KEMENANGAN PETAHANA DALAM KONTESTASI PILKADA SERENTAK 2018: DITINJAU DARI PERSPEKTIF POWERCUBE

Abstract
AbstrakPemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Indonesia telah dilaksanakan secara serentak sebanyak 3 (tiga) kali yakni pada tahun 2015, 2017, dan 2018. Secara filosofis, pilkada serentak dilaksanakan untuk mengefisiensikan anggaran, menekan pelanggaran dan kecurangan (electoral malpractices) serta meminimalisir gejala sosial-politik dari adanya pilkada yang sebelumnya dilaksanakan secara terpisah berdasarkan periode akhir masa jabatan setiap kepala daerah. Berangkat dari fenomena persentase kemenangan para petahana di berbagai kontestasi pilkada 2018, maka menarik dikaji untuk memaknai faktor-faktor yang menyebabkan kemenangan para petahana tersebut. Dalam kajian ini digunakan pendekatan kualitatif terhadap berbagai literatur terutama yang bertalian dengan pengoperasian bentuk-bentuk kekuasaan dalam perspektif teori kubus kekuasaan (the powercubetheory).Penulis mengumpulkan danmereview literatur kontemporer yang relevan dengan fenomena yang dikaji secaradialektis dengan cara melakukan reviewdan menganalisisnya secara kritis atasberbagai sumber literatur yang terpilih. Hasil kajian menunjukkan bahwa ada 3 (tiga) bentuk kekuasaan sebagai faktor kemenangan petahana, yakni:Pertama, bentuk kekuasaan yang terlihat (visible power)ialahkesempatan untuk menarik simpati masyarakat melalui jualan program pembangunan yang telah dilaksanakan sebagai investasi politik. Kedua, bentuk kekuasaan yang tersembunyi(hidden power) ialah politisasi birokrasi melalui mobilisasi aparatur sipil negara, monopoli dukungan partai politik, dan kooptasi terhadap penyelenggara pemilu. Ketiga, bentuk kekuasaan yang tidak terlihat (invisible power), melalui peranan pemuka agama dan pemangku adat untuk menanamkan nilai-nilai dan ideologi merupakan modalitas politik petahana sebagai konsekuensi dari stratifikasi sosial-masyarakat.