Internalisasi Falsafah Rumah Betang Untuk Membentuk Sikap Toleransi

Abstract
Rumah betang atau huma betang adalah rumah adat suku Dayak khas Kalimantan Tengah yang terdapat di berbagai daerah Kalimantan Tengah. Rumah Betang di bangun dalam bentuk panggung dengan ketinggian tiga sampai lima meter dari tanah dengan panjang bangunan mencapai 150meter dan lebar hingga 30 meter. Nilai-nilai yang terkandung dalam Huma Betang sangat dijunjung tinggi oleh masyarakat dan menjadi pedoman dalam kehidupan sehari-hari oleh masyarakat Kalimantan Tengah. Selain berfungsi sebagai rumah adat, Huma Betang memiliki filosofi kehidupan yang sangat dalam dan mendasar bagi masyarakat seperti nilai gotong royong, kebersamaan, toleransi, rukun, dan hidup berdampingan. Gotong royong dan kerukunan sebagai nilai yang mapan dan terpelihara hingga saat ini. Manfaat dari eksistensi dan implementasi falsafah Huma Betang terhadap kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, beberapa diantaranya adalah Huma Betang sebagai refleksi kehidupan masyarakat yang toleran (togetherness in diversity). Rekontruksi nilai-nilai huma betang dalam kehidupaan saat ini sangat diperlukan khususnya dalam rangka menyambut wacana pemindahan ibu kota negara Indonesia. Revitalisasi budaya dapat dimulai dari pengangkatan nilai-nilai kearifan lokal, salah satunya dari filosofi rumah adat Huma Betang. Revitalisasi dan implementasi falsafah huma betang dapat dilakukan dengan secara formal dilakukan melalui pembelajaran berbasis etnopedagogik pada mata pelajaran muatan lokal, secara informal dilakukan melalui pola perilaku keteladanan guru. Untuk membentuk karakter siswa yang berasazkan falsafah rumah betang yang baik harus terdapat tiga komponen yaitu moral knowing, (pengetahuan tentang moral), moral feeling (perasaan tentang moral) dan moral action (perbuatan moral).