Abstract
General theory: Marriage is an institution authorized by God which involves the union of a man and a woman as "one flesh" in a lifelong relationship. The method used by the authors in this study is a quantitative research method. In this research besides being descriptive, the writer also uses survey method because the survey method is one of the characteristics of descriptive research. The purpose of writing this article is to know the meaning of marriage in the Bible, the Old Testament view of unbelieving marriage, and the New Testament view of unbelieving marriage. The results obtained are, (1) the meaning of marriage in the Bible is an institution authorized by God which involves the union of a man and a woman as "one flesh" in a lifetime relationship. (2) The Old Testament view of unfaithful marriage, as exemplified by the biblical figures in the Old Testament, is known that the Israelites were not accustomed to marrying people from non-nationals or relatives. (3) The New Testament view of unbelieving marriage. II Corinthians 6:14 says: "Do not be an unequal partner with unbelievers." that marrying a partner who is not a believer or having a different religion is strongly opposed by the Bible. God does not want Christians to marry unbelievers because that will require a life-long struggle.AbstrakTeori umum: Pernikahan adalah lembaga yang disahkan Allah yang melibatkan penyatuan seorang laki-laki dan seorang perempuan sebagai “satu daging” dalam suatu hubungan seumur hidup. Metode yang dipakai oleh penulis dalam penelitian ini adalah metode penelitian kuantitatif. Di dalam penelitian ini selain bersifat deskriptif, penulis juga menggunakan metode survei karena metode survei merupakan salah satu ciri penelitian yang bersifat deskriptif. Tujuan Penulisan Artikel ini adalah mengetahui makna pernikahan dalam Alkitab, Pandangan Perjanjian Lama mengenai pernikahan tidak seiman, dan Pandangan Perjanjian Baru mengenai pernikahan tidak seiman. Hasil yang diperoleh yaitu, (1) makna pernikahan dalam Alkitab adalah lembaga yang disahkan Allah yang melibatkan penyatuan seorang laki-laki dan seorang perempuan sebagai “satu daging” dalam suatu hubungan seumur hidup. (2) Pandangan Perjanjian Lama mengenai pernikahan tidak seiman, sebagaimana teladan tokoh-tokoh alkitab dalam Perjanjian Lama, diketahui bahwa bangsa Israel tidak biasa menikah dengan orang dari bukan sebangsa atau sanak-saudaranya. (3) Pandangan Perjanjian Baru mengenai pernikahan tidak seiman. II Korintus 6:14 mengatakan: “Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya”. bahwa menikah dengan pasangan yang tidak seiman atau berbeda agama sangatlah ditentang oleh Alkitab. Allah tidak menginginkan umat Kristen menikah dengan pasangan yang tidak seiman karena hal itu akan membutuhkan pergumulan seumur hidup.