Abstract
Pengakuan dan perlindungan masyarakat adat telah tertera dalam berbagai peraturan perundang-undangan, namun secara implisit tidak mengatur bentuk hak-hak tradisional maupun unsur-unsur masyarakat adat. Eksistensi hak masyarakat adat Niowula Kabupaten Ende semakin tergerus oleh berbagai kebijakan pemerintah yang merampas eksistensi hak masyarakat adat disekitar Taman Nasional Kelimutu (TNK). akibat adanya penetapan zonasi khusus kawasan konservasi yang mengorbankan wilayah/lahan garapan (pertanian dan perkebunan kopi seluas kurang lebih 35 Ha) milik masyarakat hukum adat Desa Niowula Kecamatan Detusoko yang keberadaannya sudah lama sebelum adanya Taman Nasional Kelimutu. Pemerintah dalam hal ini Taman Nasional Kelimutu cenderung menggunakan dan menegakkan hukum negara dengan mengatasnamakan kepentingan pembangunan nasional, sedangkan di pihak lain masyarakat adat yang seharusnya menguasai dan berhak mengelola sumber daya alam di wilayah mereka sendiri sebagai mata pencaharian dan sumber perekonomian diabaikan.Permasalahan dalam penelitian ini adalah Peraturan hukum apa saja yang dapat dijadikan dasar masyarakat dalam mengelola kawasan konservasi (TNK) Kabupaten Ende. Metode yang digunakan dalam penelitian ini, adalah penelitian hukum normatif,dengan pendekatan “pendekatan ketatanegaraan” (statute approach).Hasil penelitian terjadi konflik antara Masyarakat adat Niowula Kabupaten Ende dengan (TNK) berkaitan dengan penetapan zonasi kawasan konservasi yang mengorbankan lahan garapan seluas kurang lebih 35 Ha milik masyarakat adat Desa Niowula Kecamatan Detusoko. Sementara Putusan MK 35/PUU-X/2012, telah merubah status dan kedudukan hukum hutan adat, dari yang awalnya “hutan adat adalah hutan negara menjadi “hutan adat adalah hutan yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat”. Putusan MK tersebut mengembalikan hak masyarakat adat untuk mengelolah hutan adatnya.