Abstract
Pulau Bangka dan Pulau Belitung merupakan penyumbang hasil pertambangan timah terbesar bagi Indonesia. Dalam aktivitas penambangan timah yang dilakukan di Kepulauan Bangka Belitung ternyata timah menghasilkan mineral ikutan atau disebut sebagai produk sampingan timah berupa kandungan mineral seperti zircon, monasit, dan xenotim, yang dinamakan sebagai logam tanah jarang (LTJ). Hasil mineral ikutan tersebut ternyata mempunyai ragam polemik dalam tahap perencanaan serta pengelolaannya yang disebut sebagai “konflik mineral LTJ”. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menggambarkan perencanaan pemerintah Provinsi Bangka Belitung dalam pengelolaan logam tanah jarang (LTJ) dan mengidentifikasi tantangan dalam pengelolaan logam tanah jarang (LTJ) di Provinsi Bangka Belitung. Penelitian ini menggunakan teori James E. Anderson tentang proses kebijakan publik. Teori ini menjelaskan ada tiga tahapan dalam perumusan kebijakan yaitu formulasi masalah, formulasi kebijakan, dan penentuan kebijakan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif. Adapun data primernya diperoleh dari hasil wawancara dengan informan yang berjumlah 8 orang yang berasal dari Distamben, BAPPEDA, Dinas Lingkungan Hidup, Wakil Gubernur, WALHI, Dosen, serta pengusaha tambang. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa perencanaan kebijakan terkait pengelolaan LTJ sudah mulai dilakukan, namun akan memerlukan beberapa tahapan lainnya serta kerja sama dari stakeholder yang berkaitan dengan pertambangan. Tantangan dalam pengelolaan LTJ juga menjadi hal yang harus dihadapi seperti dampak lingkungan yang akan ditimbulkan dari zat radioaktif yang terkandung dalam mineral LTJ, keterbatasan sumber daya manusia (SDM) dalam pengelolaan proses pemisahan mineral LTJ, serta keterbatasan teknologi juga menjadi tantangan dalam pengelolaan LTJ di Provinsi Bangka Belitung.