan untuk mengatasi ancaman krisis akibat COVID-19 dengan memberikan bantuan modal usaha bergulir kepada pelaku UMKM di Indonesia. Ada tiga model pemberdayagunaan imbal hasil CWLS bagi pelaku UMKM, yaitu model in-kind, model qard al-hasan dan model mudhārabah.