Abstract
Saat Virus COVID-19 menjadi pandemic dampaknya hamper disemua bidang kehidupan dan rasakan oleh banyak negara di dunia ini. Salah satu dampaknya adalah meningkatnya angka kemiskinan. Di Indonesia sendiri diperkirakan 1, 2 juta akan terinfeksi dan akan menurunkan laju pertumbuhan ekonomi 1 – 4 persen kemudian menaikan juga tingkat kemiskinan dari 9, 2 % pada September 2019 ke 9,7 % pada akhir 2020. Ini berarti aka nada 1,3 juta orang yang akan jatuh miskin, dengan proyeksi terburuk tingkat kemiskinan akan menjadi 12,4 % dan ini berarti bahwa 8,5 juta orang akan jatuh miskin. Dalam alkitab kemiskinan banyak disinggung, kemiskinan dalam PL adalah suatu keadaan yang buruk dan keji yang menghina martabat manusia dan berlawanan dengan kehendak Allah. Sedangkan dalam PB konsep Miskin dimaknai secara utuh yaitu miskin secara rohani (Matius 5:3) dan juga miskin secara sosial (Lukas 4: 18-19). Perhatian Allah kepada kemiskinan sering ditekankan dalam Perjanjian Lama: (1) Allah menjadi pembebas dan pelindung kaum miskin. (2) melalui nabi-nabi-Nya Allah mengutuk bentuk-bentuk penindasan dan ketidakadilan kepada orang-orang miskin. (3) perhatian Allah dinyatakan dalam hukum-hukum-Nya. Tuhan Yesus dalam Injil memproklamasikan gerakan Tahun Yobel. Dia mengasihi orang-orang miskin dan mengutuk penindasan terhadap kaum miskin. Kabar baik-Nya diproklamasikan kepada orang-orang miskin, buta, tuli, kelaparan, dan kusta. Gereja harus berpihak kepada kaum miskin karena hal ini merupakan refleksi dari solidaritas Allah kepada mereka yang menderita dan hina. Kasih dan pembelaan Allah kepada orang miskin.. Pandemi COVID-19 dan dampaknya terhadap kemiskinan harus juga menjadi bagian umat Kristen secara bersama-sama dengan komponen bangsa yang lain untuk menangulanginya. Prespektif teologis yang harus dibangun adalah bahwa Allah mengasihi dan adil bagi mereka kaum marginal dan miskin. Gereja harus menjadi bagian dari solusi dari setiap kondisi apapun yang terjadi di dalam masyarakat, bangsa dan negara.