Abstract
Abstrak   Pengembangan pariwisata oleh masyarakat bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Artikel ini berbicara tentang Pengembangan Desa Wisata di Desa Wisata Panusupan yang diawali dengan kemunculan wisata religi yang belum dikembangkan secara maksimal. Desa Panusupan mulai dirintis untuk menjadi desa wisata yaitu pada tahun 2009 dan diresmikan menjadi Desa Wisata pada tahun 2014. Setelah diresmikan menjadi desa wisata pada tahun 2014, Desa Panusupan mengalami berbagai perubahan Pengembangan yang dilakukan di Desa Wisata Panusupan ini berbasis CBT, dimana pengelolaannya ialah masyarakat. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan etnografi. Adapun informan yang terlibat adalah Kepala Desa Panusupan, Pokdarwis Ardi Mandala Giri, Komunitas Lokal. Sedangkan instrument yang digunakan yaitu menggunakan sumber data primer dan sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pariwisata di Desa Panusupan terbagi menjadi dua yaitu pariwisata sebelum adanya community based tourism dan pariwisata sesudah adanya community based tourism. Pariwisata sebelum CBT dikenal dengan wisata religi, makam Syekh Jambu Karang pada tahun 2009 – 2014. Sedangkan, pariwisata sesudah adanya CBT yakni pada tahun 2015 – 2018. Pariwisata sesudah adanya CBT di Desa Panusupan sangat beragam, yakni wisata petualangan, wisata Rumah Pohon, wisata Puncak Batur, wisata Sendaren, wisata Jembatan Cinta hingga wisata Batu Gilang Green Park. Selanjutnya, dengan adanya pariwisata berbasis CBT di Desa Panusupan menimbulkan kemanfaatan positif dalam bidang ekonomi dan sumber daya alam yang masih terjaga keasliannya. Temuan selanjutnya yaitu tentang proses perkembangan pariwisata di Desa Panusupan yang berbasis masyarakat. Proses perkembangan pariwisata CBT di Desa Panusupan meliputi adanya partisipasi masyarakat, kelembagaan masyarakat, organisasi dan pengelolaan. Kata-kata Kunci: pariwisata; komunitas; pariwisata berbasis masyarakat; partisipasi. Abstract   The development of tourism by the community aims to improve the welfare of the community. This article talks about the Development of a Tourism Village in the Panusupan Tourism Village, which began with the emergence of religious tourism that has not yet been fully developed. Panusupan Village was initiated to become a tourism village in 2009 and was formalized as a Tourism Village in 2014. After being inaugurated as a tourism village in 2014, Panusupan Village underwent various changes in development. . The research method used in this study is qualitative with an ethnographic approach. The informants involved were the Head of Panusupan Village, Pokdarwis Ardi Mandala Giri, Local Community. While the instruments used are primary and secondary data sources. The results showed that tourism in Panusupan Village was divided into two, namely tourism before the existence of community based tourism and tourism after the existence of community based tourism. Tourism before CBT was known as religious tourism, the tomb of Sheikh Jambu Karang in 2009 - 2014. Meanwhile, tourism after the CBT was in 2015 - 2018. Tourism after the CBT in Panusupan Village was very diverse, namely adventure tourism, tree house tourism, tourism Batur Peak, Sendaren tour, Love Bridge tour to Batu Gilang Green Park tour. Furthermore, the existence of CBT-based tourism in Panusupan Village has led to positive benefits in the fields of economy and natural resources that are still maintained its authenticity. The next finding is about the process of tourism development in the community-based Panusupan Village. The process of CBT tourism development in Panusupan Village includes community participation, community institutions, organization and management.   Keywords: tourism; community; community-based tourism; participation.