FORMULASI IDE PERMAAFAN HAKIM (RECHTERLIJK PARDON) DALAM PEMBAHARUAN SISTEM PEMIDANAAN DI INDONESIA

Abstract
Substansi Buku 1 Kuhp saat ini merupakan pedoman induk dalam sistem pemidanaan di Indonesia, namun pedoman dalam perumusan pidana saat ini hanya terpaku pada ketentuan adanya tindak pidana dan kesalahan tanpa memasukan tujuan dan asas dari pemidanaan.Oleh karena itu hukum pidana saat ini dirasa kaku dan tidak berkemanusiaan dalam aplikasinya pada kasus-kasus kecil yang dipandang memerlukan keadilan sosial. Rumusan sistem induk yang tidak memilki tujuan dan asas dalam pedoman pemidanaan tidak akan melahirkan hukum yang efektif, saat ini telah hadir sebuah ide yaitu Rechterlijk Pardon sebagai salah satu konsep dalam pembaharuan pidana yang telah digunakan oleh pelbagai negara yang menerapkan civil law sistem. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis ide Rechterlijk Pardon dalam tahap formulasi dan aplikasi yang ada pada saat ini dan dalam formulasi sistem induk pidana yang akan datang di Indonesia. Metode pendekatan yang digunakan penulis adalah penelitian hukum kualitatif normatif, yaitu dengan pendekatan perundang-undangan (statute appproach), pendekatan konseptual (conceptual approach), Pendekatan kasus (case approach) dan pendekatan perbandingan (comparative approach). Analisis kualitatif normatif terhadap data yang disajikan secara kuantitatif, berpijak pada analisis deskriptif dan prediktif. Hasil analisa pada penelitian ini ditemukannya 6 (enam) pasal yang berkaitan dengan nilai permaafan dalam formulasi kuhp saat ini namun bukanlah nilai permaafan yang murni dan ditemukannya 5 (lima) aplikasi peradilan pidana yang telah memiliki nilai permaafan namun masih belum dapat diterapkan dengan baik karena tidak adanya formulasi permaafan dalam pidana saat ini. Diformulasikannya ide permaafan hakim “Rechterlijk Pardon” dengan memasukannya tujuan dan asas pemidanaan dalam syarat pemidanaan yaitu pada Pasal 55, 56 dan 72 RUU KUHP 2015, nantinya akan menjadikan sistem hukum pidana di Indonesia yang akan datang dapat lebih integral, fleksible, humanis, progress dan nasionalis. Disarankan kepada anggota Parlemen untuk dapat membuat dan melegitimasi rancangan perumusan sistem hukum pidana yang telah ada sampai sekarang. Mereformasi sistem hukum pidana merupakan bagian penting dalam perkembangan sistem peradilan pidana di masa depan. sistem peradilan pidana sangat membutuhkan reformasi yang signifikan seperti masuknya tujuan dan asas hukum pidana sehingga terwujudnya sistem peradilan pidana yang efektif di Indonesia.