Abstract
Penegakan hukum Pemilu terdiri dari dua hal, yakni penegakan hukum Pemilu terkait pelanggaran Pemilu dan penegakan hukum Pemilu terkait dengan hasil dan sengketanya. Setiap penegakan hukum Pemilu ditangani oleh lembaga negara tergantung dari jenis pelanggaran yang dilakukan. Bawaslu adalah salah satu lembaga yang memperoleh atribusi kewenangan untuk menegakan hukum Pemilu terkait dengan sengketa proses Pemilu. Pada pelaksanaan kewenangannya tersebut Bawaslu dinilai seringkali melakukan tindakan yang melampaui apa yang seharusnya dilakukan, seperti melampui apa yang menjadi kewenangan Mahkamah Agung. Bawaslu seharusnya hanya menangani Surat Keputusan KPU dan Penetapan Berita Acara KPU bukan justeru menafsirkan PKPU. Hal itu terjadi pada Putusan Penyelesaian Sengketa Proses Pemilu Bawaslu Provinsi DKI Jakarta Nomor 004/REG.LG/DPRD/12.00/VIII/2018 antara Muhammad Taufik berhadapan dengan KPUD Provinsi DKI Jakarta. Di sisi lain Bawaslu memiliki argumentasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Argumentasi tersebut berupa putusan Bawaslu atas Penetapan Berita Acara itu tidak bisa diejawantahkan dengan Bawaslu menafsirkan PKPU. Ada mekanisme hukum yang bisa dilakukan Bawaslu ketika menjadi hakim yaitu mekanisme menafsirkan antinomi hukum dan mekanisme itu sesuai dengan asas-asas di dalam peradilan.