Abstract
Perlindungan hukum Ketenagakerjaan mulai mendapatkan tempat setelah keluarnya Undang-undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dimana posisi Pekerja/buruh dan Pengusaha/Perusahaan mendapatkan posisi yang seimbang, akan tetapi permasalahan hukum ketenagakerjaan masih memiliki kelemahan yaitu mengenai mutasi. Karena mutasi tidak diatur secara jelas dalam Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sehingga menimbulkan banyak penafsiran yang sering dijadikan Pengusaha/perusahaan untuk melepaskan kewajibanya terhadap hak-hak Pekerja/buruh. Masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah apakah pemutusan hubungan kerja akibat pekerja/buruh menolak mutasi adalah sah? dan bagaimana hak-hak Pekrja/buruh yang menolak mutasi kerja oleh Pengusaha/perusahaan? Penelitian ini adalah penelitian hukum normative, yang menggunakan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Penelitian ini menyimpulkan pertama untuk sah atau tidaknya pemutusan hubungan kerja akibat menolak mutasi harus terlebih dahulu mendapatkan putusan dari lembaga hubungan Industrial. Kedua hak-hak Pekerja/buruh yang menolak mutasi tetap memiliki hak-haknya sepanjang pekerja/buruh dapat membuktikan jika mutasi tersebut bertentangan dengan hukum.