Abstract
Harapan atau ketakutan akan masa depan membuat orang melakukan berbagai hal di masa kini, yang positif maupun negatif. Bayangan masa depan sering kali menghantui sikap dan identitas seseorang di masa kini. Politik identitas yang terjadi akibat perkembangan filsafat postmodern membawa politik ketakutan yang melawan kemajemukan. Bagaimana kita bisa memiliki landasan teologis yang kuat dalam ekspektasi masa depan, dengan tetap memelihara perilaku positif akan masa kini? Bagaimana kita bisa membangun harapan bersama di tengah masyarakat majemuk? Makalah ini akan membahas bagaimana kita bisa membangun harapan masa depan dimulai dari mengingat masa lalu dan mengaktualisasikannya dalam identitas masa kini. Dalam teologi Kristen, identitas dan proses mengingat tidak pernah dapat dipisahkan, seperti yang ditunjukkan oleh Israel. Pusat dari perayaan ingatan ada dalam Ekaristi, di mana kita mengingat Kristus dan kehidupannya di masa lalu, sambil berharap akan pertolongan Allah di masa depan. Dengan ingatan sekaligus harapan ini, komunitas orang percaya dapat membangun masa depannya tanpa ketakutan akan ketidakpastian masa depan atau trauma yang dialami di masa lalu.