Abstract
Lokasi pusat-pusat pemerintahan kesultanan Melayu di Kalimantan Barat berada di sepanjang tepian sungai. Sungai menjadi faktor yang sangat penting dalam kehidupan kesultanan, yaitu terkait dengan fungsinya sebagai sumber kehidupan dengan beragan jenis flora dan fauna, sebagai aksesibilitas dan jalur transportasi serta komunikasi. Keterbatasan wilayah tepian sungai menyebabkan perkembangan pusat kesultanan melebar sepanjang tepian sungai karena wilayah daratan masih berupa hutan dan kurang aman. Perkembangan aktivitas perdagangan global pada masa pemerintahan kesultanan yang semakin pesat menyebabkan jalur sungai semakin ramai dilalui oleh pedagang lokal, regional dan internasional. Keberadaan kongsi dagang Belanda (VOC) hingga menjadi pemerintahan Hindia Belanda turut mempengaruhi perkembangan pusat-pusat pemerintahan kesultanan Melayu di Kalimantan Barat.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh jaringan perdagangan global terhadap struktur wilayah Borneo Barat dan konfigurasi spasialpusat pemerintahankesultanan-kesultanan Melayu di Kalimantan Barat. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode sejarah yaitu dengan mengetahui perkembangan sistem jaringan perdagangan global dan korelasinya dengan sejarah pembentukan wilayah kesultanan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem dan jaringan perdagangan mempengaruhi struktur wilayah Borneo Barat dengan sistem hulu-hilir dan konfigurasi spasial wilayah pusat pemerintahan kesultanan Melayu yang terbatas dan melebar sepanjang tepian sungai. Kata-kata kunci: jaringan perdagangan, struktur wilayah, konfigurasi spasial, kesultanan Melayu, Kalimantan Barat THE INFLUENCE OF GLOBAL TRADING NETWORK ON THE MALAY SULTANATES CENTRAL OF GOVERNMENT STRUCTURE AND SPATIAL CONFIGURATION IN WEST KALIMANTANMalay sultanates central government in West Kalimantan were located along the banks of the river. The river became very important factor in the life of sultanates, which was related to its function as a source of life with a variety of floras and faunas, as well as accessibility, transportation lines and communication. Limitations of the riverbank area led to the development of the center of sultanates which extended along the river banks, because land area were still forested and less secure. The development of global trade activities during the reign of sultanates, which grew rapidly, led to increasingly crowded river path, traversed by local, regional and international traders. The existence of Dutch trade partnership (VOC) and later became the Dutch East Indies, also influenced the spatial development of administrative centers in West Kalimantan Malay sultanates. The purpose of this study was to determine the influence of global trading network on the spatial structure of Westeer Borneo Afdelling and on spatial configuration of the Malay sultanates region in West Kalimantan. The study was conducted using historical method, by mapping the development of a global trading network system and its correlation with the history of the region formation of the sultanates. The results showed that the trading systems and networks affected the structure of afdelling by upstream and downstream system, and the spatial configuration of the central region of Malay sultanates government became limited and spread along the riverbanks. Keywords: trading network, regional structure, spatial configuration, Malay sultanates, West Kalimantan REFERENCES_______. Tanpa Tahun. Sejarah Kerajaan Tanjungpura-Matan. Tanpa Penerbit. Andi, Uray Fery. (2016): Sejarah Perkembangan Arsitektur Istana Kesultanan Melayu di Kalimantan Barat, Disertasi Doktor Arsitektur, Institut Teknologi Bandung, Bandung Barnet, Jonathan. (1974): Urban design as public policy: Practical methods for improving cities, Architectural Record Books Collins, J. T. (2001). Contesting Straits-Malayness : The Fact of Borneo. Journal of Southeast Asian Studies,32(3), 385–395. Coedes, George. (2010). Asia Tenggara Masa Hindu-Buddha, Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional, Jakarta Damayanti, R., dan Handinoto. (2005). Kawasan “pusat kota” dalam perkembangan sejarah perkotaan di Jawa.Dimensi Teknik Arsitektur, 33 (1),34 – 42. De Graaf, H.J. & Pigeaud, T.H. (1989). Kerajaan Islam Pertama di Jawa: Tinjauan Sejarah Politik Abad XV dan XVI. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti dan KITLV. Dick, HW & Rimmer, PJ, 1998: Beyond the third world city: the new urban geography of South-east Asia’, Urban Studies, vol. 35, no. 12, Enthoven, J. J. . (2013)Sejarah dan Geografi Daerah Sungai Kapuas Kalimantan Barat, Terjemahan Bijdragen Tot De Geographie van Borneo’s Wester-Afdeeling 1905. (P. O. C. Yeri, Ed.) (1st ed.), Pontianak, Institut Dayakologi. Groat, L., & Wang, D. (2002). Architectural Research Method. Canada: John Wiley and Sons, Inc. Lindblad, J. T. (2012). Antara Dayak dan Belanda, Sejarah Ekonomi Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan 1880-1942 (1st ed.). Jakarta: KITLV-Jakarta. Leur, J. C. van. (1967). Indonesia Trade and Society: Essays in Asian Social and Economic History, The Hague, The Hague: W. Van Hoeve Publishers. Lombard, D. (2005). Nusa Jawa Silang Budaya, - Buku I, II, & III. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Lontaan, J.U. (1975). Sejarah, Hukum Adat, dan Adat Istiadat Kalimantan-Barat. Pontianak: Pilindo. Manguin, P. (2014). Sifat Amorf Politi-politi Pesisir Asia Tenggara Kepulauan. In P. Manguin (Ed.), Kedatuan Sriwijaya (Kedua, p. 315). Jakarta: Komunitas Bambu. Rahman, Ansar. (2000). Perspektif Berdirinya Kota Pontianak. Pontianak: Tanpa Penerbit.Groat, L., & Wang, D. (2002). Architectural Research Method. Canada: John Wiley and Sons, Inc. Lombard, D. (2005). Nusa Jawa Silang Budaya, - Buku I, II, & III. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Manguin, P. (2014). Sifat Amorf Politi-politi Pesisir Asia Tenggara Kepulauan. In P. Manguin (Ed.), Kedatuan Sriwijaya (Kedua, p. 315). Jakarta: Komunitas Bambu. Reid, A. (2011). Asia Tenggara Dalam Kurun Niaga...