Abstract
Polygamy is still problematic issue both in academic and practicing area. The permission of wife as requirement for polygamy in Law No. 1 of 1974 about Marriage is not in the women right side, because it is impossible for the wife to give polygamy permission to the husband. The permission of wife as requirement for polygamy that decided in Law No. 1 of 1974 about Marriage, in fact is not the prime requirement to get polygamy permission from the Court, but the prime is the ability to do justice between wives. The permission from wife is ignore if: a) the wives are impossible to be asked the permission; b) the wife is not as the party in appointment; c) there is no news about wife minimally two years; or other factors which is marked by court Judges.Poligami masih menjadi polemik baik dikalangan akademisi maupun praktisi. Izin isteri sebagai syarat poligami dalam undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan pada dasarnya masih belum berpihak pada Hak Asasi Manusia (HAM) khususnya hak asasi perempuan dan mengangkat martabat perempuan, hampir mustahil ada istri yangmengijinkan suami poligami. Adanya izin isteri sebagai syarat poligami dalam UndangUndang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan ini dalam pandangan hak asasi manusia masih belum menjadi satu-satunya syarat utama yang dapat menentukan dalam permohonan izin poligami di pengadilan, akan tetapi yang paling utama adalah mampu berbuat adil. Syarat izin isteri tidak berlaku bagi suami untuk melakukan poligami apabila (a) isteri-isterinya tidak dimungkin dimintai izin (persetujuan); (b) tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian dan;(c) tidak ada kabar dari isterinya selama sekurang-kuranya 2 (dua) tahun atau karena sebabsebab lainnya yang perlu mendapat penilaian dari Hakim Pengadilan.