Abstract
A relief letter (SKTM) from Social Service Office of Sidoarjo is a mechanism for non-quota poor people to access health services. The dilemma occurred when the office indicated that 80% of the target users of the letter were inaccurate. Understandings on terms of “poor”in relief letter and by health service providers play an important role in this phenomenon. This study identifies the reproduction of the meaning of poor on non-quota poor health services in Sidoarjo. This was a qualitative approach, conducted in Sidoarjo and Tarik District that had different characteristics to obtain comprehensive results. The structuration theory from Anthony Giddens used to analyze the data findings. The results indicated that poverty for non-quota poor users was interpreted as (i) unemployed conditions, and (ii) inability to meet health needs. Reproduction of “poor” meaning occurred when informants relate it to the accessibility of health services. This term was also reproduced into business and political interests by health officers and government officials at the poor village. Discursive awareness among agents involved in non-quota health services modified the service. Abstrak Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dari Dinas Sosial Kabupaten Sidoarjo menjadi sebuah mekanisme bagi masyarakat miskin non kuota untuk mengakses pelayanan kesehatan. Dilema terjadi manakala Dinas Sosial Kabupaten Sidoarjo mengindikasikan bahwa 80% pengguna surat tersebut tidak tepat sasaran. Pemahaman pengguna surat rekomendasi tidak mampu dan penyelenggara pelayanan kesehatan tentang makna miskin memiliki peran penting dalam fenomena tersebut. Penelitian ini berupaya mengidentifikasi reproduksi makna miskin pada pelayanan kesehatan masyarakat miskin non kuota di Kabupaten Sidoarjo. Menggunakan pendekatan kualitatif, penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sidoarjo dan Kecamatan Tarik yang memiliki karakteristik berbeda guna memperolah hasil yang komprehensif. Teori Strukturasi dari Anthony Giddens digunakan untuk menganalisis temuan data. Hasil penelitian menemukan bahwa kemiskin bagi pengguna masyarakat miskin non kuota dimaknai sebagai (i) kondisi tanpa pekerjaan, dan (ii) ketidakmampuan memenuhi kebutuhan kesehatan. Reproduksi makna miskin terjadi manakala informan berhubungan dengan aksesibilitas layanan kesehatan. Melalui petugas medis dan aparatur pemerintah desa miskin direproduksi menjadi kepentingan bisnis dan politis. Kesadaran diskursif antar agen yang terlibat dalam pelayanan kesehatan non kuota telah memodifikasi layanan tersebut.