DIALEKTIKA BUK SEBAGAI BENTUK KESEDERHANAAN MATERIALITAS DALAM SPASIALISASI ARSITEKTUR DI DUSUN MALANGSUKO MELALUI PERSPEKTIF EKISTICS

Abstract
Abstrak_ Budaya dalam suatu ruang muncul sebagai respon manusia dalam memaknai tempatnya beraktivitas. Seiring semakin intensnya digunakan, ruang itu dapat memberikan makna yang mendalam bagi penggunanya. Penelitian ini mengangkat sebuah fenomena yang terjadi di Jalan Melati, Desa Malangsuko, Malang yaitu sebuah konstruksi lokal sederhana pengaman selokan yang bernama Buk dapat menciptakan ruang interaksi yang intens digunakan oleh masyarakat setempat. Lama-kelamaan ruang ini cenderung membentuk sebuah budaya interaksi yang mewarnai kehidupan sehari-hari masyarakatnya. Secara eksploratori, penelitian ini diawali dengan mengkaji kondisi riil Buk di lokasi untuk mendapatkan bagaimana peran Buk dalam terciptanya ruang budaya. Melalui perspektif Ekistics, fenomena keberadaan Buk dibaca dengan menggunakan aspek alam (nature), manusia (man), masyarakat (society), naungan (shells), dan jaringan (network). Disamping itu, dilakukan pula kuantifikasi hasil kajian kualitatif tersebut dengan menyebarkan kuesioner kepada masyarakat yang tinggal di sepanjang Jalan Melati Desa Malangsuko. Hasilnya menunjukkan bahwa memang proses sosial di dalamnya merupakan hasil dari bagaimana masyarakat di tempat ini memanfaatkan Buk ini dan sekaligus menjadikannya tempat berinteraksi. Proses sosial yang terjadi di tempat ini menunjukkan bahwa Buk memiliki peran sebagai pendukung terjadinya interaksi yang saling berkesinambungan serta memperlihatkan bagaimana manusia menciptakan sebuah elemen konstruksi sederhana sebagai tanggapan alam yang kemudian dimanfaatkan oleh mereka sehari-hari. Kata kunci : Arsitektur yang Sederhana; Ekistics; Spasialisasi. Abstract_ Culture in a space arises as a human response to interpret their activity’s place. As more and more intensely used, space can give a deep meaning to its users. This research attempts to raise a phenomenon that occurs in Jalan Melati in Malangsuko hamlet, Malang where a simple local construction for the gutter safety called Buk can create an intense interaction space used by the local community. Over time this space tends to form a culture of interaction that colours the daily lives of the locals. Exploratively, this study began by examining the real condition at the site to get the role of the Buk in creating cultural space. From the Ekistics perspective, the existence of Buk is read using the five ekistics’ principles; Nature, Man, Society, Shells, and Network. Also, the obtained qualitative study results were quantified by distributing questionnaires to the locals who live along Jalan Melati. The results show that the social process in it is a result of how the locals use this Buk and, at the same time, make it a place to fulfil their social needs. The social processes that occur at there show that Buk has a role as a supporter of continuous interaction and shows how the locals create a simple construction element in response to nature and then utilized it on their daily basis. Keywords:  Ekistics; Inornate Architecture; Spatialization.