Kajian Normatif Kedudukan Badan Usaha Milik Desa Sebagai Subyek Hukum

Abstract
Program Nawacita Jokowi-Jusuf Kalla, khususnya Nawacita ketiga, yaitu “Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah dan desa.” Memberikan mandat kepada Kementrian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi untuk mengawal implementasi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 secara sistematis, konsisten dan berkelanjutan dengan fasilitas, supervisi, dan pendampingan. Salah satu program yang menarik dari Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 adalah amanat dibentuknya Badan Usaha Milik Desa (disingkat BUMDesa). Badan Usaha di Indonesia digolongkan dua bagian yaitu badan usaha berbadan hukum dan badan usaha yang tidak berbadan hukum. Dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang BUMDesa tidak disebutkan secara jelas BUMDesa tergolong badan usaha yang mana. Sehingga menjadi hambatan bagi BUMDesa dalam mengembangkan usahanya dan mengadakan perbuatan hukum dengan pihak ketiga. Dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, memberikan status hukum baru bagi BUMDesa, yaitu sebagai Badan Hukum. Konstruksi Yuridis Bumdes sebagai subyek hukum menarik menjadi poin penting dalam penelitian untuk mengetahui dan memahami bagaimana konstruksi tersebut dapat diterapkan di masyrakat.