PELESTARIAN TINGGALAN ARKEOLOGI DI TANJUNGREDEB: KONTESTASI ANTARA PRAKTIK DAN REGULASI [THE PRESERVATION OF ARCHAEOLOGICAL HERITAGE IN TANJUNGREDEB: A CONTESTATION BETWEEN PRACTICE AND REGULATION]

Abstract
Partisipasi dalam kegiatan pelestarian tinggalan arkeologi bisa dilakukan oleh siapa saja, termasuk masyarakat. Namun yang lebih penting dari semua itu adalah partisipasi yang tepat dan tidak akan menimbulkan masalah baru. Penelitian di Tanjungredeb ini ditujukan untuk mengetahui bagaimana kegiatan pelestarian, pandangan setiap pemangku kepentingan tinggalan arkeologi, dan dampaknya. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik dengan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara, dan studi dokumen. Analisisnya dilakukan dengancara menyusun dan mengklasifikasikan data untuk menemukan pola atau tema, agar dapat dipahami maknanya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada upaya pelestarian tinggalan arkeologi di lokasi penelitian yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat. Namun demikian, sebagian praktik pelestarian itu tidak sesuai dengan regulasi yang telah ditetapkan, yaitu Undang-Undang Republik Indonesia nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa pihak yang berkepentingan dengan tinggalan arkeologi harus segera turun tangan untuk menginformasikan cara pelestarian yang benar. Selain itu, dianggap perlu mengubah cara pandang pelestarian yang belum tepat agar dapat mencegah timbulnya masalah baru di masa depan. Participating in an archaeological heritage preservation can be done by anyone, including the community. However, the most important aspect is appropriate participation that will not cause new problems. The study in Tanjungredeb aimed to find out how the preservation operates, to understand the perspective of each archeological stakeholder, and the impact. This research used a descriptive-analytic method with a qualitative approach. Data collection was done by observations, interviews, and document studies. The analysis was conducted by compiling and classifying data to find patterns or themes; thus, their meaning can be understood. Results of the study indicate that there were efforts to preserve archeological remains in the study areas by governments and the communities. However, some preservation practises do not comply with the Constitution of the Republic of Indonesia number 11 of 2010 concerning Cultural Heritage. Therefore, it can be concluded that the parties concerned with archeological remains must immediately mediate to inform the correct method of preservation. Also, it is necessary to change imprecise perspectives of preservation to prevent new problematic matters in the future.