Abstract
Penunjukkan kekhususan dari penyiaran darurat, artikel ini bertujuan untuk mengkaji model pemberitaan radio darurat saat bencana di Pulau Lombok. Studi ini mengikuti metode studi kasus intrinsik, fokus pada kinerja radio darurat yang beroperasi berlawanan dengan media arus utama. Hasil penelitian bahwa Artikel ini mengupas tentang pemberitaan di radio darurat yang didirikan oleh Jaringan Radio Komunitas Indonesia (JRKI) di Lombok, kota yang dilanda gempa bumi pada Agustus 2018. Pelaporan berita saat bencana menjadi masalah besar di Indonesia. Karena seringnya terjadi bencana di Indonesia, kritik terhadap pemberitaan media juga bermunculan. Dari persoalan teknis hingga ekonomi politik media, beroperasinya media massa berkali-kali menyebabkan disinformasi. Komunitas yang terkena dampak adalah yang paling menderita dari kondisi ini. Selain tidak mampu memperkuat masyarakat penyintas, pada gempa Lombok, para politisi memanfaatkan isu kemanusiaan ini dan menyeret media ke dalam debat politik yang tidak membawa manfaat bagi masyarakat penyintas. Kesimpulan mendapati bahwa meredupkan gaya pemberitaan bencana seperti mitos bencana dan sensasionalisme, radio komunitas memberikan perhatian pada hal-hal yang positif sembari menyiarkan diskusi tentang masalah-masalah nyata masyarakat seperti gangguan stres pasca trauma (PTSD). Selain itu, media sosial juga menjadi saluran penting bagi komunitas yang lebih luas, tim CR juga membuat konten dan tagar yang antusias.