Abstract
Salah satu masalah yang sangat meresahkan dan mendapat perhatian berbagai kalangan adalah masalah cyber crime di bidang kesusilaan. Jenis cyber crime di bidang kesusilaan yang sedang diungkapkan adalah cyber pornography (khususnya child pornography) dan cyber sex, salah satu kajian terhadap Cyber Adultery. Permasalahan dalam artikel ini adalah: (1). Apakah cyber adultery dapat dijaring dengan ketentuan pidana mengenai delik perzinahan? (2). Bagaimanakah kebijakan kriminal dalam menghadapi perkembangan kejahatan cyber adultery di masa mendatang? Dalam penelusuran tulisan ini digunakan metode penelitian hukum normative, yakni membahas persoalan norma yang masih kabur dalam pengertian bahwa ketentuan KUHP hanya mengisyaratkan adanya perzinahan secara riil. Namun bagaimana dengan perilaku yang dilakukan melalui cyber atau dunia maya. Delik kesusilaan adalah delik yang berhubungan dengan (masalah) kesusilaan. Namun tidaklah mudah menetapkan batas-batas atau ruang lingkup delik kesusilaan karena pengertian dan batas-batas kesusliaan itu cukup luas dan dapat berbeda-beda menurut pandangan dan nilai-nilai yang berlaku di dalam masyarakat. Terlebih karena hukum itu sendiri pada hakikatnya merupakan nilai-nilai kesusilaan yang minimal, sehingga pada dasarnya setiap delik atau tindak pidana merupakan delik kesusilaan. Secara yuridis, delik kesusilaan menurut KUHP yang berlaku saat ini terdiri dari dua kelompok tindak pidana yaitu kejahatan kesusilaan. Ketentuan hukum pidana positif yang terkait dengan tindak pidana di bidang kesusilaan termasuk cyber adultery, antara lain terdapat dalam : (a) KUHP; (b) UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi; (c) UU Pers (UU No. 40/1999); (d) UU Penyiaran (No. 32/2002); dan (e) UU Perfilman (No. 8/1992). Dari berbagai UU tersebut, ketentuan hukum pidana dapat dikaitkan atau terkait dengan masalah kesusilaan. Walaupun adultery, sex, porno dilakukan di alam maya (cyberspace).