KEBIJAKAN FORMULASI PENGATURAN PEMBUATAN PASPOR DITINJAU DARI PASAL 126 HURUF C UNDANG UNDANG KEIMIGRASIAN

Abstract
Keimigrasian memiliki peran sebagai penjaga pintu gerbang negara, sebagai pengatur dan pengawas keluar masuk orang di wilayah Indonesia. Oleh karena itu, setiap orang wajib memiliki paspor. Dalam proses pembuatan paspor, apabila keterangan yang diberikan tidak benar maka pemohon paspor akan dikenakan sanksi pidana. Berdasarkan uraian tersebut, maka rumusan masalahnya adalah: bagaimanakah proses pembuatan paspor berdasarkan Pasal 126 Huruf c Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian untuk memberikan kepastian hukum? dan bagaimanakah kebijakan formulasi pengaturan proses pembuatan paspor Republik Indonesia dalam kaitannya dengan pemberian keterangan tidak benar persepektif Ius Constituendum? Metode penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian normatif, menggunakan jenis pendekatan perundangan (statute approach), dan komparatif (comparative approach). Menggunakan bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Teknik pengumpulan bahan hukum dengan studi pustaka, teknik analisi bahan hukum dengan deskriptif analisis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proses pembuatan paspor dilakukan melalui aplikasi Layanan Paspor Online. Apabila terdapat indikasi keterangan yang disampaikan ternyata tidak benar (keterangan palsu atau bohong) maka hakim dapat melakukan menafsiran gramatikal agar adanya kepastian hukum. Kebijakan formulasi pengaturan proses pembuatan paspor Republik Indonesia dalam kaitannya dengan pemberian keterangan tidak benar perspektif Ius Constituendum, adalah perumusan pola kriminalisasi dalam “keterangan tidak benar” untuk proses pembuatan paspor saat sesi wawancara. T erdapat kelemahan dalam perumusan pasal tersebut dimana tidak ada penjelasan lebih terperinci. Suatu kebijakan formulasi dirumuskan bertujuan agar dapat diterapkan karena hal ini berhubungan dengan ruang lingkup berlakunya hukum pidana tersebut.