Abstract
Konsep perjalanan spiritual dikenal pada berbagai agama. Demikian juga konsep Homo Viator atau manusia yang melakukan perjalanan tersebut. Tulisan ini melakukan kajian atas konsep perjalanan spiritual yang ada dalam Serat Jatimurti, salah satu teks Kejawen, dan membandingkannya dengan narasi di Alkitab yaitu perumpamaan tentang anak yang hilang. Tujuan studi ini adalah untuk memahami suara dari spiritualitas lokal tersebut agar mempermudah penyampaian Injil kepada kalangan ini. Dengan menggunakan analisis linguistik kognitif, hasilnya menunjukkan bahwa ada beberapa kesamaan namun juga perbedaan yang kontras dalam pandangan Kristen mengenai perjalanan spiritual dan peran manusia di dalamnya dibandingkan dengan pandangan kejawen tersebut. Kesamaan-kesamaan yang ada akan akan meningkatkan pemahaman dan apresiasi terhadap masing-masing karya spiritualitas serta menjadi common ground yang menyediakan “jembatan” efektif bagi pemberitaan Injil. Perbedaan-perbedaan yang ada dapat menjadi daya tarik untuk memperlihatkan keunikan Injil. Dengan pemahaman tersebut, kajian ini dapat memberikan bekal bagi orang Kristen di dalam mengkomunikasikan kabar baik anugerah Allah di dalam Kristus Yesus kepada kalangan penganut spiritualitas kejawen. The concept of spiritual journey is known in various religions. Likewise, the concept of Homo Viator or humans who made the trip. This paper examines the concept of a spiritual journey in Serat Jatimurti, one of the Kejawen texts, and compares it with the narrative in the Bible, namely the parable of the prodigal son. This study aims to understand the voice of the local spirituality to facilitate the delivery of the gospel to this community. By using cognitive linguistic analysis, the results show some similarities and differences in the Christian view of the spiritual journey and the role of humans in it compared to the Kejawen view. The similarities that exist will increase un­derstanding and appreciation of each spirituality work and become a common ground that provides an effective “bridge” for sharing the gospel. The differences that exist can be an attraction to show the uniqueness of the gospel. With this understanding, this study can provide provisions for Christians in communicating the good news of God’s grace in Christ Jesus to the followers of Kejawen spirituality.