Dari “Diislamkan” ke “Dipestakan”: Pergeseran Makna Mujêlisên (Khitanan) pada Masyarakat Gayo

Abstract
This study aims to describe the meaning shift of mujêlisên in Gayo society. The meaning given to the mujêlisên tradition has not been constant at all times. In the Gayo lens traditional, mujêlisên means something Islamic or "to be Islamic". So the activities carried out are directed at actions that are nuanced with spirituality. The study was qualitative research. This study found that over time, the meaning of the mujêlisên tradition was shifted. In praxis, the spirituality aspect not dominates the discourse but has been covered by profane culture festivity practices. It is supported by the various easily accessible facilities to fulfil the consumptive desires of festivity actors. Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pergeseran makna mujêlisên pada masyarakat Gayo. Makna yang diberikan terhadap tradisi mujêlisên pada masyarakat Gayo tidak selalu ajeg dari masa ke masa. Dalam lensa adat Gayo, sunatan atau mujêlisên bermakna diislamkan, sehingga aktivitas yang dilakukan diwarnai tindakan-tindakan yang mengarah pada aspek spiritualitas. Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif guna mengungkap dan merefleksikan pergeseran makna pada tradisi mujêlisên. Penelitian ini menemukan bahwa seiring perkembangan zaman, pemaknaan tradisi mujêlisên mulai ikut bergeser. Pada level praksis, gagasan spiritualitas tidak lagi mendominasi wacana, namun sudah ditutupi oleh praktik budaya pesta yang profan. Hal ini didukung oleh berbagai sarana yang tersedia dan mudah diakses untuk memenuhi hasrat konsumtif pelaku pesta.