Abstract
Pada tahun 2013 Teluk Benoa ditetapkan sebagai Kawasan Perhatian Investasi (KPI) dengan rencana reklamasi Teluk Benoa Konflik kepentingan dalam kebijakan reklamasi Teluk Benoa terus terjadi. Pada satu sisi ada masyarakat yang pro reklamasi bahkan dari akademisi namun disisi lain banyak masyarakat Bali yang menolak terhadap kegiatan reklamasi. Permasalahan dalam penulisan ini bertujuan untuk menganalisis hukum mengenai kebijakan pengaturan reklamasi teluk benoa provinsi Bali, kemudian dampak dari kebijakan pembangunan reklamasi teluk benoa bali bagi lingkungan, sosial dan ekonomi masyarakat dan bentuk pengaturan hukum ideal kedepan terkait kasus penolakan reklamasi Teluk Benoa. Metode peneitian ini merupakan penelitian hukum normatif sedangkan sumber bahan hukum primer, bahan hukum sekunder maupun bahan hukum tersier. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konsep, Teknik pengumpulan data meliputi bahan hukum primer, sekunder dan tersier yaitu data-data umum, asas-asas hukum, doktrin, dan peraturan perundang-undangan dirangkai secara sistematis sebagai susunan fakta-fakta hukum. Hasil dalam penelitian ini di dapat. Pertama, Perpres No. 51 Tahun 2014 menjadi problematika secara konstitusi, karena apabila mengacu pada Pasal 17 UU No. 1 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas UU No. 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil jelas bertentangan dengan UUD 1945. Kedua, Bentuk sebenarnya dari kebijakan hukum menunjukkan bahwa hal itu berkaitan dengan keabsahan undang-undang. Regulasi Perpres, Perda, dan aturan lain tidak selalu memberikan jaminan langsung. Dalam praktek pembagian keuntungan menurut undang-undang, kebiasaan ini masih dianggap sebagai hukum kehidupan dalam masyarakat. Ketiga, ketentuan terkait kewenangan daerah dalam UU No. 1 Tahun 2014 dan Perpres No. 122 tahun 2012 masih berlaku dan belum dicabut, hal ini juga mengakibatkan ketidakpastian hukum di masyarakat.