Pola Konsumsi dan Permintaan Pangan Sumber Protein Hewani di Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur

Abstract
Animal protein intake determines food consumption quality for healthy, active, and productive life. Objectives of this study were to analyze consumption patterns and demand for animal protein sources in cattle producing centers in West Nusa Tenggara (NTB) and East Nusa Tenggara (NTT) provinces. This study employed 2014 Susenas data. Animal protein consumption levels in both provinces were below the recommended daily nutritional adequacy. Beef consumption participation level was very low (6.06%). Demand elasticities for animal products in rural areas were higher than those in urban areas, except for fresh fish. Income elasticities in urban areas were higher in terms of beef, chicken, milk, fresh fish and preserved fish. Income elasticities of meats and eggs in rural areas were higher for meats and eggs. Beef per capita consumption in 2020 is estimated to be 0.44 kg and in 2025 will reach 0.51 kg. Total demand for beef are projected to be 4,720 kg and 5,734 kg in 2020 and 2025, respectively. To achieve self-sufficiency in animal protein, in addition to beef self-sufficiency program currently implemented, it is necessary to increase other livestock products such as poultry with protein content equal to beef but with cheaper prices. AbstrakAsupan protein hewani menentukan kualitas konsumsi makanan yang diperlukan untuk mendukung hidup sehat, aktif, dan produktif. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pola konsumsi dan permintaan pangan sumber protein hewani di daerah sentra produsen sapi di provinsi NTB dan NTT. Model AIDS digunakan untuk mengestimasi elastisitas permintaan pangan dan persamaan linear untuk mengestimasi proyeksi permintaan pangan hewani tahun 2020-2025. Data yang digunakan adalah data Susenas tahun 2014 dari BPS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi pangan sumber protein hewani masyarakat di dua provinsi di Nusa Tenggara belum memenuhi angka kecukupan gizi yang dianjurkan.Tingkat partisipasi konsumsi pangan sumber protein hewani untuk daging sapi cukup rendah, yaitu sebesar 6,06 %. Nilai elastisitas permintaan pangan di pedesaan lebih tinggi dibandingkan di perkotaan untuk seluruh komoditas kecuali ikan segar. Elastisitas pendapatan masyarakat perkotaan lebih tinggi untuk daging sapi, daging ayam, susu, ikan segar, dan ikan awetan, sedangkan bagi masyarakat pedesaan untuk daging lainnya dan telur lebih besar. Hasil proyeksi menunjukkan permintaan daging sapi dalam periode tahun 2020-2025 terus meningkat. Konsumsi daging sapi per kapita di kedua provinsi tersebut tahun 2020 diperkirakan sebesar 0,44 kg/tahun dan tahun 2025 mencapai 0,51 kg/tahun, sehingga permintaan daging sapi tahun 2020 dan 2025 diproyeksikan masing-masing sebesar 4.720 kg dan 5.734 kg. Dalam rangka mewujudkan upaya swasembada protein hewani, selain program pencapaian swasembada daging sapi yang sudah berjalan, sebaiknya perlu diupayakan peningkatan komoditas pangan hasil ternak lainnya seperti unggas yang memiliki kandungan protein yang tidak kalah dengan daging sapi dengan harga yang lebih murah.